Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Berbagai Tantangan yang Bakal Timbul dari Implementasi 2 Pilar OECD

A+
A-
3
A+
A-
3
Berbagai Tantangan yang Bakal Timbul dari Implementasi 2 Pilar OECD

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan paparan dalam acara DDTC Breakfast Talk dengan tema Bersiap Antisipasi Two-Pillar Solution, Selasa (5/12/2023).

JAKARTA, DDTCNews - Perusahaan multinasional dinilai perlu mengantisipasi penerapan solusi 2 pilar yang diinisiasi oleh OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS untuk mengatasi tantangan pajak global.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan implementasi solusi 2 pilar makin dekat setelah disepakati 138 negara. Untuk itu, perusahaan multinasional perlu bersiap dengan berbagai tantangan yang timbul karena implementasi solusi 2 pilar.

"Solusi 2 pilar ini bukan isu yang gampang karena akan berdampak sangat hebat pada perusahaan Bapak dan Ibu, serta mengubah lanskap pajak internasional," katanya dalam DDTC Breakfast Talk, Selasa (5/12/2023).

Baca Juga: Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Bawono menuturkan solusi 2 pilar memiliki sejarah panjang dalam rangka merombak sistem pajak internasional agar sesuai dengan kondisi terkini. Diskusi terus berkembang untuk memastikan hal pajak internasional berjalan secara adil.

Pilar 1: Unified Approach diibaratkan menjadi inti dari kesepakatan solusi 2 pilar. Pilar 1 bertujuan menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.

Yurisdiksi pasar mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima korporasi multinasional yang tercakup pada Pilar 1. Perusahaan multinasional yang tercakup adalah perusahaan dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Baca Juga: Segera Terbit, Buku Perpindahan Pengadilan Pajak, Kolaborasi LeIP-DDTC

Meski demikian, Pilar 1 baru akan berlaku apabila 30% negara yang mewakili 60% ultimate parent entity menandatangani dan meratifikasi multilateral convention (MLC) Pilar 1.

"AS juga belum tentu menandatangani. Apabila hanya negara berkembang yang tanda tangan maka kemungkinan Pilar 1 akan direformulasi lagi sehingga masih ada uncertainty," ujar Bawono.

Selanjutnya, Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) akan diimplementasikan sebagai common approach mulai tahun depan. Pada Pilar 2, negara-negara Inclusive Framework telah menyepakati pajak minimum global sebesar 15%.

Baca Juga: Published Soon: Book on Tax Court Transfer, LeIP-DDTC Collaboration

Nanti, setiap yurisdiksi perlu mengadopsi rezim pajak tersebut tanpa perlu menunggu multilateral instrument (MLI) dan sejenisnya.

Apabila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15%, top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas.

Pengenaan top-up tax dilakukan didasarkan pada income inclusion rule (IIR). Pajak minimum global ini hanya akan berlaku atas perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta.

Baca Juga: Pahami Prosedur Restitusi PPN Usai Implementasi Coretax, Baca Buku Ini

Bawono memandang implementasi solusi 2 pilar tersebut akan membuat sistem pajak internasional makin kompleks. Selain itu, potensi risiko terjadinya sengketa juga menjadi lebih besar.

"Tetapi ini juga menjadi bukti kalau kita menginginkan adanya pajak internasional yang lebih adil," tuturnya.

Sementara itu, Specialist of DDTC Fiscal Research & Advisory Hamida Amri Safarina menyebut Pilar 1 semula disusun dengan cakupan perusahaan multinasional di bidang teknologi digital.

Baca Juga: Pengkreditan Pajak Masukan PPN bagi PKP Belum Penyerahan atau Ekspor

Seiring dengan berjalannya waktu, cakupannya meluas pada perusahaan dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Dengan kesepakatan tersebut, perusahaan multinasional perlu berhitung untuk menentukan entitasnya masuk dalam cakupan Pilar 1. Setelahnya, perusahaan juga perlu menentukan apakah perusahaannya termasuk dalam Amount A atau Amount B.

Di tempat yang sama, Tax Expert of CEO Office DDTC Atika Ritmelina mengatakan implementasi Pilar 2 berpotensi berdampak terhadap hampir semua perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta.

Baca Juga: Pentingnya Mendorong Transparansi Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung

Pengecualian dari ketentuan tersebut hanya berlaku untuk beberapa entitas, seperti entitas pemerintah, organisasi internasional, organisasi nirlaba, dana pensiun atau dana investasi, serta international shipping income.

Secara umum, lanjut Atika, Pilar 2 kemungkinan akan diterapkan lebih dahulu ketimbang Pilar 1. Untuk itu, perusahaan multinasional perlu bersiap mengimplementasikannya, terutama soal standar akuntansi yang lebih kompleks.

Sementara itu, Manager of DDTC Consulting Riyhan Juli Asyir menilai Indonesia termasuk negara yang bersiap menerapkan solusi 2 pilar, terutama Pilar 2. Terlebih, sejumlah payung hukum telah diterbitkan antara lain UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan PP 55/2022.

Baca Juga: Gaji Pegawai di Industri Padat Karya Bisa Bebas Pajak, Cek Panduannya

"RPMK tentang implementasi Pilar 2 sedang disusun Kementerian Keuangan. Kita tunggu saja racikan BKF dan DJP akan seperti apa," katanya.

Riyhan menambahkan implementasi solusi 2 pilar juga bakal membuat penggunaan Tax Control Framework (TCF) makin mengglobal, termasuk di Indonesia. TCF digunakan untuk membantu perusahaan dalam merancang, menerapkan, sekaligus memantau proses dan kontrol internal terkait dengan perpajakan.

Nantinya, otoritas pajak dapat mengakses TCF tersebut. Adapun bagi wajib pajak, keuntungan dari TCF ialah dapat menurunkan potensi sengketa asal memiliki profil yang baik. (rig)

Baca Juga: Ada Organisasi Nirlaba, Diperhitungkan dalam Penentuan Threshold GMT?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : DDTC, DDTC Academy, Breakfast Talk DDTC, Two-Pillar Solution, Solusi 2 Pilar, Pilar 1, Pilar 2, pajak minimum global

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 28 Maret 2025 | 07:30 WIB
LITERATUR PAJAK

Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Buku DDTC

Kamis, 27 Maret 2025 | 10:45 WIB
LITERATUR PAJAK

Isu PPN atas Pemberian Cuma-Cuma Berupa Sumbangan, Apakah Beban Pajak?

Rabu, 26 Maret 2025 | 17:19 WIB
KELAS PAJAK MINIMUM GLOBAL (5)

Ada Entitas yang Dikecualikan dari Pajak Minimum Global, Siapa Saja?

Rabu, 26 Maret 2025 | 16:54 WIB
SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Cerita Alumnus DDTC Academy yang Lulus Ujian ADIT - Transfer Pricing

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial