Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 14 Juli 2025 | 06:00 WIB
HARI PAJAK 2025
Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY
Jum'at, 11 Juli 2025 | 20:15 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 11 Juli 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK
Fokus
Reportase

Aturan Terbaru Batas Waktu Setor-Lapor PPh 26 Atas Premi Luar Negeri

A+
A-
0
A+
A-
0
Aturan Terbaru Batas Waktu Setor-Lapor PPh 26 Atas Premi Luar Negeri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan dalam PMK 81/2024 mengatur ulang batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayar ke luar negeri.

Merujuk Pasal 243 ayat (4) PMK 81/2024, pemotong pajak wajib menyetor PPh Pasal 26 tersebut maksimal 15 hari setelah saat terutangnya pajak. Sebelumnya, berdasarkan KMK 624/KMK.04/1994, penyetoran PPh Pasal 26 atas penghasilan itu dilakukan maksimal 10 hari setelah saat terutang.

“Pemotong pajak ... wajib menyetor PPh Pasal 26 paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak,” bunyi Pasal 243 ayat (4) PMK 81/2024, dikutip pada Kamis (6/2/2024).

Baca Juga: WP Tak Perlu Bingung, Jatuh Tempo Bayar Pajak Kini Sudah Diseragamkan

Selanjutnya, pemotong pajak wajib melaporkan PPh Pasal 26 tersebut maksimal 20 hari setelah saat terutangnya pajak. Pelaporan dilakukan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi. Ketentuan batas waktu ini merupakan pengaturan baru yang dibawa PMK 81/2024.

Sebelumnya, KMK 624/KMK.04/1994 tidak mengatur perihal batas waktu pelaporan. Jenis SPT yang digunakan pun berbeda. Berdasarkan KMK 624/KMK.04/1994, SPT yang digunakan adalah SPT Masa PPh Pasal 26.

PMK 81/2024 juga mengatur pengenaan sanksi bagi pemotong pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayar ke luar negeri tepat waktu.

Baca Juga: Jenis SPT Masa PPN Berubah, Begini Perinciannya

Merujuk Pasal 243 ayat (6) PMK 81/2024, pemotong pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan tepat waktu akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU KUP. Sebelumnya, KMK 624/KMK.04/1994 belum mengatur perihal pengenaan sanksi.

Sebagai informasi. pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dipotong PPh Pasal 26. PPh Pasal 26 dikenakan dengan tarif 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Ada 3 persentase yang digunakan untuk menentukan besarnya perkiraan penghasilan neto. Penggunaan persentase perkiraan penghasilan neto itu tergantung pada pihak yang membayarkan premi dan penerima premi.

Baca Juga: Ditjen Pajak Sediakan Panduan Penggunaan Aplikasi Genta di DJP Online

Pertama, 50% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Kedua, 10% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Ketiga, 5% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Baca Juga: Sudah Banyak Perubahan, DJP Cabut Perdirjen Pajak soal PPh Pasal 22

PPh Pasal 26 atas penghasilan itu terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut. Atas pemotongan ini, pemotong pajak wajib membuat bukti potong PPh Pasal 26 dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PMK 81/2024, premi asuransi, PPh Pasal 26, asuransi, reasuransi, SPT Masa PPh

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 25 Mei 2025 | 10:30 WIB
PERATURAN PAJAK

Sederet Kriteria Pemungut PPh Pasal 22 dalam PMK 81/2024

Jum'at, 23 Mei 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bisakah Pajak Masukan Dikreditkan Sebelum WP Dikukuhkan sebagai PKP?

Kamis, 22 Mei 2025 | 17:30 WIB
PMK 81/2024

Mau Hapus NPWP? WP Badan Tak Boleh Tersangkut 13 Kegiatan Ini

Kamis, 22 Mei 2025 | 11:30 WIB
CORETAX SYSTEM

Pendaftaran Objek PBB-P5L Kini Sudah Bisa Dilakukan Via Coretax DJP

berita pilihan

Senin, 14 Juli 2025 | 09:00 WIB
PER-11/PJ/2025

Kreditkan PM sebelum Pengukuhan PKP, Ini SPT Masa yang Digunakan

Senin, 14 Juli 2025 | 08:30 WIB
KERJA SAMA INTERNASIONAL

Kesepakatan Politik IEU-CEPA Akhirnya Tercapai

Senin, 14 Juli 2025 | 07:45 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Untuk Kepastian Pajak, Pertukaran Data di Kemenkeu Bakal Otomatis

Senin, 14 Juli 2025 | 06:00 WIB
HARI PAJAK 2025

Hari Pajak 2025: Asah Sistem Pajak yang Adaptif dengan Digitalisasi

Senin, 14 Juli 2025 | 06:00 WIB
J.B SUMARLIN:

‘Jangan Sampai yang Sudah Taat Pajak Malah Kecewa’

Senin, 14 Juli 2025 | 06:00 WIB
DIREKTUR PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUMAS DITJEN PAJAK ROSMAULI

‘Didukung WP dan Fiskus, Pajak Jadi Instrumen Perkuat Kemandirian RI’

Senin, 14 Juli 2025 | 06:00 WIB
HARI PAJAK 2025

Hari Pajak 2025: Momentum Jadikan Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh

Minggu, 13 Juli 2025 | 20:38 WIB
TRANSAKSI JASA INTRAGRUP

Mitigasi Koreksi Transfer Pricing, Pahami soal Harga Jasa Intragrup

Minggu, 13 Juli 2025 | 15:00 WIB
PER-7/PJ/2025

Wanita Kawin Jadi Kepala Keluarga, Bagaimana NPWP dan DUK-nya?