MK Tolak Judicial Review Terkait Syarat Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

Gedung Mahkamah Konstitusi (foto: Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian materiil yang diajukan atas Pasal 34 ayat (2) huruf c UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Pasal tersebut mengatur tentang kewenangan menteri keuangan untuk menetapkan syarat lain yang harus dipenuhi guna menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak.
Menurut MK, permohonan pengujian materiil atas UU Pengadilan Pajak yang diajukan oleh pemohon bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak tidaklah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan MK Nomor 25/PUU-XXIII/2025, dikutip pada Rabu (28/5/2025).
Selama ini, syarat menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak telah diatur lebih lanjut oleh menteri keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 184/2017. Menurut pemohon, syarat untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak seharusnya disamakan dengan syarat untuk menjadi advokat.
Pemohon pun berpandangan bahwa pengaturan kuasa hukum dalam Pasal 34 UU Pengadilan Pajak serta PMK 184/2017 bersifat diskriminatif bagi advokat. Pasalnya, adanya PMK 184/2017 menghalangi advokat untuk menjadi kuasa hukum bila advokat dimaksud tidak memenuhi persyaratan dalam PMK dimaksud.
Menurut MK, permohonan yang diajukan tidaklah tepat dan bersifat prematur mengingat MK melalui Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 telah memerintahkan penyatuan atap Pengadilan Pajak selambat-lambatnya pada 31 Desember 2026.
"Permohonan pemohon pada dasarnya secara substansi merupakan permohonan yang prematur karena mendahului proses integrasi pengadilan pajak ke dalam one roof system sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang pembinaannya, baik mengenai administrasi peradilan maupun administrasi umum berada di bawah MA," ujar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan hukumnya.
Guntur pun mengatakan pemerintah selaku pembentuk UU perlu diberikan kesempatan untuk melakukan penyatuan atap Pengadilan Pajak, termasuk menyusun hukum acara.
"Proses pengintegrasian ini dilakukan secara komprehensif, termasuk menyangkut pengaturan mengenai syarat untuk menjadi kuasa hukum pada Pengadilan Pajak sebagai bagian dari administrasi peradilan pajak untuk memastikan representasi yang berkeadilan bagi para pencari keadilan (justiciabelen) dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan," ujar Guntur. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.