Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Apa Itu Opsen Pajak?

A+
A-
5
A+
A-
5
Apa Itu Opsen Pajak?

DESENTRALISASI fiskal, secara ringkas, merupakan pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengambil keputusan di bidang fiskal. Wewenang tersebut meliputi pengaturan atas aspek penerimaan dan pengeluaran.

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya UU 25/1999. Namun, era desentralisasi fiskal baru efektif dilaksanakan pada 1 Januari 2001. Dalam perkembangannya, UU 25/1999 dicabut dan digantikan dengan UU 33/2004.

Pada dasarnya, UU 25/1999 dan UU 33/2004 mengatur tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, salah satunya kewenangan daerah untuk memungut pajak daerah. Kewenangan itu diperkuat dengan UU 34/2000 s.t.d.d UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Baca Juga: Sederet Layanan yang Diberikan oleh Kring Pajak

Setalah 2 dasarwarsa berjalan, terdapat perkembangan dan dinamika pelaksanaan desentralisasi fiskal. Untuk itu, melalui RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), pemerintah berencana menyesuaikan ketentuan terkait dengan desentralisasi fiskal dan pajak daerah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

Adapun salah satu terobosan yang diusulkan adalah penerapan skema opsen pajak. Ada 3 jenis pajak daerah yang memperkenalkan opsen pajak, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).

Lantas, apa itu opsen pajak?

Definisi

MENGACU pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), opsen adalah tambahan pajak menurut persentase tertentu, biasanya untuk kepentingan kas pemerintah daerah. Selaras dengan itu, RUU HKPD mendefinisikan opsen sebagai pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu.

Baca Juga: Disokong PBJT dan Opsen PKB, Realisasi PAD Capai Rp320 Miliar

Sebagai suatu pungutan tambahan, subjek dan wajib pajak opsen mengikuti pajak yang ditumpangi (diopsenkan). Begitu pula dengan objek pajak opsen juga mengikuti objek pajak yang diopsenkan. Misalnya, wajib dan objek pajak opsen BBNKB sama dengan wajib dan objek BBNKB.

Namun, berbeda dengan pajak pada umumnya, opsen tidak dikenakan berdasarkan pada nilai transaksi atau nilai objek pajak. Adapun dasar pengenaan opsen adalah besaran pajak terutang yang diopsenkan. Hal ini berarti cara menghitung opsen adalah tarif opsen dikalikan besaran pajak yang diopsenkan.

Contohnya, apabila pemerintah menetapkan tarif opsen BBNKB sebesar 30% maka tarif tersebut dikalikan dengan besaran BBNKB terutang (tarif BBNKB dikalikan dasar pengenaan pajak). Dengan demikian, adanya opsen BBNKB membuat beban wajib pajak bertambah maksimal 6% (tarif opsen 30% dikali tarif maksimal BBNKB 20%).

Baca Juga: DJP: 3.794 WP Ajukan Pengurangan Angsuran PPh 25 pada 2024

Namun, dalam RUU HKPD, pemerintah berencana menurunkan tarif PKB, BBNKB, dan MBLB. Penyesuaian tarif tersebut dilakukan agar beban wajib pajak tidak bertambah secara siginifikan, bahkan relatif tetap.

Selain itu, guna menyederhanakan administrasi, opsen akan dipungut secara bersamaan dengan pajak yang diopsenkan. Adapun penambahan opsen pajak MBLB untuk provinsi diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah.

Sementara itu, skema opsen PKB dan BBNKB pada hakikatnya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Pasalnya, mekanisme bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota selama ini menimbulkan masalah keterlambatan karena disalurkan secara periodik.

Baca Juga: Penghapusan BPHTB Disebut Jadi Karpet Merah Wong Cilik Punya Rumah

Untuk itu, skema opsen diperkenalkan dengan tujuan agar ketika wajib pajak membayar pajak provinsi seketika bagian kabupaten/kota atas pajak tersebut dapat diterima secara paralel. Begitu pula sebaliknya agar opsen MBLB dari pajak kabupaten/kota kepada provinsi dapat diterima tepat waktu.

Skema opsen sebelumnya sempat diajukan pemerintah melalui RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah pada 2018. Selain itu, skema opsen juga pernah diterapkan sebagai salah satu jenis pajak daerah sampai dengan 1997, di antaranya opsen pajak penjualan bensin dan opsen pajak rumah tangga.

Dalam lanskap internasional, skema opsen pajak serupa dengan istilah piggyback tax. Secara ringkas, piggyback tax adalah pajak yang dirancang sebagai persentase tertentu dari pajak lain (Sarokin, 2020).

Baca Juga: Pemindahbukuan Tak Lagi Sefleksibel Dulu, Fiskus Beberkan Perubahannya

Sementara itu, Garner Jr (1975) mendefinisikan piggyback tax sebagai pemungutan pajak oleh satu tingkat pemerintahan untuk kepentingan tingkat pemerintah yang lain. Misalnya di Amerika Serikat, pemerintahan negara bagian memungut pajak sekian persen di atas pajak penghasilan negara federal (Lohman, 2003).

Di sisi lain, McLure, Charles E (1983) mendefinisikan piggyback tax sebagai kewenangan pemerintah daerah untuk mengenakan pajak atas basis pajak nasional di samping pajak yang sudah dikenakan pemerintah pusat. Dengan kata lain, dalam satu basis pajak dikenakan 2 macam tarif pajak.

Simpulan

INTINYA, opsen pajak adalah pungutan tambahan berdasarkan persentase tertentu atas suatu jenis pajak. Sebagai suatu pungutan tambahan, dasar pengenaan pajak opsen adalah besaran pajak yang diopsenkan. (kaw)

Baca Juga: PKP BPHT Mau Beralih ke Tarif PPN Umum, Pemberitahuan Bisa Via Coretax

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kamus pajak, kamus, pajak, opsen pajak, pajak daerah, RUU HKPD, kebijakan pajak, PDRD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 09 Mei 2025 | 19:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

IMF Dorong Negara Fokus Reformasi Pajak di Tengah Gejolak Tarif AS

Jum'at, 09 Mei 2025 | 19:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Akibat Lebih Bayar 2024, PPh Pasal 21 Januari-Februari 2025 Tertekan

Jum'at, 09 Mei 2025 | 18:14 WIB
DDTC ACADEMY – PERSONALISED TRAINING

DDTC Academy Gelar In-House Training soal Pajak Minimum Global

Jum'at, 09 Mei 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Standar Pemeriksaan Pajak?

berita pilihan

Minggu, 11 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Layanan yang Diberikan oleh Kring Pajak

Minggu, 11 Mei 2025 | 10:30 WIB
KOTA PEKANBARU

Disokong PBJT dan Opsen PKB, Realisasi PAD Capai Rp320 Miliar

Minggu, 11 Mei 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP: 3.794 WP Ajukan Pengurangan Angsuran PPh 25 pada 2024

Minggu, 11 Mei 2025 | 09:30 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Dorong Aktivitas Ekonomi, Anggota DPR Minta Pemerintah Genjot Belanja

Minggu, 11 Mei 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Penghapusan BPHTB Disebut Jadi Karpet Merah Wong Cilik Punya Rumah

Minggu, 11 Mei 2025 | 08:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Danantara Ingin Bentuk Trust Fund, Rosan Ajak Bill Gates Taruh Dana

Minggu, 11 Mei 2025 | 07:30 WIB
CORETAX SYSTEM

PKP BPHT Mau Beralih ke Tarif PPN Umum, Pemberitahuan Bisa Via Coretax

Sabtu, 10 Mei 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN JOMBANG

Protes Lonjakan Tagihan PBB-P2, Puluhan Orang Demo Kantor Bapenda

Sabtu, 10 Mei 2025 | 12:15 WIB
KONGRES AKP2I

PPPK: Konsultan Pajak Berperan Penting dalam Peningkatan Tax Ratio

Sabtu, 10 Mei 2025 | 12:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Ajukan Permohonan Status Pemungut Bea Meterai Via Coretax