Marketplace Minta Waktu Setahun Sebelum Pungut Pajak Pedagang Online

JAKARTA, DDTCNews – Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta waktu setahun sebelum penyelenggara marketplace mulai memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan merchant. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (16/7/2025).
Menurut idEA, penyelenggara marketplace memerlukan masa transisi selama setahun dalam rangka menyosialisasikan ketentuan pemungutan pajak PMK 37/2025, utamanya kepada UMKM yang belum terbiasa mengadministrasikan pajak secara digital.
"Konsensus marketplace mengindikasikan perlu waktu setidaknya 1 tahun untuk persiapan ditunjuk sebagai pemungut pajak," sebut idEA.
Menurut idEA, PMK 37/2025 memang tidak menimbulkan beban pajak baru bagi penjual lantaran hanya mengalihkan kewajiban pemungutan pajak ke penyelenggara marketplace. Namun, PMK baru itu tetap memberikan sejumlah tantangan administratif dan teknis di lapangan.
"Marketplace memang tidak diwajibkan memverifikasi surat pernyataan omzet dari penjual, tetapi harus menyediakan sistem yang memungkinkan seller mengunggah dokumen tersebut dan menyampaikannya kepada sistem DJP. Surat tersebut wajib dicetak, ditandatangani, dan bermeterai. Ini memerlukan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik kepada para penjual," ujar Sekjen idEA Budi Primawan.
Terlepas dari beragam tantangan di atas, idEA menegaskan bahwa asosiasi akan tetap mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pajak para wajib pajak yang berdagang melalui marketplace.
“Kami juga menunggu arahan lebih lanjut, termasuk komunikasi teknis yang komprehensif, dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat menyesuaikan diri dengan baik. Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara adil dan proporsional," tutur Budi.
Selain topik di atas, ada pula ulasan terkait dengan wacana dirjen pajak untuk membuat biaya pengumpulan pajak seefisien mungkin. Ada juga bahasan mengenai rencana DJP untuk merilis piagam wajib pajak (taxpayer charter).
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Pemerintah Bakal Pantau Kesiapan Marketplace
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menuturkan DJP dan Kemenkeu akan memantau kesiapan para penyelenggara marketplace secara berkala
Dia berharap penyesuaian sistem tidak memakan waktu yang lama sehingga penyelenggara bisa segera ditunjuk untuk memungut PPh Pasal 22 dari pedagang online.
"Kami meng-assess kelengkapan dan kesiapan dari tiap-tiap marketplace. Untuk memberikan fair treatment. Karena, ada marketplace yang sudah ready dan belum ready. Nanti, ada mekanisme yang kita tempuh. Jadi, tidak langsung besok mereka potong [PPh]," tuturnya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Baru Dilantik 2 Bulan, Dirjen Pajak Sudah Pecat 7 Pegawai
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto telah memecat 7 pegawai dalam waktu kurang dari 2 bulan sejak dilantik pada 23 Mei 2025.
Bimo mengatakan tengah berupaya memperkuat integritas pegawai DJP. Dia menegaskan tidak akan menoleransi pegawai yang melakukan fraud.
"Kami sudah melaporkan bahwa kami tidak pandang bulu. Fraud Rp100 pun akan kami tindak, dan kami sudah memecat 7 orang selama kepemimpinan kami dari mulai Mei kemarin," katanya dalam rapat bersama Komisi XI DPR. (DDTCNews)
Kemenkeu Jamin Penyelenggara Marketplace Tak Pungut PPh Transaksi Ojol
Penyelenggara marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut pajak tidak memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi, seperti ojek online (ojol).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan jasa ojol dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025.
"Ojol ini enggak dipungut [PPh Pasal 22], karena ojol dapat pengecualian," tuturnya. (DDTCNews)
DJP Akan Terbitkan Taxpayers Charter
DJP akan menerbitkan piagam wajib pajak atau taxpayers charter pada pekan depan, meniru negara-negara maju seperti Australia, AS, Kanada, dan lainnya yang lebih dahulu memiliki taxpayers charter masing-masing.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan piagam wajib pajak bertujuan untuk memberikan kepastian mengenai hak dan kewajiban pajak bagi para wajib pajak.
"Ini bisa memastikan kepastian hukum daripada implementasi undang-undang perpajakan yang ada," katanya. (DDTCNews)
Cost of Tax Collection RI Ditarget Seefisien AS dan Australia
DJP berupaya mengefisiensi biaya operasional dalam pengumpulan pajak. Efisiensi itu akan tecermin dari penurunan rasio anggaran DJP terhadap penerimaan pajak (cost of tax collection ratio).
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan cost of tax collection ratio Indonesia saat ini sudah lebih rendah di antara negara Asia. Menurutnya, efisiensi cost of tax collection akan terus diupayakan agar setara dengan negara maju seperti AS dan Australia.
"Memang di negara-negara yang sudah cukup mature sistem administratif perpajakannya seperti Australia atau Amerika, kita memang masih jauh," katanya. (DDTCNews)
DPR Setujui Pagu Indikatif Kemenkeu untuk Tahun Depan
Komisi XI DPR menyetujui pagu indikatif Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tahun anggaran 2026 senilai Rp47,13 triliun.
Ketua Komisi XI Misbakhun mengatakan legislatif telah menyetujui Kemenkeu mengefisienkan anggaran tambahan senilai Rp4,88 triliun. Jika pagu tambahan disetujui maka keseluruhan anggaran belanja Kemenkeu pada 2026 mencapai Rp52,02 triliun.
"Menyetujui pagu indikatif Kementerian Keuangan 2026 setelah pergeseran Rp47,13 triliun dan mengefisienkan usulan tambahan anggaran Rp4,88 triliun sebagai bahan penyusunan RKA K/L Kemenkeu pada Nota Keuangan RAPBN 2026 dengan memperhatikan arah kebijakan efisiensi belanja negara," katanya. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.