Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Lihat Data CbCR, OECD Temukan Adanya Indikasi Praktik BEPS

A+
A-
1
A+
A-
1
Lihat Data CbCR, OECD Temukan Adanya Indikasi Praktik BEPS

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Data country-by-country reporting (CbCR) menunjukkan adanya indikasi praktik penggerusan basis dan pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS) oleh para perusahaan multinasional.

Merujuk laporan Corporate Tax Statistics - 4th Edition, OECD menemukan adanya ketidakselarasan data—seperti jumlah pegawai, nilai aset berwujud, dan nilai profit—antara lokasi dilaporkannya laba dan lokasi terjadinya aktivitas ekonomi.

"Meski temuan tersebut bisa jadi mencerminkan adanya pertimbangan komersial dari perusahaan multinasional, temuan itu juga mengindikasikan adanya praktik BEPS," tulis OECD dalam laporan tersebut, dikutip pada Jumat (18/11/2022).

Baca Juga: Optimalkan Insentif Pajak dengan Manajemen yang Tepat

Sebagai contoh, laba yang dibukukan oleh perusahaan multinasional di yurisdiksi investment hub mencapai 29% dari total laba. Namun, jumlah pegawai yang berlokasi di yurisdiksi tersebut hanya sebanyak 4% dari total pegawai.

Tak hanya itu, aset berwujud yang berlokasi di investment hub hanya sebanyak 15% dari total aset perusahaan multinasional.

Lebih lanjut, OECD mencatat rasio pendapatan per pegawai di negara tanpa pajak penghasilan badan cenderung lebih tinggi ketimbang rasio pendapatan per pegawai di negara yang mengenakan pajak penghasilan badan.

Baca Juga: Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

"Nilai median pendapatan per karyawan di yurisdiksi tanpa PPh badan adalah senilai US$2 juta dibandingkan dengan senilai US$300.000 untuk yurisdiksi dengan tarif PPh badan di atas 0%," tulis OECD dalam keterangan resmi.

Selanjutnya, OECD juga mencatat 35% dari pendapatan yang diterima perusahaan di negara-negara investment hub adalah related party revenue. Pada negara-negara berpenghasilan tinggi, sedang, dan rendah, related party revenue hanya berkontribusi sebesar 15% terhadap total pendapatan.

"Walau tingginya related party revenue di investment hub mungkin saja didorong oleh faktor-faktor komersial, hal tersebut juga mengindikasikan adanya tax planning dari perusahaan multinasional," tulis OECD.

Baca Juga: Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Terlepas dari temuan tersebut, OECD mengimbau para stakeholder untuk tidak langsung mengambil kesimpulan perihal indikasi BEPS. Menurut OECD, sebagian data CbCR bersifat agregat sehingga tidak dapat menjadi dasar untuk menginvestigasi praktik BEPS.

OECD juga memandang praktik BEPS tidak dapat diidentifikasi menggunakan data yang yang hanya mencakup beberapa tahun pajak saja. Hingga saat ini, OECD tercatat baru memublikasikan data CbCR 2016 hingga 2018.

"Bahkan dengan tambahan data dari tahun selanjutnya, sejumlah peristiwa lain (seperti Covid-19 dan penetapan TCJA 2017) akan memengaruhi data dan akan mempersulit identifikasi praktik BEPS," tulis OECD.

Baca Juga: Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Terlepas dari permasalahan tersebut dan adanya time lag dari publikasi data CbCR, OECD menilai data-data CbCR memberikan motivasi bagi setiap yurisdiksi untuk menangani masalah BEPS lewat kerja sama multilateral.

Data-data terbaru ini menunjukkan CbCR masih perlu terus diperkuat pada tahun-tahun yang akan datang guna mendukung reformasi perpajakan internasional dan memerangi BEPS. (rig)

Baca Juga: Bea Masuk Trump Sebesar 25 Persen Berlaku, Kanada Siapkan Retaliasi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : oecd, data CbCR, pengalihan laba, BEPS, penghindaran pajak, pajak, pajak internasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 03 Maret 2025 | 16:37 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan PPN Ditanggung Pemerintah atas Tiket Mudik, Download di Sini!

Senin, 03 Maret 2025 | 16:30 WIB
KANWIL DJP ACEH

Terbitkan Faktur Pajak Fiktif Rp3 Miliar, Tersangka Ditahan Kejaksaan

Senin, 03 Maret 2025 | 16:07 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Senin, 03 Maret 2025 | 14:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Bisa Tambah Jam Layanan Khusus untuk Terima SPT Tahunan

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 19:43 WIB
EXCLUSIVE SEMINAR – DDTC ACADEMY

Optimalkan Insentif Pajak dengan Manajemen yang Tepat

Selasa, 04 Maret 2025 | 18:00 WIB
KPP MADYA TANGERANG

Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?