Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)
Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK
Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 29 Mei 2025 | 13:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (1)
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Adakah Isu Transfer Pricing atas Biaya Recharge Antarperusahaan?

A+
A-
8
A+
A-
8
Adakah Isu Transfer Pricing atas Biaya Recharge Antarperusahaan?

DALAM menjalankan kegiatan operasional, perusahaan sering kali melakukan berbagai macam transaksi, baik terkait dengan perolehan penghasilan maupun terkait dengan biaya. Kondisi tersebut juga dialami oleh perusahaan multinasional atau entitas-entitas di dalam sebuah grup usaha.

Dari beragam jenis transaksi yang dilakukan perusahaan, ada transaksi biaya recharge. Transaksi biaya recharge pada umumnya dilakukan sehubungan dengan pembayaran yang dilakukan oleh satu perusahaan atas nama perusahaan lain kepada pihak ketiga. Pembayaran dilakukan atas tagihan yang diberikan oleh pihak ketiga.

Transaksi biaya recharge ini menjadi isu tersendiri jika ditagihkan antarperusahaan dalam suatu grup yang sama. Misal, suatu tagihan yang dibayarkan anak perusahaan atas nama entitas induk selaku penerima jasa kepada penyedia jasa independen. Isu utamanya adalah apakah biaya recharge yang ditagihkan anak perusahaan kepada entitas induk sudah wajar?

Wajib pajak harus menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam penentuan harga transfer (transfer pricing) atas transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa sesuai ketentuan dengan Pasal 3 PMK 172/2023. Dengan demikian, kewajaran nilai transaksi atas biaya recharge yang ditagihkan anak perusahaan kepada entitas induk perlu ditinjau.

Sebelum meninjau kewajaran nilai transaksi, ada baiknya kita perlu memahami terlebih dahulu terkait dengan sifat sebenarnya (true nature) dari transaksi biaya recharge yang dilakukan.

Penentuan sifat transaksi merupakan langkah penting untuk menentukan biaya recharge yang dibayarkan akan dianggap sebagai reimbursement, biaya pass-through, atau jasa dan dimasukkan dalam dasar biaya untuk menentukan keuntungan yang akan diperoleh penyedia jasa (Patel et al., 2024).

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas jika biaya recharge dianggap sebagai biaya pass-through. Berdasarkan pada skenario biaya pass-through, anak perusahaan hanya bertindak sebagai perantara yang menggantikan entitas induknya dalam melakukan transaksi pembayaran dengan penyedia jasa independen. Penerima jasa sebenarnya di sini adalah entitas induk.

Sementara dari sisi arus kas, anak perusahaan akan memiliki dua arus kas, yaitu arus kas keluar yang merupakan biaya yang dibayarkan kepada penyedia jasa independen serta arus kas masuk yang merupakan penerimaan dari entitas induk (sejumlah biaya yang ditagihkan penyedia jasa independen kepada anak perusahaan). Atas perjumpaan kedua arus kas tersebut seharusnya akan menghasilkan angka yang net-off.

Berdasarkan pada Paragraf 7.34 OECD Guidelines, apabila perusahaan afiliasi hanya bertindak sebagai agen atau perantara dalam penyediaan jasa, mungkin tidak tepat untuk menentukan harga wajar sebagai mark-up pada biaya jasa, tetapi pada biaya fungsi keagenan itu sendiri.

UN TP Manual Paragraf 5.4.7.1 juga menyatakan dalam kasus biaya pass-through, mungkin tidak tepat jika perusahaan afiliasi menerima mark-up atas biaya jasa recharge. Sebaliknya, kompensasi agen dapat didasarkan pada biaya fungsi keagenan itu sendiri dan biaya recharge dapat dialokasikan ke entitas lain dalam perusahaan multinasional tanpa mark-up.

Dengan demikian, apabila anak perusahaan secara aktual hanya bertindak sebagai agen atau perantara, akan lebih tepat untuk menagihkan biaya recharge tanpa adanya mark-up. Artinya, penagihan dilakukan sejumlah biaya penuh yang dibayarkan anak perusahaan kepada penyedia jasa independen atas jasa yang diberikan.

Beban Pembuktian

WAJIB pajak tetap memiliki beban pembuktian untuk membuktikan sifat sebenarnya dari transaksi biaya recharge yang dilakukan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh wajib pajak sehubungan dengan beban pembuktian biaya recharge yang diklasifikasi sebagai biaya pass-through.

Pertama, wajib pajak harus merancang perjanjian yang sesuai antarperusahaan. Perjanjian tersebut harus mendokumentasikan dasar remunerasi yang akan menjadi pengembalian biaya nilai tambah. Selain itu, sifat dari biaya recharge harus dinyatakan secara jelas dalam perjanjian tersebut.

Kedua, analisis ekonomis untuk menentukan wajib pajak melakukan fungsi, menggunakan aset, atau mengasumsikan risiko sehubungan dengan biaya recharge. Ketiga, wajib pajak harus memperkuat bahwa di sini hanya bertindak sebagai perantara sehubungan dengan biaya recharge.

Keempat, wajib pajak harus mempertimbangkan semua fakta dan kondisi yang berkaitan dengan transaksi. Kelima, wajib pajak harus mengevaluasi seluruh rantai nilai dari transaksi dan jasa.

Keenam, wajib pajak harus memelihara dokumentasi dan bukti pendukung yang kuat seperti email dan lainnya. Hal ini untuk membuktikan sifat sebenarnya dari jasa yang disediakan, yang akan mengungkapkan bahwa biaya recharge perlu ditagihkan hanya secara at cost.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis internal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena DDTC. Lomba ini merupakan bagian dari acara peringatan HUT ke-17 DDTC. (kaw)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : analisis, analisis pajak, pajak, #HUT17DDTC, transfer pricing, biaya recharge, beban pembuktian

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Bagusa Jiwo

Jum'at, 10 Januari 2025 | 20:41 WIB
hy kk...saya mau daftar imei ipon bsa kk
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Perlu ke DJP, Pembaruan Tanggungan WP Cukup Infokan Pemberi Kerja

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:00 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:15 WIB
PER-11/PJ/2025

DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

berita pilihan

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)

Ketentuan Penerbitan SKPKB

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:00 WIB
NOTA DINAS No.ND-4/PJ/PJ.02/2025

DJP Terbitkan Nota Dinas soal Perlakuan PPh atas Pengelolaan Rusun

Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK

Muncul di Publikasi Global, Dua Profesional DDTC Ulas Sengketa Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA

Setoran Penerimaan Pajak di Jakarta Turun 5 Persen, PPN Paling Anjlok

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Tugas dan Fungsi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bikin Faktur Pajak Lewat Aplikasi Lama, PER-03/PJ/2022 Tetap Berlaku

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:00 WIB
AFRIKA SELATAN

Ditolak Rakyat, Negara Ini Batalkan Rencana Kenaikan PPN

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO