Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

PBB Desak AS Bebaskan Negara Berekonomi Rendah dari Tarif Resiprokal

A+
A-
0
A+
A-
0
PBB Desak AS Bebaskan Negara Berekonomi Rendah dari Tarif Resiprokal

Ilustrasi.

NEW YORK, DDTCNews - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk membebaskan negara-negara ekonomi kecil dan miskin dari tarif bea masuk resiprokal.

Laporan PBB menyatakan tarif bea masuk resiprokal AS berpotensi menekan sejumlah negara ekonomi kecil. Mereka padahal tidak ikut andil menyumbang defisit perdagangan AS dan kebijakan ini juga tidak mendongkrak pendapatan AS.

"Kenaikan tarif akan merugikan ekonomi negara-negara—yang memiliki perjanjian dagang dengan AS—yang rentan ini. Padahal, ini juga tidak menambah pendapatan AS," tulis PBB dalam laporan, dikutip pada Minggu (27/4/2025).

Baca Juga: Penyebab Terbitnya SKP Kurang Bayar Tambahan dan Konsekuensinya

PBB mencatat negara-negara yang rentan tersebut, seperti Bangladesh, Republik Demokratik Kongo, Madagaskar dan Myanmar. Mereka mengandalkan tarif untuk mengumpulkan PDB, sedangkan ekspor ke AS menyumbang kurang dari 0,2% ke PDB mereka.

Ditambah lagi, tarif dasar 10% dari AS berpotensi menyurutkan permintaan produk impor dari negara-negara ekonomi kecil tersebut karena harganya lebih mahal.

"Bangladesh, Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan Myanmar termasuk di antara 11 negara yang mengandalkan tarif untuk mengumpulkan pendapatan domestik mereka sendiri," sebut PBB dalam laporannya.

Baca Juga: Solusi Gagal Bikin Bukti Potong di Coretax karena NIK Tak Ditemukan

Sebagai informasi, pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif dasar 10% untuk barang impor yang masuk ke pasar AS. Selain itu, Trump juga menetapkan tarif bea masuk resiprokal terhadap 75 mitra dagang.

Pembagian tarif tiap negara berbeda karena berdasarkan jumlah defisit perdagangan dengan negara-negara terkait, serta adanya dugaan hambatan perdagangan yang merugikan AS.

Pada 9 April 2025, Trump memerintahkan implementasi tarif resiprokal ditunda untuk 90 hari ke depan. Namun, pengenaan tarif dasar 10% masih berlaku dan AS berencana menerapkannya pada produk semikonduktor dan farmasi.

Baca Juga: Kemenperin Siapkan Regulasi Kawasan Industri Tertentu

Laporan PBB mencatat Trump bakal menerapkan tarif resiprokal kepada 28 mitra dagang, termasuk Libya, Madagaskar, Myanmar, Makedonia Utara, Suriah, dan Vanuatu. Negara tersebut padahal hanya menyumbang kurang dari 0,1% dari total defisit perdagangan AS.

"Beberapa mitra dagang yang tercantum dalam Lampiran I, tergolong sangat kecil atau miskin secara ekonomi, dengan daya beli yang sangat rendah," sebut PBB.

Laporan PBB juga menyebut apabila tingkat impor sama seperti 2024 maka tambahan pendapatan dari tarif impor yang dihimpun oleh AS dari 36 negara ekonomi miskin dan kecil juga lebih rendah ketimbang penerimaan bea cukai AS saat ini.

Baca Juga: DJP Rilis Surat Edaran terkait MLI antara Indonesia dan Ukraina

"Penangguhan tarif resiprokal selama 90 hari memberikan kesempatan untuk menilai kembali bagaimana negara-negara tersebut diperlakukan berdasarkan kerangka kebijakan ini," jelas PBB sebagaimana dilansir Tax Notes International. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : amerika serikat, pajak, pajak internasional, PBB, bea masuk resiprokal, tarif bea masuk, presiden as donald trump

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 05 Juni 2025 | 14:55 WIB
ANALISIS PAJAK

Meninjau Prinsip Desain Ketentuan Anti-hybrid Mismatch Arrangement

Kamis, 05 Juni 2025 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Perkuat PPh OP di Negara Berkembang Asia-Pasifik, Ini Rekomendasi ADB

Kamis, 05 Juni 2025 | 13:30 WIB
KPP PRATAMA BATURAJA

Punya Omzet Rp9 Miliar per Bulan, Tengkulak Sawit Diedukasi soal PKP

Kamis, 05 Juni 2025 | 13:11 WIB
ANALISIS PAJAK

Memastikan Tercapainya SDGs Indonesia Lewat Profesi Konsultan Pajak

berita pilihan

Jum'at, 06 Juni 2025 | 15:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (5)

Penyebab Terbitnya SKP Kurang Bayar Tambahan dan Konsekuensinya

Jum'at, 06 Juni 2025 | 14:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Solusi Gagal Bikin Bukti Potong di Coretax karena NIK Tak Ditemukan

Jum'at, 06 Juni 2025 | 13:00 WIB
KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Kemenperin Siapkan Regulasi Kawasan Industri Tertentu

Jum'at, 06 Juni 2025 | 12:30 WIB
SE-4/PJ/2025

DJP Rilis Surat Edaran terkait MLI antara Indonesia dan Ukraina

Jum'at, 06 Juni 2025 | 12:00 WIB
REALISASI INVESTASI

Airlangga Ajak Investor Swiss Tanam Modal di Sektor Industri Ini

Jum'at, 06 Juni 2025 | 11:30 WIB
KABUPATEN JAYAPURA

Pemda Ancam Hotel dan Restoran yang Tidak Aktifkan Alat Perekam Pajak

Jum'at, 06 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Wajib Pajak yang Harus Laporkan SPT Tahunan Elektronik

Jum'at, 06 Juni 2025 | 10:30 WIB
KALIMANTAN TENGAH

Tunggakan Pajak Kendaraan di Provinsi Ini Tembus Rp1,8 Triliun

Jum'at, 06 Juni 2025 | 09:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Optimalkan Penagihan Aktif, Kanwil Jakbar Kolaborasi dengan Perbankan