Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Paradoks Artificial Intelligence dalam Konteks Penghindaran Pajak

A+
A-
5
A+
A-
5
Paradoks Artificial Intelligence dalam Konteks Penghindaran Pajak

SELAMA berabad-abad, penghindaran pajak telah melibatkan ketegangan dinamis antara kecerdasan wajib pajak dan pertahanan yang kompleks dari ketentuan perpajakan (Nigel Tutt, 1989). Wajib pajak merancang strategi perencanaan pajak yang masif dengan memanfaatkan celah ketentuan pajak secara legal, tetapi bertentangan dengan tujuan awal dari ketentuan tersebut.

Hingga saat ini, praktik penghindaran pajak dilakukan dengan pemikiran yang kreatif dan cerdas. Pada praktiknya, penghindaran pajak dibuat dengan rencana yang mampu memecahkan kelemahan dari peraturan pajak melalui strategi cerdik (Alarie dan Griffin, 2022).

Dalam konteks saat ini, adanya teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) turut andil mendorong revolusi terkait dengan penghindaraan pajak. Revolusi ini baik dalam konteks positif (dalam wujud mendeteksi dan mencegah penghindaran pajak) maupun dalam konteks negatif (dalam bentuk memfasilitasi praktik penghindaran pajak itu sendiri).

Seperti diketahui, AI memiliki kemampuan untuk mempelajari data yang diberikan serta membuat prediksi berdasarkan pada penilaian independen terhadap probabilitas dari data tersebut (Forrest, 2021). Oleh karena itu, kemampuan prediktif AI menjadikannya instrumen penting dalam penghindaran pajak.

AI dapat menjadi alat yang canggih untuk mengidentifikasi dan mengatasi penghindaran pajak. Di sisi lain, AI juga mampu menyusun perencanaan pajak yang optimal tanpa mencederai hukum itu sendiri. Algoritma AI bisa memberikan kejelasan dan mengatasi ambiguitas antara perencanaan pajak yang sah dan penghindaran pajak yang tidak wajar (Alarie dan Aidid, 2020).

Penggunaan AI dalam konteks perencanaan pajak menjadi pertimbangan penting strategi penyusunan kebijakan pada masa depan. Apakah AI akan menjadi instrumen dalam pengendalian fiskal yang efektif dalam menangkal penghindaran pajak? Atau justru menjadi senjata bagi wajib pajak untuk mendukung teknik penghindaran pajak yang lebih kompleks dan sulit dicegah?

Peran AI dalam Siklus Penghindaran Pajak

DENGAN kemampuan komputasi tak tertandingi, AI menjadi katalis perubahan segala jenis data menjadi informasi yang dapat ditindaklanjuti untuk meminimalkan kewajiban pajak secara legal. Perannya komprehensif karena memengaruhi setiap tahap proses perencanaan pajak mulai dari analisis awal, implementasi, hingga penyempurnaan strategi (Alarie, 2023).

Algoritma AI dapat menyaring sejumlah besar data hukum, termasuk undang-undang perpajakan, dokumen kebijakan, kasus hukum, dan catatan wajib pajak, untuk menentukan efektivitas perencanaan pajak secara akurat. Perencanaan pajak AI yang prediktif menjadi opsi menjanjikan pada masa depan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Kemahiran AI dalam proses penghindaran pajak akan menimbulkan masalah etika yang serius. Kemajuan teknologi berisiko melampaui batasan etika dan moral. Oleh karena itu, diperlukan adaptasi teknologi lain sebagai penyeimbang serta redesain ketentuan pajak agar fungsi AI dapat mengedepankan kepentingan bersama dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip etika.

Di sisi lain, keberadaan AI bagi otoritas pajak menghadirkan sebuah paradoks. Sementara dapat digunakan oleh wajib pajak sebagai sarana untuk melakukan penghindaran pajak yang legal, AI juga dapat berfungsi sebagai instrumen bagi otoritas pajak untuk mendeteksi dan menangkal penghindaran pajak.

Benjamin Alarie (2023) menjelaskan beberapa cara menggunakan AI untuk menangkal penghindaran pajak. Pertama, menggunakan AI sebagai instrumen pendeteksi dan pengidentifikasi suatu transaksi. Langkah ini bertujuan untuk menentukan suatu transaksi merupakan anomali yang mengarah pada penghindaran pajak atau tidak.

Kedua, meningkatkan kemampuan analisis AI untuk pembedahan transaksi keuangan kompleks yang terjadi dalam pasar global. Dengan demikian, AI dapat memberikan pandangan komprehensif terhadap sistem keuangan canggih yang dimiliki oleh wajib pajak.

Ketiga, mengoptimalkan algoritma AI yang prediktif. Hal ini pada gilirannya memungkinkan adanya pendekatan proaktif dalam meredesain ketentuan pajak dengan fokus terhadap ketentuan yang bersifat strategis dan antisipatif.

Keempat, mempertahankan AI agar selalu beradaptasi untuk merespons strategi penghindaran pajak yang terus berkembang dan dinamis. Dengan demikian, ketentuan pajak menjadi lebih responsif. Kelima, memastikan teknologi AI bersifat transparan dan akuntabel sehingga dapat menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pajak.

Perlu diingat bahwa sistem AI tidak selalu sempurna. Strategi penghindaran pajak yang dihasilkan oleh AI mungkin saja dapat mengaburkan batas antara perencanaan pajak yang legal dan penggelapan pajak yang ilegal. Hal ini dapat menyebabkan konflik hukum dan memerlukan pembuatan panduan peraturan yang jelas terkait dengan penggunaan AI dalam sistem pajak.

AI akan menjadi faktor pengubah dalam lanskap perpajakan, terutama terkait dengan praktik penghindaran pajak. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi yang erat antara pembuat kebijakan, otoritas pajak, dan pelaku industri. Kolaborasi diperlukan untuk memastikan AI dimanfaatkan secara optimal, menjaga integritas ketentuan pajak, dan mewujudkan sistem perpajakan yang adil.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis internal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena DDTC. Lomba ini merupakan bagian dari acara peringatan HUT ke-17 DDTC. (kaw)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : analisis, analisis pajak, pajak, #HUT17DDTC, penghindaran pajak, artificial intelligence, AI

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Hadjrul Aswad

Senin, 14 April 2025 | 13:55 WIB
Sewajarnya pihak otoritas pajak harus bergerak cepat membenahi back bone database mereka segera terintegrasi ke satu platform sistem yang baru apakah itu berbasis regresi linier,decision tree,atau neural network yang dapat mengoptimalisasi proses yg efektif apakah itu dr klasifikasi wajib pajak perk ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 18 April 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Matriks Perubahan Ketentuan Barang Kiriman

Jum'at, 18 April 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Negosiasi Tarif Bea Masuk, RI Siap Impor Migas dan Produk Pertanian AS

Jum'at, 18 April 2025 | 09:19 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Baru Dapat Izin, SKPPL di Laporan Tahunan Konsultan Pajak Boleh Kosong

Jum'at, 18 April 2025 | 09:15 WIB
KONSULTASI CORETAX

Faktur Pajak Masukan Tidak Muncul di Coretax WP OP, Apa Solusinya?

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial