Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Potensi Besar, Pemkot Harap Usaha Kos Kembali Jadi Objek Pajak

A+
A-
3
A+
A-
3
Potensi Besar, Pemkot Harap Usaha Kos Kembali Jadi Objek Pajak

Ilustrasi.

MALANG, DDTCNews – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, Jawa Timur, menyoroti potensi hilangnya penerimaan pajak dari sektor usaha kos-kosan seiring dengan berlakunya Undang-Undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Kepala Dinas Tenaga Kerja Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang Arif Tri Sastyawan menyebut UU HKPD telah menghapus usaha kos-kosan dengan lebih dari 10 kamar dari objek pajak daerah. Hal itu pada akhirnya berdampak terhadap kinerja pendapatan asli daerah (PAD).

“Pajak kos-kosan itu sudah tidak ada di perda kita. Artinya, walaupun seseorang punya kos-kosan dengan 40, 100, bahkan 200 kamar, tidak ada kewajiban pajak selain pajak bumi dan vangunan (PBB),” kata Arif, dikutip pada Rabu (11/6/2025).

Baca Juga: Cara Unduh e-SPPT secara Massal oleh Ketua RT atau PPPRS di Jakarta

Sebelum berlakunya UU HKPD, sambung Arif, bangunan kos-kosan dengan lebih dari 10 kamar dikenai pajak hotel. Namun, UU HKPD menghapus rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 pintu dari objek pajak hotel. Untuk itu, Pemkot Malang pun menghapus usaha kos-kosan dari objek pajak dalam peraturan daerahnya.

“Cantolan hukumnya di pusat tidak ada sehingga di perda kita juga tidak bisa dimasukkan,” ucapnya.

Padahal, Arif menilai sektor usaha kos-kosan tetap memiliki potensi penerimaan yang besar. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pembangunan kos-kosan di Kota Malang yang dilengkapi fasilitas modern, layaknya hotel.

Baca Juga: Tagih Pajak Kendaraan, Pemprov Sebar Petugas di Sejumlah Daerah

“Banyak kos-kosan sekarang yang berfasilitas lengkap. Ada AC, kamar mandi dalam, bahkan TV. Tapi, mereka tidak ada kewajiban pajak. Padahal, jumlah kamarnya bisa puluhan,” ungkapnya.

Arif menambahkan karakteristik Kota Malang sebagai kota pendidikan memperkuat urgensi pengelolaan sektor usaha kos-kosan. Sebab, jumlah mahasiswa di Kota Malang hampir setara dengan jumlah penduduknya, yakni sekitar 800.000 jiwa.

Menurut Arif, mayoritas mahasiswa berasal dari luar daerah sehingga sangat bergantung pada kos-kosan.Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa mengkaji kembali penghapusan rumah kos dari objek pajak daerah.

Baca Juga: DPRD Setuju Usaha Restoran dengan Omzet di Bawah Rp15 Juta Bebas Pajak

“Kami sudah sampaikan ini ke DPRD. Kota Malang ini kecenderungannya kos-kosan sangat banyak. Harapannya bisa dikaji ulang di tingkat pusat karena potensi ini sangat besar,” katanya.

Arif mengungkapkan isu serupa juga menjadi pembahasan dalam forum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Surabaya beberapa waktu lalu. Menurutnya, penghapusan usaha kos-kosan sebagai objek pajak lebih berdampak pada kota-kota pendidikan seperti Malang dan Yogyakarta.

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang Handi Priyanto membenarkan hilangnya potensi penerimaan pajak dari usaha kos-kosan. Ia menyebut dulu usaha kos-kosan bisa menyumbang penerimaan hingga sekitar Rp8 miliar.

Baca Juga: KPP Adakan Kelas Pajak, Ulas Ketentuan PPh dan PPN atas Penjualan Emas

“Kurang lebih Rp 8 miliar. Dulu kalau kos-kosan di atas 10 kamar masuk kategori pajak hotel,” ungkap Handi dilansir momentum.com

Sebagai informasi, sebelum berlakunya UU HKPD, rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 dari termasuk dalam definisi hotel sehingga turut dikenakan pajak hotel. Namun, UU HKPD mengganti nomenklatur pajak hotel menjadi pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa perhotelan.

Selain itu, UU HKPD tidak lagi menyebut istilah rumah kos dalam pengertian jasa perhotelan. Namun, UU HKPD, menyebut frasa ‘tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel’ sebagai salah satu objek yang dikenakan PBJT jasa perhotelan.

Baca Juga: Temukan WP Bandel, Ini Strategi Pemkot Tagih Tunggakan Pajaknya

Berdasarkan penjelasan PAsal 53 ayat (1) huruf j UU HKPD, “tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel” adalah rumah, apartemen, dan kondominium yang disediakan sebagai jasa akomodasi selayaknya akomodasi hotel, tetapi tidak termasuk bentuk persewaan (kontrak) jangka panjang (lebih dari 1 bulan). (dik)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HKPD, rumah kos, PBJT atas jasa perhotelan, pajak daerah

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 03 Juni 2025 | 11:30 WIB
KABUPATEN BANTAENG

Optimalisasi Pajak, ASN dan Warga Diminta Segera Mutasi Kendaraan

Senin, 02 Juni 2025 | 12:30 WIB
KOTA MATARAM

Okupansi Hotel Anjlok, Pemkot Bakal Pangkas Target Penerimaan Pajak

Senin, 02 Juni 2025 | 10:00 WIB
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Tahun Ini Terakhir! Gubernur Bakal Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan

Senin, 02 Juni 2025 | 09:00 WIB
KABUPATEN BADUNG

Ribuan Hotel hingga Kafe di Daerah Ini Belum Terdaftar sebagai WP

berita pilihan

Kamis, 12 Juni 2025 | 19:00 WIB
PER-7/PJ/2025

Konsultan Pajak yang Mau Jadi Kuasa Harus Tambah Status Lewat Coretax

Kamis, 12 Juni 2025 | 18:30 WIB
PER-7/PJ/2025

Aturan Baru PKP di Kantor Virtual, Masa Transisi hingga Desember 2025

Kamis, 12 Juni 2025 | 17:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Ajak Masyarakat Manfaatkan Diskon Tiket dan PPN DTP Transportasi

Kamis, 12 Juni 2025 | 17:00 WIB
PER-7/PJ/2025

DJP Perinci Fungsi Nomor Identitas Perpajakan, Apa Saja?

Kamis, 12 Juni 2025 | 16:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Soal Proses Aksesi RI ke OECD, DPR Harap Dampaknya ke Ekonomi

Kamis, 12 Juni 2025 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat! 2 Dokumen Ini Perlu Dilampirkan saat Ajukan Restitusi Pajak

Kamis, 12 Juni 2025 | 15:11 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

Melihat Pajak Minimum Global Lewat Kacamata Teori Keadilan John Rawls