Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Menyimak Pro dan Kontra CFC Rules

A+
A-
9
A+
A-
9
Menyimak Pro dan Kontra CFC Rules

CFC rules merupakan salah satu ketentuan bidang perpajakan yang tengah “naik daun” beberapa tahun belakangan. Diinisiasi Amerika Serikat pada 1960-an, OECD/G20 kemudian mencoba melakukan penyeragaman dan harmonisasi CFC rules melalui BEPS Action Plan 3. Tujuan utamanya tak lain untuk mencegah double taxation atau penghindaran pajak yang lebih besar oleh korporasi dengan memanfaatkan celah perbedaan aturan hukum.

Akan tetapi, hingga saat ini, negara anggota OECD/G20 belum berhasil menyeragamkan ketentuan CFC. Mewujudkan keseragaman memang bukan hal mudah lantaran Aksi 3 tersebut bukanlah standar minimum, serta penerapan CFC rules yang sarat dengan pro dan kontra.

Lantas, apa saja pro dan kontra aturan CFC? Tulisan ini mencoba menjawab hal tersebut berdasarkan topik yang diangkat dalam mata kuliah bertajuk Business Taxation and Decision-Making Process. Materi tersebut diperoleh penulis selama berkuliah di Tilburg University melalui program HRDP yang diberikan oleh DDTC. Selamat membaca!

Baca Juga: DJP Rilis Panduan CbCR via Coretax

Konsep Umum
CONTROLLED Foreign Company (CFC) merupakan entitas yang dikendalikan sebagian maupun keseluruhan oleh individu ataupun entitas hukum melalui kepemilikan saham. Umumnya, proporsi saham yang dibutuhkan dalam melakukan pengendalian ialah lebih dari 50% (de jure).

Namun, terdapat pula beberapa skema yang menjadikan proporsi kepemilikan saham kurang dari 50% tetap dapat menimbulkan hak untuk mengendalikan perusahaan. Hal ini dikarenakan terdapat persetujuan dari para pihak terkait (de facto).

Dalam konteks perpajakan, permasalahan yang muncul ialah ketika mekanisme ini pada akhirnya dipergunakan untuk mengalihkan penghasilan dan/atau harta kekayaan ke negara-negara yang memiliki tarif pemajakan yang lebih rendah sehingga penerimaan pajak domestik dari suatu negara berkurang secara drastis (Arnold, 2019). Oleh karena itu, banyak negara yang mengambil langkah untuk memajaki penghasilan CFC melalui kebijakan yang dinamakan CFC rules.

Baca Juga: Ada Versi PDF! Download Gratis Buku Terminologi Perpajakan oleh DDTC

CFC rules merupakan ketentuan untuk membatasi penangguhan pengenaan pajak (anti-deferral) atas penghasilan CFC, sebelum CFC tersebut mendistribusikan penghasilannya ke pengendalinya baik perusahaan induk ataupun individu. CFC rules pada umumnya akan memajaki penghasilan dari CFC tersebut pada tingkat pemegang saham (pengendali), terlepas dari apakah pemegang saham menerima penghasilan tersebut atau tidak (Harris, 2012). Dengan demikian, penundaan pajak (tax deferral) atas penghasilan CFC dapat dibatasi.

Keunggulan
PENERAPAN CFC rules sendiri dipercaya mampu mendorong negara-negara tax haven untuk mengubah perilaku mereka (Mara, 2015). Hal ini dikarenakan CFC rules dinilai mampu mendorong transparansi dan tukar menukar informasi dengan otoritas pajak dari negara lain.

CFC rules pun mendukung penguatan netralitas pajak sebab perusahaan tidak bisa menghindar dari kewajiban perpajakannya secara adil sekalipun dengan memindahkan penghasilan dan/atau harta kekayaan ke jurisdiksi lain (Elkins, 2019). Beberapa negara Uni Eropa yang memberlakukan kebijakan ini mengalami tren positif dari sisi penerimaan pajak domestiknya (Egger, 2015).

Baca Juga: Ada Restrukturisasi Usaha? Buktikan Ini di Tahapan Pendahuluan

Ketentuan ini juga dirasa mampu untuk menjamin keadilan. Salah satunya dengan adanya definisi kontrol dan threshold mengenai CFC. Umumnya, CFC rules pada akhirnya hanya akan berdampak pada segelintir perusahaan multinasional besar yang memiliki pangsa pasar besar ataupun kelompok individu sangat kaya. Sementara itu, dampaknya tidak akan terlalu signifikan untuk perusahaan multinasional yang relatif kecil dengan kemampuan ekspansi terbatas (Mei Kei, 2017).

Kelemahan
DI sisi lain, CFC rules sering kali dikaji kompatibilitasnya dengan P3B (tax treaty). Permasalahan utamanya sendiri terletak pada minimnya pengaturan CFC dalam suatu tax treaty sehingga mengakibatkan adanya potensi pemajakan berganda (OECD, 2015).

Namun, permasalahan ini sebenarnya tidak signifikan karena negara-negara tax haven yang menjadi sasaran CFC sedari awal memang tidak memiliki tax treaty dengan negara-negara lain (Andersson, 2006).

Baca Juga: Hari Pajak dan HUT ke-18 DDTC, Ada Promo Spesial Buku untuk Anda

Sekalipun secara teoretis diklaim tidak menimbulkan pajak berganda, terdapat dugaan lain mengenai alasan sebenarnya dari penerapan CFC yang dapat berdampak buruk pada negara tujuan investasi. Salah satunya ialah karena penyeragaman tarif pemajakan akan berdampak secara tidak proporsional kepada negara-negara tertentu, khususnya tax haven.

Pasalnya, negara tax haven menjadikan tarif pajak rendah sebagai daya tarik investasi karena sedikitnya pangsa pasar atau sumber daya lain yang menjadi daya tarik investasinya.

Bagi negara-negara di kawasan Uni Eropa, CFC rules juga pernah diuji ke European Court of Justice (ECJ), yakni pada kasus Cadbury Schweppes. Putusan kasus ini memperlihatkan bahwa kebijakan CFC rules sangat efisien dari sisi perpajakan regional karena selaras dengan prinsip kebebasan berinvestasi di dalam internal komunitas ekonomi Uni Eropa. Namun, dampak CFC rules bagi investor yang berasal dari luar lingkup wilayah Uni Eropa masih belum jelas (Weiguang dan Wiman, 2018).

Baca Juga: Pahami Transfer Pricing dalam Transaksi Jasa Intragrup di Seminar Ini

Selain itu, CFC rules juga sering kali dinilai tidak efisien dikarenakan menyebabkan adanya tambahan beban bagi para pelaku bisnis. Hal ini dapat terlihat dari sisi compliance cost, terutama yang terkait dengan pelaporan CFC rules, prosedur pengajuan klaim kredit pajaknya, hingga potensi terjadinya sengketa pajak (Dharmapala, 2008; OECD, 2015). Singkatnya, menambah beban administrasi yang sebenarnya tidak diperlukan.

Padahal, terdapat kemungkinan bahwa penempatan penghasilan dan/atau harta di CFC justru didorong dari keputusan bisnis yang rasional dan bukan motif penghindaran pajak.

Penutup
POTENSI pajak berganda memang menjadi hal utama yang sering kali dipermasalahkan dari kebijakan CFC rules. Akan tetapi, patut untuk digarisbawahi, sudah terdapat beberapa solusi untuk mengatasi risiko tersebut.

Baca Juga: OECD Terbitkan Panduan Investigasi Kejahatan Pajak

Salah satunya ialah dengan memberikan fasilitas kredit pajak atas atas dividen yang pada akhirnya tidak dibagikan kepada investor (Collier, 2018; Burkadze, 2016). Dengan kata lain, fasilitas ini akan memberikan kemudahan dan keadilan bagi investor.

Terlepas dari beberapa kelemahan dari CFC rules sebagaimana yang telah dijabarkan, kebijakan ini menjadi makin populer untuk diterapkan berbagai negara. Hal ini dilatarbelakangi sistem pajak internasional yang makin transparan melalui berbagai pertukaran informasi di bidang perpajakan serta makin meluasnya pembahasan mengenai fair-share dalam konteks pajak.

Transparansi informasi perpajakan yang dimotori oleh CFC, dapat mencegah perpindahan dana hasil kejahatan seperti korupsi, money laundering, atau tindak pidana ekonomi lainnya (Mei Kei, 2017).

Baca Juga: Serunya DDTC Collaborative Discussion for Intern, Bahas Seni Negosiasi

Pada akhirnya, banyak negara yang mulai berkompromi untuk mencari titik tengah antara kebutuhan menarik minat investor di satu sisi serta mendorong keterbukaan informasi ataupun kepatuhan untuk membayar pajak.

Caranya tidak lain ialah menerapkan CFC rules dengan standar paling minimum sebagai kebijakan unilateralnya. Terlebih, dari sisi efisiensi perpajakan, keunggulan CFC rules untuk menangani masalah penghindaran pajak masih lebih signifikan dibandingan berbagai potensi risikonya.

Baca Juga: Mau Jadi Anggota OECD, Indonesia Perlu Adopsi Konvensi Anti Suap

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : reportase, CFC Rules, P3B, BEPS, OECD, DDTC

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Jum'at, 12 Maret 2021 | 23:56 WIB
terimakasih ilmunya., saya jadi lebih paham mengenai pro dan kontra CFC
1

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 17 Juni 2025 | 06:25 WIB
HUT KE-18 DDTC

Website Baru DDTC Library, Wujud Komitmen Literasi Pajak Berkelanjutan

Senin, 16 Juni 2025 | 11:05 WIB
REFORMASI KELEMBAGAAN PENGADILAN PAJAK

Kajian Pemindahan Pengadilan Pajak, Ini Kesimpulan yang Perlu Dipahami

Minggu, 15 Juni 2025 | 10:30 WIB
PER-9/PJ/2025

Aturan Baru Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak, Unduh Di Sini!

Sabtu, 14 Juni 2025 | 15:50 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE

Puluhan Peserta Ikuti Training TP Doc di DDTC Academy

berita pilihan

Jum'at, 04 Juli 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan Pajak atas Penghasilan Istri dalam Coretax DJP

Jum'at, 04 Juli 2025 | 10:03 WIB
ANALISIS PAJAK

Profesi Konsultan Pajak dalam Agenda Keberlanjutan Nasional

Jum'at, 04 Juli 2025 | 10:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Outlook Pajak Shortfall, Tax Ratio 2025 Diproyeksi Hanya 10,03%

Jum'at, 04 Juli 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Jaga PNBP, Evaluasi RKAB Tambang Bakal Dikembalikan Tiap Satu Tahun

Jum'at, 04 Juli 2025 | 09:00 WIB
DITJEN PAJAK

DJP Dikunjungi Otoritas Pajak Kamboja, Bahas Transformasi Digital

Jum'at, 04 Juli 2025 | 08:30 WIB
CORETAX SYSTEM

DJP Rilis Panduan CbCR via Coretax

Jum'at, 04 Juli 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Setoran Pajak Pedagang Online Masih Kurang Ketimbang Transaksinya

Kamis, 03 Juli 2025 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BANYUWANGI

Surat Teguran dan Paksa Tak Mempan, Tiga Truk WP Disita Kantor Pajak

Kamis, 03 Juli 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Sebut Permohonan Aktivasi NIK/NPWP Tak Bisa Diwakilkan