Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY
Jum'at, 11 Juli 2025 | 20:15 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 11 Juli 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK
Kamis, 10 Juli 2025 | 19:30 WIB
TIPS PAJAK
Fokus
Reportase

Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Begini Pandangan Fitch

A+
A-
1
A+
A-
1
Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Begini Pandangan Fitch

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memandang kebijakan pemerintah menjaga tarif efektif PPN sebesar 11% akan berdampak pada prospek fiskal Indonesia.

Fitch menyatakan pembatalan kenaikan tarif PPN efektif sebesar 1 poin persen untuk sebagian besar barang akan menyebabkan Indonesia kehilangan potensi penerimaan yang dirancang sebelumnya. Untuk itu, pemerintah pun harus memastikan kesinambungan fiskal tetap terjaga.

"Pembatalan rencana kenaikan tarif PPN sebesar 1 poin persen akan mengakibatkan hilangnya pendapatan yang diperkirakan sebesar 0,3% dari PDB," tulis Fitch, dikutip pada Minggu (16/3/2025).

Baca Juga: Mitigasi Koreksi Transfer Pricing, Pahami soal Harga Jasa Intragrup

Fitch menyatakan prospek fiskal Indonesia sangat tidak pasti, terutama dalam jangka menengah. Ketidakpastian ini antara lain disebabkan oleh kebijakan menjaga tarif PPN sebesar 11%, dari yang semestinya naik menjadi 12% mulai tahun ini.

Pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif efektif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah. Adapun tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya, dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebesar 12% dengan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

Ditjen Pajak (DJP) memperkirakan tambahan penerimaan dari kenaikan tarif efektif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah akan berkisar Rp1,5 hingga Rp3,5 triliun.

Baca Juga: Memahami Konsep ‘Penerimaan’ sebagai Prasyarat Meningkatkan Penerimaan

Sementara itu, APBN 2025 telanjur disusun dengan asumsi tarif PPN sebesar 12% berlaku secara umum, yang diestimasi mampu mendatangkan tambahan penerimaan senilai Rp75 triliun.

Secara umum, Fitch memproyeksikan rasio pendapatan negara di Indonesia rata-rata sebesar 14,3% dari PDB pada 2025 dan 2026. Angka ini jauh di bawah median kategori negara yang mendapatkan peringkat BBB, yakni sebesar 21,2% PDB.

Proyeksi rasio pendapatan negara itu didasarkan pada proyeksi penurunan harga komoditas global dan tantangan dalam meningkatkan pendapatan secara signifikan, terutama setelah pembatalan kenaikan tarif efektif PPN.

Baca Juga: Beli Jasa Telekomunikasi di atas Rp2 Juta, Puskesmas Tidak Pungut PPN

Pendapatan negara yang rendah tersebut juga dinilai berkontribusi terhadap tingginya rasio bunga dari pendapatan Indonesia, yang diproyeksikan sebesar 15,6% pada 2026, jauh di atas median negara kategori BBB sebesar 8,4%.

"Peningkatan rasio pendapatan agar mendekati level negara 'BBB' dapat dilakukan dengan perbaikan kepatuhan pajak atau perluasan basis pajak sehingga memperkuat fleksibilitas keuangan negara," sebut Fitch.

Sebelumnya, Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat utang Indonesia pada level BBB atau satu tingkat di atas level terendah investment grade dengan outlook stabil pada 11 Maret 2025. Fitch menilai pemerintah masih berkomitmen meningkatkan mobilisasi pendapatan sekaligus melaksanakan efisiensi pengeluaran sehingga rasio utang pemerintah diperkirakan turun secara moderat menjadi 39,1% PDB pada 2028.

Baca Juga: Wanita Kawin Jadi Kepala Keluarga, Bagaimana NPWP dan DUK-nya?

Fitch menyebut terdapat potensi peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa depan apabila pemerintah dapat meningkatkan rasio pendapatan secara signifikan serta jika kerentanan eksternal dapat dikurangi. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Fitch Ratings, peringkat utang, utang indonesia, investasi, ekonomi, pajak, tarif PPN, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 12 Juli 2025 | 12:00 WIB
PROVINSI PAPUA BARAT

Pemprov Papua Barat Minta ASN Lunasi Tunggakan Pajak Kendaraan

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria dan Ketentuan Penghapusan NPWP

Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY

Menakar Sistem Perpajakan yang Berkeadilan Gender

berita pilihan

Minggu, 13 Juli 2025 | 20:38 WIB
TRANSAKSI JASA INTRAGRUP

Mitigasi Koreksi Transfer Pricing, Pahami soal Harga Jasa Intragrup

Minggu, 13 Juli 2025 | 15:00 WIB
PER-7/PJ/2025

Wanita Kawin Jadi Kepala Keluarga, Bagaimana NPWP dan DUK-nya?

Minggu, 13 Juli 2025 | 14:30 WIB
PER-8/PJ/2025

Dokumen yang Perlu Dilampirkan WP saat Ajukan Pembukuan Bahasa Inggris

Minggu, 13 Juli 2025 | 14:00 WIB
PER-10/PJ/2025

DJP Bisa Tukar 2 Jenis Data Ini dengan Negara Lain secara Otomatis

Minggu, 13 Juli 2025 | 11:30 WIB
KOTA PONTIANAK

Kejar Pendapatan Daerah, Wali Kota Sasar Pajak Resto hingga Hiburan

Minggu, 13 Juli 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Seputar Ketentuan Laporan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

Minggu, 13 Juli 2025 | 10:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Tarif Trump Bikin Ketidakpastian Perdagangan Dunia, Begini Respons IMF

Minggu, 13 Juli 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Tertibkan Perbatasan dan Peredaran Barang Ilegal, Begini Langkah DJBC

Minggu, 13 Juli 2025 | 09:00 WIB
CORETAX SYSTEM

Kring Pajak Jelaskan Teknis Buat Faktur Pajak dengan Pembayaran Termin