Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

Menyimak Pro dan Kontra CFC Rules

A+
A-
9
A+
A-
9
Menyimak Pro dan Kontra CFC Rules

CFC rules merupakan salah satu ketentuan bidang perpajakan yang tengah “naik daun” beberapa tahun belakangan. Diinisiasi Amerika Serikat pada 1960-an, OECD/G20 kemudian mencoba melakukan penyeragaman dan harmonisasi CFC rules melalui BEPS Action Plan 3. Tujuan utamanya tak lain untuk mencegah double taxation atau penghindaran pajak yang lebih besar oleh korporasi dengan memanfaatkan celah perbedaan aturan hukum.

Akan tetapi, hingga saat ini, negara anggota OECD/G20 belum berhasil menyeragamkan ketentuan CFC. Mewujudkan keseragaman memang bukan hal mudah lantaran Aksi 3 tersebut bukanlah standar minimum, serta penerapan CFC rules yang sarat dengan pro dan kontra.

Lantas, apa saja pro dan kontra aturan CFC? Tulisan ini mencoba menjawab hal tersebut berdasarkan topik yang diangkat dalam mata kuliah bertajuk Business Taxation and Decision-Making Process. Materi tersebut diperoleh penulis selama berkuliah di Tilburg University melalui program HRDP yang diberikan oleh DDTC. Selamat membaca!

Baca Juga: Lagi, DDTCNews Terima Penghargaan dari Ditjen Pajak

Konsep Umum
CONTROLLED Foreign Company (CFC) merupakan entitas yang dikendalikan sebagian maupun keseluruhan oleh individu ataupun entitas hukum melalui kepemilikan saham. Umumnya, proporsi saham yang dibutuhkan dalam melakukan pengendalian ialah lebih dari 50% (de jure).

Namun, terdapat pula beberapa skema yang menjadikan proporsi kepemilikan saham kurang dari 50% tetap dapat menimbulkan hak untuk mengendalikan perusahaan. Hal ini dikarenakan terdapat persetujuan dari para pihak terkait (de facto).

Dalam konteks perpajakan, permasalahan yang muncul ialah ketika mekanisme ini pada akhirnya dipergunakan untuk mengalihkan penghasilan dan/atau harta kekayaan ke negara-negara yang memiliki tarif pemajakan yang lebih rendah sehingga penerimaan pajak domestik dari suatu negara berkurang secara drastis (Arnold, 2019). Oleh karena itu, banyak negara yang mengambil langkah untuk memajaki penghasilan CFC melalui kebijakan yang dinamakan CFC rules.

Baca Juga: Peringati Hari Pajak, DJP Gelar Malam Apresiasi dan Penghargaan 2024

CFC rules merupakan ketentuan untuk membatasi penangguhan pengenaan pajak (anti-deferral) atas penghasilan CFC, sebelum CFC tersebut mendistribusikan penghasilannya ke pengendalinya baik perusahaan induk ataupun individu. CFC rules pada umumnya akan memajaki penghasilan dari CFC tersebut pada tingkat pemegang saham (pengendali), terlepas dari apakah pemegang saham menerima penghasilan tersebut atau tidak (Harris, 2012). Dengan demikian, penundaan pajak (tax deferral) atas penghasilan CFC dapat dibatasi.

Keunggulan
PENERAPAN CFC rules sendiri dipercaya mampu mendorong negara-negara tax haven untuk mengubah perilaku mereka (Mara, 2015). Hal ini dikarenakan CFC rules dinilai mampu mendorong transparansi dan tukar menukar informasi dengan otoritas pajak dari negara lain.

CFC rules pun mendukung penguatan netralitas pajak sebab perusahaan tidak bisa menghindar dari kewajiban perpajakannya secara adil sekalipun dengan memindahkan penghasilan dan/atau harta kekayaan ke jurisdiksi lain (Elkins, 2019). Beberapa negara Uni Eropa yang memberlakukan kebijakan ini mengalami tren positif dari sisi penerimaan pajak domestiknya (Egger, 2015).

Baca Juga: OECD: 40 Negara Sudah Siap Terapkan Pajak Minimum Global 15 Persen

Ketentuan ini juga dirasa mampu untuk menjamin keadilan. Salah satunya dengan adanya definisi kontrol dan threshold mengenai CFC. Umumnya, CFC rules pada akhirnya hanya akan berdampak pada segelintir perusahaan multinasional besar yang memiliki pangsa pasar besar ataupun kelompok individu sangat kaya. Sementara itu, dampaknya tidak akan terlalu signifikan untuk perusahaan multinasional yang relatif kecil dengan kemampuan ekspansi terbatas (Mei Kei, 2017).

Kelemahan
DI sisi lain, CFC rules sering kali dikaji kompatibilitasnya dengan P3B (tax treaty). Permasalahan utamanya sendiri terletak pada minimnya pengaturan CFC dalam suatu tax treaty sehingga mengakibatkan adanya potensi pemajakan berganda (OECD, 2015).

Namun, permasalahan ini sebenarnya tidak signifikan karena negara-negara tax haven yang menjadi sasaran CFC sedari awal memang tidak memiliki tax treaty dengan negara-negara lain (Andersson, 2006).

Baca Juga: Susun Insentif Pajak Family Office, Pemerintah Patuhi Prinsip OECD

Sekalipun secara teoretis diklaim tidak menimbulkan pajak berganda, terdapat dugaan lain mengenai alasan sebenarnya dari penerapan CFC yang dapat berdampak buruk pada negara tujuan investasi. Salah satunya ialah karena penyeragaman tarif pemajakan akan berdampak secara tidak proporsional kepada negara-negara tertentu, khususnya tax haven.

Pasalnya, negara tax haven menjadikan tarif pajak rendah sebagai daya tarik investasi karena sedikitnya pangsa pasar atau sumber daya lain yang menjadi daya tarik investasinya.

Bagi negara-negara di kawasan Uni Eropa, CFC rules juga pernah diuji ke European Court of Justice (ECJ), yakni pada kasus Cadbury Schweppes. Putusan kasus ini memperlihatkan bahwa kebijakan CFC rules sangat efisien dari sisi perpajakan regional karena selaras dengan prinsip kebebasan berinvestasi di dalam internal komunitas ekonomi Uni Eropa. Namun, dampak CFC rules bagi investor yang berasal dari luar lingkup wilayah Uni Eropa masih belum jelas (Weiguang dan Wiman, 2018).

Baca Juga: Berambisi Jadi Anggota OECD, RI Targetkan Tax Ratio Cepat Tembus 12%

Selain itu, CFC rules juga sering kali dinilai tidak efisien dikarenakan menyebabkan adanya tambahan beban bagi para pelaku bisnis. Hal ini dapat terlihat dari sisi compliance cost, terutama yang terkait dengan pelaporan CFC rules, prosedur pengajuan klaim kredit pajaknya, hingga potensi terjadinya sengketa pajak (Dharmapala, 2008; OECD, 2015). Singkatnya, menambah beban administrasi yang sebenarnya tidak diperlukan.

Padahal, terdapat kemungkinan bahwa penempatan penghasilan dan/atau harta di CFC justru didorong dari keputusan bisnis yang rasional dan bukan motif penghindaran pajak.

Penutup
POTENSI pajak berganda memang menjadi hal utama yang sering kali dipermasalahkan dari kebijakan CFC rules. Akan tetapi, patut untuk digarisbawahi, sudah terdapat beberapa solusi untuk mengatasi risiko tersebut.

Baca Juga: DDTC Masuk 12 Nominasi Penghargaan ITR Asia-Pacific Tax Awards 2024

Salah satunya ialah dengan memberikan fasilitas kredit pajak atas atas dividen yang pada akhirnya tidak dibagikan kepada investor (Collier, 2018; Burkadze, 2016). Dengan kata lain, fasilitas ini akan memberikan kemudahan dan keadilan bagi investor.

Terlepas dari beberapa kelemahan dari CFC rules sebagaimana yang telah dijabarkan, kebijakan ini menjadi makin populer untuk diterapkan berbagai negara. Hal ini dilatarbelakangi sistem pajak internasional yang makin transparan melalui berbagai pertukaran informasi di bidang perpajakan serta makin meluasnya pembahasan mengenai fair-share dalam konteks pajak.

Transparansi informasi perpajakan yang dimotori oleh CFC, dapat mencegah perpindahan dana hasil kejahatan seperti korupsi, money laundering, atau tindak pidana ekonomi lainnya (Mei Kei, 2017).

Baca Juga: Wacana Cukai Detergen Hingga Tiket Konser, Pemerintah Jamin Hati-Hati

Pada akhirnya, banyak negara yang mulai berkompromi untuk mencari titik tengah antara kebutuhan menarik minat investor di satu sisi serta mendorong keterbukaan informasi ataupun kepatuhan untuk membayar pajak.

Caranya tidak lain ialah menerapkan CFC rules dengan standar paling minimum sebagai kebijakan unilateralnya. Terlebih, dari sisi efisiensi perpajakan, keunggulan CFC rules untuk menangani masalah penghindaran pajak masih lebih signifikan dibandingan berbagai potensi risikonya.

Baca Juga: Bagian dari Aksesi, Ekosistem Semikonduktor di Indonesia Direviu OECD

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : reportase, CFC Rules, P3B, BEPS, OECD, DDTC

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Dika Meiyani

Jum'at, 12 Maret 2021 | 23:56 WIB
terimakasih ilmunya., saya jadi lebih paham mengenai pro dan kontra CFC
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 10 Juli 2024 | 08:00 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Ayo Daftar! Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews Berhadiah Rp52 Juta

Selasa, 09 Juli 2024 | 20:13 WIB
HUT KE-17 DDTC

Seleksi Akbar Internship DDTC, 5 Mahasiswa UNS Dinyatakan Lulus

Selasa, 09 Juli 2024 | 18:45 WIB
HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Lomba Menulis Internal, Perkaya Literasi Pajak Nasional

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:30 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Petugas Pajak Blusukan Lagi, Kali Ini Sasarannya Usaha Apotek

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Watermark di Cetakan SPT e-Faktur Desktop Tak Bisa Dihapus, Buat Apa?

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN FISKAL

Saingan Malaysia-Singapura, RI Evaluasi Fasilitas Fiskal KEK di Batam

Sabtu, 27 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Ramai Soal Cukai Nih, Yuk Simak 4 Karakter Barang yang Bisa Kena Cukai

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:45 WIB
BEA CUKAI SUMATERA UTARA

Kejar-kejaran dengan Kapal, Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Ban Bekas

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

WP Grup Bakal Dipusatkan ke 1 KPP, DJP Siapkan Aturannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:00 WIB
MALAYSIA

Kurangi Penarikan Utang, Malaysia Maksimalkan Penerimaan Pajak

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:05 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Siapa Saja WP Grup Pembayar Pajak Terbesar RI? DJP Ungkap 20 Daftarnya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN PANGANDARAN

Awasi Kepatuhan Pajak, Pemkab Pasang Ratusan Alat Perekam Transaksi

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Pemerintah Bakal Perluas Cakupan BPDPKS, Begini Alasannya