Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

AS Makin Proteksionis, Penanganan BEPS Global Kian Terpecah-pecah

A+
A-
0
A+
A-
0
AS Makin Proteksionis, Penanganan BEPS Global Kian Terpecah-pecah

Profesor perpajakan internasional dari Meiji University Yuri Matsubara tengah menyampaikan paparannya dalam webinar bertajuk Reinventing International Taxation: Navigating the Digital Frontier yang digelar oleh Prodi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Rabu (21/5/2025).

JAKARTA, DDTCNews - Perubahan sikap pemerintah AS seusai dilantiknya Donald Trump sebagai presiden tidak sepenuhnya menggagalkan agenda kerja sama perpajakan internasional dalam rangka mereduksi base erosion and profit shifting (BEPS).

Profesor perpajakan internasional dari Meiji University Yuri Matsubara mengatakan mundurnya pemerintah AS dari agenda kerja sama perpajakan internasional hanya akan memfragmentasi penanganan praktik BEPS.

"Apakah proyek BEPS lantas benar-benar mati? Jawaban saya adalah iya dan tidak. Menurut saya, proyek BEPS justru akan terfragmentasi," katanya dalam webinar bertajuk Reinventing International Taxation: Navigating the Digital Frontier yang digelar oleh Prodi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Rabu (21/5/2025).

Baca Juga: Potensi Harmonisasi Tax Holiday di Era Pajak Minimum Global

Fragmentasi timbul mengingat kini makin banyak yurisdiksi yang mengesampingkan multilateralisme serta lebih mengedepankan unilateralisme dan proteksionisme.

"Saat ini, kita dihadapkan oleh gelombang antiglobalisasi dan proteksionisme," ujar Yuri.

Menurut Yuri, sentimen antiglobalisasi dan proteksionisme tidak hanya berkembang di AS, tetapi juga di negara-negara maju lainnya seperti Jerman, Prancis, dan lain-lain.

Baca Juga: Senat AS Setujui RUU Pembebasan Pajak atas Tip

Secara konseptual, langkah AS yang mengedepankan kepentingan nasional ketimbang kerja sama multilateral memang bisa dijustifikasi. Namun, langkah tersebut tidaklah adil bagi negara-negara yang selama ini mengedepankan kerja sama multilateral dalam pengambilan keputusannya.

"Trump menggunakan tarif sebagai alat untuk mencapai kesepakatan dengan competent authority lainnya. Kami di Jepang melihat hal ini tidaklah adil. Namun, pihak AS bisa saja berpandangan bahwa kamilah [Jepang] yang tidak adil," tutur Yuri.

Dia menuturkan kerja sama perpajakan internasional seperti BEPS 1.0 dan BEPS 2.0 hanya akan terlaksana bila yurisdiksi-yurisdiksi bersedia untuk mengesampingkan sebagian hak pemajakannya demi kepentingan bersama.

Baca Juga: Dorong Pemda Optimalkan Pajak Daerah, Pemerintah Susun 6 Strategi

"Tanpa konsensus, kolaborasi internasional tidak bisa berjalan sama sekali," katanya.

Sebagai informasi, pemerintah AS di bawah Trump memilih untuk menarik seluruh persetujuan yang dibuat oleh pemerintahan Joe Biden atas pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) dan Pilar 1: Unified Approach.

Pada saat yang sama, Trump memerintahkan jajarannya untuk memetakan kebijakan negara lain yang dipandang bersifat ekstrateritorial atau memberikan dampak secara disproporsional terhadap perusahaan AS.

Baca Juga: Didanai Pajak, Belanja Badan Gizi Nasional 2026 Diajukan Rp217 Triliun

Dalam hal kebijakan negara lain dipandang bersifat ekstrateritorial atau diskriminatif terhadap bisnis AS, Kementerian Keuangan AS bakal menyiapkan sanksi berdasarkan Section 891 Internal Revenue Code.

Dengan ketentuan tersebut, AS bisa meningkatkan tarif pajak terhadap wajib pajak yang berasal yurisdiksi yang menerapkan kebijakan pajak secara diskriminatif terhadap warga negara dan perusahaan AS. (rig)

Baca Juga: Thailand Susun Aturan Baru soal Pemajakan Penghasilan dari Luar Negeri

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kerja sama perpajakan, BEPS, amerika serikat, perpajakan internasional, pilar 1, pilar 2, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 21 Mei 2025 | 09:55 WIB
KURS PAJAK 21 MEI 2025 - 27 MEI 2025

Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Dolar AS Kembali Menguat Atas Rupiah

Rabu, 21 Mei 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kementerian PKP: 70 Pemda Belum Beri Pembebasan Pajak untuk Rumah MBR

Rabu, 21 Mei 2025 | 09:00 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Apa PR Utama Pemerintah dalam Memindahkan Pengadilan Pajak ke MA?

berita pilihan

Rabu, 21 Mei 2025 | 20:00 WIB
ANALISIS PAJAK

Potensi Harmonisasi Tax Holiday di Era Pajak Minimum Global

Rabu, 21 Mei 2025 | 19:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Senat AS Setujui RUU Pembebasan Pajak atas Tip

Rabu, 21 Mei 2025 | 19:00 WIB
KEM-PPKF 2026

Dorong Pemda Optimalkan Pajak Daerah, Pemerintah Susun 6 Strategi

Rabu, 21 Mei 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

AS Tak Adopsi Pajak Minimum Global, Implementasi di RI Tak Terdampak

Rabu, 21 Mei 2025 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Sudah Meninggal Tetap Dapat Imbauan Lapor SPT, Harus Bagaimana?

Rabu, 21 Mei 2025 | 15:05 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Pajak Enggak ada Lawan! Porsinya Mendominasi Pendapatan Negara