DJP Sebut Belum Ada WP yang Ajukan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyatakan belum ada wajib pajak yang mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (19/6/2025).
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan PPh Pasal 25 merupakan salah satu jenis pembayaran masa yang diawasi oleh DJP guna memastikan kepatuhan wajib pajak.
"Kepatuhan kami pantau betul, kepatuhan pembayaran masa. Mudah-mudahan kuartal III dan IV kita bisa akselerasi kepatuhan pembayaran masanya," katanya.
Sebagai informasi, wajib pajak berhak mengajukan permohonan pengurangan nilai angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan kepada DJP melalui kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
Angsuran PPh Pasal 25 bisa dikurangi bila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa setelah 3 bulan atau lebih berjalannya tahun pajak, PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut diproyeksikan kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25.
Terdapat 2 syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak yang mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Pertama, permohonan harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima dan besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak bersangkutan.
Kedua, wajib pajak harus sudah menyampaikan SPT Tahunan PPh 2 tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak diajukannya permohonan dan SPT Masa PPN 3 masa pajak terakhir yang menjadi kewajibannya.
Permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bisa diajukan secara elektronik melalui coretax administration system ataupun menggunakan formulir kertas secara langsung atau melalui pos/ekspedisi/kurir. Atas permohonan tersebut, DJP akan menerbitkan bukti penerimaan dan melakukan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, DJP akan menerbitkan keputusan persetujuan atau pemberitahuan penolakan maksimal 30 hari setelah bukti penerimaan diterbitkan.
Bila jangka waktu 30 hari tersebut terlewati dan DJP tidak menerbitkan keputusan, permohonan akan dianggap diterima dan wajib pajak dapat membayar PPh Pasal 25 sesuai penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa.
Selain pengajuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25, terdapat pembahasan mengenai progres perbaikan coretax system. Tidak hanya itu, terdapat pula ulasan tentang kolaborasi DJP-Polri untuk mengawasi shadow economy, rencana revisi PP 55/2022, serta perpindahan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung (MA) yang membutuhkan transformasi penyelesaian sengketa.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Probis Lapor SPT dan Layanan WP di Coretax Masih Diperbaiki
DJP terus melakukan perbaikan proses bisnis pada coretax system meskipun sudah diimplementasikan selama hampir 6 bulan.
Bimo menyebutkan beberapa proses bisnis pada coretax system kini telah stabil seperti pendaftaran wajib pajak dan pembayaran pajak. Pada saat ini, otoritas masih perlu menyempurnakan beberapa proses bisnis seperti pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan layanan wajib pajak.
"Untuk registrasi dan pembayaran sudah sangat stabil. Kemudian yang sedang kami sempurnakan ini terkait dengan penyampaian SPT dan pelayanan," ujarnya. (DDTCNews)
DJP-Satgassus Polri Kolaborasi Kejar Aktivitas Ekonomi Ilegal
Kolaborasi antara DJP dan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara Polri akan difokuskan pada peningkatan penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi yang tersembunyi atau shadow economy.
Guna mengoptimalkan penerimaan dari shadow economy, DJP dan satgassus akan memperkuat sinergi, saling bertukar data, dan melakukan penegakan hukum atas beragam kegiatan ekonomi ilegal yang berpotensi merugikan penerimaan negara.
"Fokus kerja sama ini mencakup sektor-sektor strategis seperti kejahatan ekonomi dan sumber daya alam ilegal seperti illegal fishing (penangkapan ikan ilegal), illegal mining (pertambangan ilegal), illegal logging (pembalakan liar), dan kejahatan ekonomi lainnya," ungkap DJP. (DDTCNews, Kontan)
Pemerintah Masih Siapkan Revisi PP 55/2022
DJP menegaskan pemerintah tetap memberikan perpanjangan periode PPh final dengan tarif 0,5% bagi UMKM orang pribadi meski PP 55/2022 belum direvisi.
Bimo mengatakan pemerintah masih menyiapkan revisi PP 55/2022. Menurutnya, Kementerian Keuangan juga masih menunggu pembahasan revisi PP tersebut pada Kementerian Sekretariat Negara.
"Status PP-nya saat ini masih menunggu jadwal pembahasan antarkementerian dari Kementerian Setneg," katanya. (DDTCNews, Kontan)
Perpindahan Pengadilan Pajak Perlu Transformasi Penyelesaian Sengketa
Pengalihan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kemenkeu ke MA perlu diikuti transformasi sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia.
Founder DDTC Danny Septriadi mengatakan selama ini Pengadilan Pajak menjadi pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak. Menurutnya, ke depan, diperlukan satu tingkatan pengadilan di atas Pengadilan Pajak yang memungkinkan wajib pajak mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Pajak.
"Selaku praktisi pajak, kami memerlukan court of appeal. Saat ini, putusan Pengadilan Pajak bersifat final and binding. Setelah itu, kami hanya bisa mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA)," katanya. (DDTCNews)
Ekonom Sarankan Skema Tarif Flat untuk Dorong Ekonomi
Ekonom asal Amerika Serikat (AS) Arthur Laffer menyarankan semua negara, termasuk Indonesia, menerapkan kombinasi 3 kebijakan pajak untuk menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga kebijakan tersebut meliputi penerapan tarif pajak rendah, perluasan basis pajak, dan penggunaan tarif flat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai saran dari Laffer tersebut tidak sepenuhnya ideal diterapkan di Indonesia. Mengenai usulan penggunaan tarif flat, menurutnya, skema tarif progresif untuk PPh orang pribadi di Indonesia sudah memadai.
"Saya tanya sama audiens di sini, kalau wajib pajak sangat kaya dengan yang pendapatannya UMR, bayar [tarif] pajaknya sama, setuju enggak? Saya hampir yakin semua bilang enggak setuju," katanya. (DDTCNews, Kontan, Antara)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.