Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Begini Pandangan Fitch

A+
A-
1
A+
A-
1
Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Begini Pandangan Fitch

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memandang kebijakan pemerintah menjaga tarif efektif PPN sebesar 11% akan berdampak pada prospek fiskal Indonesia.

Fitch menyatakan pembatalan kenaikan tarif PPN efektif sebesar 1 poin persen untuk sebagian besar barang akan menyebabkan Indonesia kehilangan potensi penerimaan yang dirancang sebelumnya. Untuk itu, pemerintah pun harus memastikan kesinambungan fiskal tetap terjaga.

"Pembatalan rencana kenaikan tarif PPN sebesar 1 poin persen akan mengakibatkan hilangnya pendapatan yang diperkirakan sebesar 0,3% dari PDB," tulis Fitch, dikutip pada Minggu (16/3/2025).

Baca Juga: Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Fitch menyatakan prospek fiskal Indonesia sangat tidak pasti, terutama dalam jangka menengah. Ketidakpastian ini antara lain disebabkan oleh kebijakan menjaga tarif PPN sebesar 11%, dari yang semestinya naik menjadi 12% mulai tahun ini.

Pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif efektif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah. Adapun tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya, dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebesar 12% dengan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

Ditjen Pajak (DJP) memperkirakan tambahan penerimaan dari kenaikan tarif efektif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah akan berkisar Rp1,5 hingga Rp3,5 triliun.

Baca Juga: Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Sementara itu, APBN 2025 telanjur disusun dengan asumsi tarif PPN sebesar 12% berlaku secara umum, yang diestimasi mampu mendatangkan tambahan penerimaan senilai Rp75 triliun.

Secara umum, Fitch memproyeksikan rasio pendapatan negara di Indonesia rata-rata sebesar 14,3% dari PDB pada 2025 dan 2026. Angka ini jauh di bawah median kategori negara yang mendapatkan peringkat BBB, yakni sebesar 21,2% PDB.

Proyeksi rasio pendapatan negara itu didasarkan pada proyeksi penurunan harga komoditas global dan tantangan dalam meningkatkan pendapatan secara signifikan, terutama setelah pembatalan kenaikan tarif efektif PPN.

Baca Juga: WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Pendapatan negara yang rendah tersebut juga dinilai berkontribusi terhadap tingginya rasio bunga dari pendapatan Indonesia, yang diproyeksikan sebesar 15,6% pada 2026, jauh di atas median negara kategori BBB sebesar 8,4%.

"Peningkatan rasio pendapatan agar mendekati level negara 'BBB' dapat dilakukan dengan perbaikan kepatuhan pajak atau perluasan basis pajak sehingga memperkuat fleksibilitas keuangan negara," sebut Fitch.

Sebelumnya, Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat utang Indonesia pada level BBB atau satu tingkat di atas level terendah investment grade dengan outlook stabil pada 11 Maret 2025. Fitch menilai pemerintah masih berkomitmen meningkatkan mobilisasi pendapatan sekaligus melaksanakan efisiensi pengeluaran sehingga rasio utang pemerintah diperkirakan turun secara moderat menjadi 39,1% PDB pada 2028.

Baca Juga: Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Fitch menyebut terdapat potensi peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa depan apabila pemerintah dapat meningkatkan rasio pendapatan secara signifikan serta jika kerentanan eksternal dapat dikurangi. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Fitch Ratings, peringkat utang, utang indonesia, investasi, ekonomi, pajak, tarif PPN, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 14 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi?

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, 3 Simpulan Ini Bisa Buat SP2DK Naik ke Pemeriksaan

Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE

Masih Dibuka, Daftar Kelas Persiapan Ujian ADIT Transfer Pricing

berita pilihan

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:13 WIB
UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan

Rabu, 14 Mei 2025 | 16:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Penerimaan Negara, Tembaga Bakal Masuk SIMBARA pada 2026

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:00 WIB
SE-05/PJ/2022

Jadi Sasaran Penelitian Komprehensif, Siapa itu WP Strategis?

Rabu, 14 Mei 2025 | 14:45 WIB
RUU PERAMPASAN ASET

Soal RUU Perampasan Aset, Prabowo Sudah Komunikasi dengan Ketum Parpol