Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO

Ilustrasi.
RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan crude palm oil (CPO). Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan penyerahan CPO kepada produsen pakan ternak ayam.
Otoritas pajak menilai bahwa penyerahan CPO yang dilakukan wajib pajak seharusnya terutang PPN. Sebab, CPO bukan merupakan bahan baku untuk pembuatan pakan ternak sehingga tidak termasuk dalam kategori barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis. Dengan begitu, penyerahan tersebut tidak bisa mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.
Sebaliknya, menurut wajib pajak CPO merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan pakan ternak sehingga termasuk dalam kategori BKP tertentu yang bersifat strategis. Oleh karena itu, seharusnya penyerahan CPO dapat dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi pengenaan PPN atas penyerahan CPO yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.35336/PP/M.XIII/16/2011 tanggal 1 Desember 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 28 Maret 2012.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas penyerahan CPO masa pajak Agustus 2008 sebesar Rp23.061.970.750 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi positif DPP PPN atas penyerahan CPO yang dilakukan Termohon PK kepada produsen pakan ternak ayam.
Pemohon PK berpendapat bahwa CPO tidak termasuk dalam kategori BKP tertentu yang bersifat strategis sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 (PP 12/2001 s.t.d.t.d PP 31/2007).
Merujuk pada ketentuan tersebut, salah satu BKP tertentu yang bersifat strategis adalah bahan baku untuk pembuatan pakan ternak. Dalam hal ini, Pemohon PK menilai bahwa CPO tidak dapat disebut sebagai bahan baku sehingga tidak termasuk dalam kategori BKP tertentu yang bersifat strategis. Artinya, penyerahan CPO yang dilakukan Termohon PK tidak bisa mendapatkan fasilitas PPN yang dibebaskan berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP 12/2001 s.t.d.t.d PP 31/2007.
Pemohon PK menjelaskan bahwa CPO bukan merupakan bahan baku karena CPO hanyalah pelengkap pakan hewan (feed supplement). Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-865/PJ.51/2005 jo. Surat Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan: TN221/534/E/04.2002.
Dalam hal ini, Pemohon PK menguraikan bahwa feed supplement adalah obat hewan yang digolongkan sebagai sediaan premiks. Dengan kata lain, komponen tersebut hanyalah zat tambahan yang diberikan bersama dengan pakan ternak, seperti vitamin, mineral, dan asam amino
Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan penyerahan CPO yang dilakukan oleh Termohon PK kepada pengusaha pakan ternak seharusnya terutang PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan argumentasi Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-865/PJ.51/2005 tidak dapat dijadikan dasar koreksi. Sebab, surat tidak termasuk dalam salah satu dari lima jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 10/2004).
Lebih lanjut, Termohon PK juga menjelaskan bahwa CPO pada hakikatnya merupakan bahan baku untuk pembuatan pakan ternak. Sebab, komponen tersebut turut memengaruhi nilai nutrisi secara langsung dalam formulasi pakan ternak.
Dengan kata lain, CPO termasuk ke dalam kategori BKP tertentu yang bersifat strategis sehingga penyerahannya dapat dibebaskan dari pengenaan PPN. Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruh permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi DPP PPN yang dilakukan oleh Pemohon PK atas penyerahan CPO masa pajak Agustus 2008 sebesar Rp23.061.970.750 tidak dapat dibenarkan.
Dalam hal ini, Mahkamah Agung menilai bahwa tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Dengan begitu, CPO termasuk dalam bahan baku pembuatan pakan ternak dan digolongkan sebagai BKP tertentu yang bersifat strategis sehingga dibebaskan dari pengenaan PPN.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.