Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 15 Juli 2025 | 10:52 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 14 Juli 2025 | 18:45 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 14 Juli 2025 | 10:07 WIB
UNIVERSITAS MATARAM
Minggu, 13 Juli 2025 | 12:00 WIB
UNIVERSITAS GAYAJANA MALANG
Fokus
Reportase

Aturan Terbaru Batas Waktu Setor-Lapor PPh 26 Atas Premi Luar Negeri

A+
A-
0
A+
A-
0
Aturan Terbaru Batas Waktu Setor-Lapor PPh 26 Atas Premi Luar Negeri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan dalam PMK 81/2024 mengatur ulang batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayar ke luar negeri.

Merujuk Pasal 243 ayat (4) PMK 81/2024, pemotong pajak wajib menyetor PPh Pasal 26 tersebut maksimal 15 hari setelah saat terutangnya pajak. Sebelumnya, berdasarkan KMK 624/KMK.04/1994, penyetoran PPh Pasal 26 atas penghasilan itu dilakukan maksimal 10 hari setelah saat terutang.

“Pemotong pajak ... wajib menyetor PPh Pasal 26 paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak,” bunyi Pasal 243 ayat (4) PMK 81/2024, dikutip pada Kamis (6/2/2024).

Baca Juga: Setor Sendiri PPh Final PHTB, WP Tak Perlu Bikin SPT Masa Unifikasi

Selanjutnya, pemotong pajak wajib melaporkan PPh Pasal 26 tersebut maksimal 20 hari setelah saat terutangnya pajak. Pelaporan dilakukan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi. Ketentuan batas waktu ini merupakan pengaturan baru yang dibawa PMK 81/2024.

Sebelumnya, KMK 624/KMK.04/1994 tidak mengatur perihal batas waktu pelaporan. Jenis SPT yang digunakan pun berbeda. Berdasarkan KMK 624/KMK.04/1994, SPT yang digunakan adalah SPT Masa PPh Pasal 26.

PMK 81/2024 juga mengatur pengenaan sanksi bagi pemotong pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayar ke luar negeri tepat waktu.

Baca Juga: Tak Ada Bukti Pemotongan PPh Unifikasi, Perlukah Tetap Bikin SPT Masa?

Merujuk Pasal 243 ayat (6) PMK 81/2024, pemotong pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan tepat waktu akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU KUP. Sebelumnya, KMK 624/KMK.04/1994 belum mengatur perihal pengenaan sanksi.

Sebagai informasi. pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dipotong PPh Pasal 26. PPh Pasal 26 dikenakan dengan tarif 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Ada 3 persentase yang digunakan untuk menentukan besarnya perkiraan penghasilan neto. Penggunaan persentase perkiraan penghasilan neto itu tergantung pada pihak yang membayarkan premi dan penerima premi.

Baca Juga: Apa Itu Prinsip Taat Asas dalam Pembukuan?

Pertama, 50% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Kedua, 10% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Ketiga, 5% dari jumlah premi yang dibayar. Persentase ini berlaku atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

Baca Juga: WP Tak Perlu Bingung, Jatuh Tempo Bayar Pajak Kini Sudah Diseragamkan

PPh Pasal 26 atas penghasilan itu terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut. Atas pemotongan ini, pemotong pajak wajib membuat bukti potong PPh Pasal 26 dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PMK 81/2024, premi asuransi, PPh Pasal 26, asuransi, reasuransi, SPT Masa PPh

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 27 Mei 2025 | 11:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Kapan Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Harus Dibuat? Begini Aturannya

Senin, 26 Mei 2025 | 13:05 WIB
LITERATUR PAJAK

PPN Digital Dipungut Platform Asing, Begini Skema dan Syaratnya

Minggu, 25 Mei 2025 | 10:30 WIB
PERATURAN PAJAK

Sederet Kriteria Pemungut PPh Pasal 22 dalam PMK 81/2024

berita pilihan

Selasa, 15 Juli 2025 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Setor Sendiri PPh Final PHTB, WP Tak Perlu Bikin SPT Masa Unifikasi

Selasa, 15 Juli 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Anak Usaha BUMN Ditunjuk Bikin Sistem Pajak Digital, Ini Urgensinya

Selasa, 15 Juli 2025 | 18:11 WIB
PENGHARGAAN PERPAJAKAN

Enam Profesional DDTC Masuk Nominasi ITR Asia-Pacific Awards 2025

Selasa, 15 Juli 2025 | 18:00 WIB
PMK 37/2025

Ketentuan Invois sebagai Bukti Pungut PPh Pasal 22 Pedagang Online

Selasa, 15 Juli 2025 | 17:36 WIB
RAPBN 2026

Setujui Pagu Indikatif 2026, DPR Harap Kemenkeu Lebih Efisien

Selasa, 15 Juli 2025 | 17:30 WIB
PMK 37/2025

DJP Sebut Merchant Skala Besar dan Kecil Kena Tarif PPh Flat 0,5%

Selasa, 15 Juli 2025 | 17:00 WIB
KONSULTAN PAJAK

Cara Membuka e-Learning Bagi Calon Peserta USKP A dan Materi Kursusnya

Selasa, 15 Juli 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Ada Bukti Pemotongan PPh Unifikasi, Perlukah Tetap Bikin SPT Masa?