Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Pemerintah Perlu Beri Kejelasan Soal Desain PPh Pasal 22 Marketplace

A+
A-
1
A+
A-
1
Pemerintah Perlu Beri Kejelasan Soal Desain PPh Pasal 22 Marketplace

Dari kiri ke kanan: Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Rosmauli; pembawa acara Ardianto Wijaya; Kepala Bidang Perpajakan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Daniel William Legawa; dan Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji dalam talkshow Arah Angin yang disiarkan oleh TVRI, Rabu (2/7/2025) malam.

JAKARTA, DDTCNews - Otoritas pajak di berbagai negara telah melibatkan penyedia marketplace untuk memungut pajak dari para wajib pajak yang berdagang di marketplace.

Director of DDTC Fiscal Research and Advisory B. Bawono Kristiaji menilai pelibatan marketplace dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi shadow economy.

"Selama ini batu sandungan paling besar dari penerimaan pajak kita adalah shadow economy. Di sini shadow economy bukan berarti sesuatu yang ilegal, tetapi juga bisa saja bersifat legal tetapi saat ini tidak terdeteksi atau tidak masuk dalam radar otoritas," ujar Bawono dalam talkshow Arah Angin yang disiarkan oleh TVRI, Rabu (2/7/2025).

Baca Juga: Diproyeksi Shortfall, Ini Strategi DJP Amankan Penerimaan Pajak

Pada praktiknya di banyak negara, setidaknya terdapat 3 bentuk pelibatan penyedia marketplace dalam pemungutan pajak. Bentuk pelibatan dimaksud antara lain, pertama, melibatkan penyedia marketplace untuk melakukan sosialisasi guna meningkatkan kepatuhan.

Kedua, mewajibkan penyedia marketplace untuk mengumpulkan data perpajakan lalu memberikannya kepada otoritas pajak. Ketiga, mewajibkan penyedia marketplace untuk memungut pajak atas transaksi perdagangan melalui marketplace dimaksud.

Dari ketiga skema tersebut, wajib pajak akan cenderung lebih patuh dalam membayar pajak ketika penyedia marketplace ditunjuk sebagai pemungut dan diwajibkan untuk memungut pajak atas transaksi jual beli barang melalui marketplace.

Baca Juga: Begini Ketentuan Pemotongan Pajak atas Jasa Pelayaran Dalam Negeri

Namun, sebelum Indonesia memilih untuk mewajibkan penyedia marketplace untuk memungut PPh Pasal 22, ada baiknya bagi pemerintah untuk melakukan kajian atas perilaku pedagang di marketplace. "Kita perlu mempelajari behaviour dari pelapak. Misal, berapa rata-rata omzetnya? Apakah mereka terbiasa berdagang multiple platform? Ini penting untuk menjamin efektivitas dari PPh Pasal 22-nya ketika ini diterapkan," ujar Bawono.

Tak hanya itu, pemerintah juga perlu memberikan penjelasan lebih lanjut terkait desain kebijakan pemungutan PPh Pasal 22 oleh penyedia marketplace.

Bawono mengatakan pemerintah perlu memberikan penegasan mengenai PPh Pasal 22 yang bakal dipungut marketplace dan PPh final UMKM yang sudah diterapkan saat ini. Penegasan diperlukan agar tidak timbul pemajakan berganda.

Baca Juga: Ingat! Pembukuan Penting untuk WP Badan, Dokumennya Disimpan 10 Tahun

"Apakah PPh Pasal 22 ini bersifat menggantikan atau diterapkan bersama-sama? Jadi dia dikenakan PPh final tetapi juga ada pemungutan PPh Pasal 22. Kalau ini yang terjadi, betul ada kemungkinan double tax," ujar Bawono.

Namun demikian, bila PPh Pasal 22 yang dipungut oleh marketplace bisa diklaim oleh wajib pajak sebagai pengurang PPh final yang harus dibayar, pemajakan berganda tidak timbul.

Pemerintah perlu memberikan penjelasan mengenai hubungan antara PPh Pasal 22 yang dipungut marketplace dan PPh final UMKM mengingat hingga saat ini pemerintah tidak mencabut rezim PPh dengan tarif 0,5% khusus untuk UMKM tersebut.

Baca Juga: Kejar Penerimaan, Kebijakan Pajak Mesti Sejalan dengan Ekonomi Digital

"Jadi ibaratnya masih ada 2 sistem yang berjalan beriringan. Bagaimana penerapannya di lapangan? Ini mungkin yang kita perlu tahu mengenai desainnya," ujar Bawono.

Menanggapi potensi adanya pemajakan berganda tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Rosmauli mengatakan pemungutan PPh Pasal 22 tidak akan menimbulkan pemajakan berganda bagi pelaku UMKM.

"Kita selalu menghindari pemajakan berganda, apalagi pajak dalam negeri," ujar Rosmauli.

Baca Juga: Kelebihan Bayar Angsuran PPh Pasal 25 Kini Tak Bisa Dipindahbukukan

Rosmauli mengatakan PPh Pasal 22 yang dipungut oleh penyedia marketplace merupakan kredit pajak bagi wajib pajak yang dipungut.

"Kalau dia usahanya online dan offline lalu omzetnya di atas Rp500 juta, memang dia hitung PPh final 0,5%. Ketika dihitung lagi ada pajak yang kurang dibayar, ini menjadi kredit pajak dari keseluruhan pajak yang harus dia bayar," ujar Rosmauli.

Rosmauli pun mengatakan peranan penyedia marketplace diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan para pedagang di marketplace. Dengan penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22, wajib pajak akan dibantu oleh penyedia marketplace dalam melaksanakan kewajiban pajak.

Baca Juga: Penerimaan Tahun Ini Bakal Shortfall, Begini Respons Dirjen Pajak

"Kita mau membantu para pelaku usaha. Pemerintah dalam hal ini berusaha meningkatkan kepatuhan para pelaku usaha dengan cara memberikan sarana dipungut oleh marketplace. Marketplace adalah perpanjangan tangan pemerintah, mitra DJP dalam melakukan pemungutan," ujar Rosmauli.

Pentingnya Kejelasan dan Sosialisasi

Terlepas dari potensi adanya pemajakan berganda di atas, Bawono mengatakan pekerjaan rumah terbesar pemerintah bersama penyedia marketplace adalah memberikan edukasi kepada pelaku usaha atau merchant di marketplace.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 85% pedagang di marketplace memiliki omzet di bawah Rp300 juta. Tak hanya itu, kebanyakan di antara mereka mengaku tidak memiliki pemahaman soal pajak.

Baca Juga: Aspek Perpajakan atas Jasa yang terkait dengan Perhiasan Tertentu

Berkaca pada kondisi ini, Bawono mengatakan regulasi pemungutan PPh Pasal 22 oleh penyedia marketplace perlu memberikan kejelasan kepada mereka yang berdagang melalui marketplace.

"Kita berhadapan dengan pihak-pihak yang mungkin selama ini tidak melek pajak. Menurut saya, yang paling penting adalah menggandeng platform marketplace. Ini akan lebih efektif. Kalau DJP jalan sendiri, platform jalan sendiri, ini jadi agak sulit. Lebih baik digandeng agar bagaimana ekosistem dan melek pajaknya terbangun," ujar Bawono.

Kepala Bidang Perpajakan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Daniel William Legawa pun mengatakan pihaknya selaku asosiasi siap mematuhi kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Baca Juga: Hasil Penyidikan, Kanwil DJP Ini Tetapkan Tersangka Pidana Pajak Baru

Daniel mengatakan pihaknya bersedia untuk duduk bersama DJP guna merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berdagang melalui marketplace.

"Kami sangat mengapresiasi atas waktu untuk berdiskusi dan memberikan masukan kepada DJP serta melakukan review dan tinjau bersama waktu yang paling pas untuk diterapkan," ujar Daniel.

Dalam hal pemerintah benar-benar menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22, Daniel mengatakan pihaknya membutuhkan waktu selama setidaknya 2 tahun untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pedagang.

Baca Juga: Kepada DPR, Sri Mulyani Tegaskan Soal Perpanjangan PPh Final UMKM

"Kami selaku marketplace membawahi puluhan juta pedagang. Ini tidak bisa sebentar saja. Kami butuh jangka waktu untuk menyesuaikan, campaign, dan sosialisasi. Waktunya tidak bisa sekejap saja. Di sini waktu dan timing sangat penting dari nanti ditetapkan sampai berlakunya," ujar Daniel. (dik)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : marketplace, e-commerce, pemungut pajak, PPh, PPh Pasal 22, DJP, idEA

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 29 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Pembuatan Bupot PPh Pasal 21/26 dalam PER-11/PJ/2025

Minggu, 29 Juni 2025 | 09:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Kanwil DJP Ini Lelang 4 Ruko Sitaan Pajak Senilai Rp3,52 Miliar

Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:00 WIB
KANWIL DJP JAWA TIMUR II

DJP Jawa Timur Blokir Rekening Serentak, 3.443 Berkas Diajukan ke Bank

Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:30 WIB
KANWIL DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH

Sampaikan 100 Surat Paksa, DJP Kalselteng Kumpulkan Penerimaan Rp6,2 M

berita pilihan

Kamis, 03 Juli 2025 | 08:30 WIB
PER-7/PJ/2025

Begini Ketentuan Tempat Kedudukan WP Badan dalam PER-7/PJ/2025

Kamis, 03 Juli 2025 | 07:47 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Diproyeksi Shortfall, Ini Strategi DJP Amankan Penerimaan Pajak

Rabu, 02 Juli 2025 | 22:15 WIB
PERATURAN PAJAK

Begini Ketentuan Pemotongan Pajak atas Jasa Pelayaran Dalam Negeri

Rabu, 02 Juli 2025 | 20:00 WIB
KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Ingat! Pembukuan Penting untuk WP Badan, Dokumennya Disimpan 10 Tahun

Rabu, 02 Juli 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kejar Penerimaan, Kebijakan Pajak Mesti Sejalan dengan Ekonomi Digital

Rabu, 02 Juli 2025 | 19:00 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Insentif Motor Listrik Segera Rampung, Wamenperin: Tunggu Rakor Dulu

Rabu, 02 Juli 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Kelebihan Bayar Angsuran PPh Pasal 25 Kini Tak Bisa Dipindahbukukan

Rabu, 02 Juli 2025 | 18:00 WIB
FILIPINA

Tingkatkan Investasi, Filipina Pangkas Pajak Transaksi Saham

Rabu, 02 Juli 2025 | 17:30 WIB
PER-6/PJ/2025

Jangka Waktu Penerbitan Keputusan PKP Berisiko Rendah Dipertegas