Soal Cukai Minuman Berpemanis, Pemerintah Disarankan Lakukan 3 Hal Ini

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mendorong pemerintah segera menerapkan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Untuk menerapkan cukai MBDK, CISDI mengusulkan beberapa saran kepada pemerintah. Pertama, menggunakan skema volumetrik atau menakar pungutan cukai berdasarkan volume jual minuman berpemanis dalam kemasan, contohnya sekian rupiah per liter.
"Segera menerapkan cukai MBDK dengan desain volumetrik untuk kenaikan harga minimal 20%," kata Project Lead for Food Policy CISDI Nida Adzilah Auliani, Rabu (14/5/2025).
Nida memperkirakan kenaikan harga jual produk minuman hingga 20% akan menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 17,5%, serta gula harian rata-rata 5,4 gram untuk laki-laki dan 4,09 gram untuk perempuan.
Berkurangnya konsumsi gula tersebut, berpotensi menurunkan risiko penyakit tidak menular (PTM), seperti obesitas, diabetes tipe 2, hipertensi, kematian karena penyakit jantung koroner.
"Dalam 5 tahun terakhir, pembiayaan BPJS Kesehatan terhadap penyakit katastropik dengan faktor risiko obesitas, diabetes melitus, dan hipertensi meningkat 43% atau sekitar Rp6 triliun - Rp10 triliun," tutur Nida.
Kedua, CISDI menyarankan pemerintah membuat peta jalan (roadmap) kebijakan cukai MBDK. Tujuannya, untuk meminimalisir pengaruhnya terhadap industri atau produsen, serta menjadi pedoman jangka panjang.
Ketiga, menggabungkan kebijakan penerapan label kadar gula, garam dan lemak (GGL) di depan kemasan dan cukai MBDK. Menurut Nida, penerapan label tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada publik.
Dia juga meyakini bahwa penerapan kebijakan secara komprehensif tersebut justru akan mendukung penerapan cukai MBDK dan menciptakan lingkungan pangan yang lebih sehat bagi masyarakat Indonesia.
Sebagai informasi, pemerintah sudah memiliki wacana menerapkan cukai MBDK sejak 2022 guna menurunkan konsumsi gula masyarakat. Pemerintah bahkan menargetkan penerimaannya pada APBN 2023-2025. Sayang, rencana tersebut tak kunjung terealisasi.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani sebelumnya menyatakan pemerintah belum berencana menerapkan cukai MBDK dalam waktu dekat. Alasannya, karena mempertimbangkan kondisi perekonomian dan masyarakat, terlebih lagi di tengah perang tarif dagang AS.
"Belum tahu, nanti kita lihat [perkembangan perbincangan soal cukai MBDK]. Pokoknya nanti kalau pun mau, itu pasti pemerintah sampaikan, tetapi sementara belum ada," ujarnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.