Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

Adakah Isu Transfer Pricing atas Biaya Recharge Antarperusahaan?

A+
A-
8
A+
A-
8
Adakah Isu Transfer Pricing atas Biaya Recharge Antarperusahaan?

DALAM menjalankan kegiatan operasional, perusahaan sering kali melakukan berbagai macam transaksi, baik terkait dengan perolehan penghasilan maupun terkait dengan biaya. Kondisi tersebut juga dialami oleh perusahaan multinasional atau entitas-entitas di dalam sebuah grup usaha.

Dari beragam jenis transaksi yang dilakukan perusahaan, ada transaksi biaya recharge. Transaksi biaya recharge pada umumnya dilakukan sehubungan dengan pembayaran yang dilakukan oleh satu perusahaan atas nama perusahaan lain kepada pihak ketiga. Pembayaran dilakukan atas tagihan yang diberikan oleh pihak ketiga.

Transaksi biaya recharge ini menjadi isu tersendiri jika ditagihkan antarperusahaan dalam suatu grup yang sama. Misal, suatu tagihan yang dibayarkan anak perusahaan atas nama entitas induk selaku penerima jasa kepada penyedia jasa independen. Isu utamanya adalah apakah biaya recharge yang ditagihkan anak perusahaan kepada entitas induk sudah wajar?

Wajib pajak harus menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam penentuan harga transfer (transfer pricing) atas transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa sesuai ketentuan dengan Pasal 3 PMK 172/2023. Dengan demikian, kewajaran nilai transaksi atas biaya recharge yang ditagihkan anak perusahaan kepada entitas induk perlu ditinjau.

Sebelum meninjau kewajaran nilai transaksi, ada baiknya kita perlu memahami terlebih dahulu terkait dengan sifat sebenarnya (true nature) dari transaksi biaya recharge yang dilakukan.

Penentuan sifat transaksi merupakan langkah penting untuk menentukan biaya recharge yang dibayarkan akan dianggap sebagai reimbursement, biaya pass-through, atau jasa dan dimasukkan dalam dasar biaya untuk menentukan keuntungan yang akan diperoleh penyedia jasa (Patel et al., 2024).

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas jika biaya recharge dianggap sebagai biaya pass-through. Berdasarkan pada skenario biaya pass-through, anak perusahaan hanya bertindak sebagai perantara yang menggantikan entitas induknya dalam melakukan transaksi pembayaran dengan penyedia jasa independen. Penerima jasa sebenarnya di sini adalah entitas induk.

Sementara dari sisi arus kas, anak perusahaan akan memiliki dua arus kas, yaitu arus kas keluar yang merupakan biaya yang dibayarkan kepada penyedia jasa independen serta arus kas masuk yang merupakan penerimaan dari entitas induk (sejumlah biaya yang ditagihkan penyedia jasa independen kepada anak perusahaan). Atas perjumpaan kedua arus kas tersebut seharusnya akan menghasilkan angka yang net-off.

Berdasarkan pada Paragraf 7.34 OECD Guidelines, apabila perusahaan afiliasi hanya bertindak sebagai agen atau perantara dalam penyediaan jasa, mungkin tidak tepat untuk menentukan harga wajar sebagai mark-up pada biaya jasa, tetapi pada biaya fungsi keagenan itu sendiri.

UN TP Manual Paragraf 5.4.7.1 juga menyatakan dalam kasus biaya pass-through, mungkin tidak tepat jika perusahaan afiliasi menerima mark-up atas biaya jasa recharge. Sebaliknya, kompensasi agen dapat didasarkan pada biaya fungsi keagenan itu sendiri dan biaya recharge dapat dialokasikan ke entitas lain dalam perusahaan multinasional tanpa mark-up.

Dengan demikian, apabila anak perusahaan secara aktual hanya bertindak sebagai agen atau perantara, akan lebih tepat untuk menagihkan biaya recharge tanpa adanya mark-up. Artinya, penagihan dilakukan sejumlah biaya penuh yang dibayarkan anak perusahaan kepada penyedia jasa independen atas jasa yang diberikan.

Beban Pembuktian

WAJIB pajak tetap memiliki beban pembuktian untuk membuktikan sifat sebenarnya dari transaksi biaya recharge yang dilakukan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh wajib pajak sehubungan dengan beban pembuktian biaya recharge yang diklasifikasi sebagai biaya pass-through.

Pertama, wajib pajak harus merancang perjanjian yang sesuai antarperusahaan. Perjanjian tersebut harus mendokumentasikan dasar remunerasi yang akan menjadi pengembalian biaya nilai tambah. Selain itu, sifat dari biaya recharge harus dinyatakan secara jelas dalam perjanjian tersebut.

Kedua, analisis ekonomis untuk menentukan wajib pajak melakukan fungsi, menggunakan aset, atau mengasumsikan risiko sehubungan dengan biaya recharge. Ketiga, wajib pajak harus memperkuat bahwa di sini hanya bertindak sebagai perantara sehubungan dengan biaya recharge.

Keempat, wajib pajak harus mempertimbangkan semua fakta dan kondisi yang berkaitan dengan transaksi. Kelima, wajib pajak harus mengevaluasi seluruh rantai nilai dari transaksi dan jasa.

Keenam, wajib pajak harus memelihara dokumentasi dan bukti pendukung yang kuat seperti email dan lainnya. Hal ini untuk membuktikan sifat sebenarnya dari jasa yang disediakan, yang akan mengungkapkan bahwa biaya recharge perlu ditagihkan hanya secara at cost.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis internal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena DDTC. Lomba ini merupakan bagian dari acara peringatan HUT ke-17 DDTC. (kaw)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : analisis, analisis pajak, pajak, #HUT17DDTC, transfer pricing, biaya recharge, beban pembuktian

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Bagusa Jiwo

Jum'at, 10 Januari 2025 | 20:41 WIB
hy kk...saya mau daftar imei ipon bsa kk
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Februari 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenaker Usul Pegawai Padat Karya yang Dapat Insentif Pajak Diperluas

Kamis, 27 Februari 2025 | 19:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Unduh Bukti Potong 1721-A1 bagi Pegawai di DJP Online

Kamis, 27 Februari 2025 | 18:45 WIB
AMERIKA SERIKAT

Trump Siapkan Bea Masuk 25 Persen atas Impor Barang dari Uni Eropa

Kamis, 27 Februari 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bappenas: Tarik Investasi, Insentif Pajak Bukan Fokus Utama

berita pilihan

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:30 WIB
THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:00 WIB
PMK 15/2025

Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pemeriksaan Fisik Barang Impor?

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:30 WIB
REKAP PERATURAN

Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:30 WIB
RPJMN 2025-2029

Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:21 WIB
KONSULTASI PAJAK

Bangun Usaha di Kawasan Industri? Ini Menu Insentif Perpajakannya

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:00 WIB
SELEBRITAS

Ajak WP Segera Lapor SPT Tahunan, Jonatan Christie: Jangan Ditunda

Jum'at, 28 Februari 2025 | 14:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Tak Kena Sanksi! PPh Masa Januari 2025 Disetor Paling Lambat Hari Ini