Batas Lapor SPT Tahunan Tak Geser, Cermati Penghapusan Sanksi Coretax

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Topik tentang coretax administration system dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan paling banyak menyedot perhatian netizen sepanjang pekan ini.
Soal SPT Tahunan, Ditjen Pajak (DJP) menegaskan bahwa batas pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 tetap pada 31 Maret 2025. Deadline tersebut tidak berubah meski jatuh pada Hari Raya Idulfitri.
Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan DJP Tirta mengatakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan telah diatur dalam UU KUP. Untuk wajib pajak orang pribadi, batas akhir penyampaian SPT Tahunan ialah 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2025.
"Sesuai ketentuan yang ada, batas akhir pelaporan SPT Tahunan ini sudah pasti. Meskipun pada hari H bertepatan dengan hari libur nasional atau cuti bersama, batas akhir pelaporan tidaklah berubah," katanya.
Tirta menuturkan terdapat 2 hari besar keagamaan menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2024 orang pribadi, yaitu Nyepi pada 28 Maret 2025 dan Idulfitri pada 31 Maret 2025.
Apabila diakumulasi dengan cuti bersama dan hari libur, kantor pelayanan pajak akan tutup pada 28 Februari hingga 7 Maret 2025. Namun, batas waktu penyampaian SPT Tahunan tetap mengacu pada UU KUP sehingga wajib pajak dapat melaksanakan kewajibannya secara online.
Dia juga mengingatkan wajib pajak orang pribadi untuk segera menyampaikan SPT Tahunan 2024 guna menghindari risiko gangguan sistem. Biasanya, DJP Online ramai diakses saat menjelang batas waktu.
"Tentu lebih baik dan lebih nyaman pelaporannya tidak menunggu batas akhir pelaporan," ujar Tirta.
Kemudian, beralih ke topik coretax system. Dirjen Pajak Suryo Utomo memberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak akibat implementasi coretax system. Penghapusan sanksi itu diberikan melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-67/PJ/2025.
Namun, ada hal-hal yang perlu jadi perhatian. Seiring dengan terbitnya keputusan tersebut, wajib pajak perlu mencermati masa pajak yang telah diberikan penghapusan sanksi dalam KEP-67/PJ/2025. Selain itu, wajib pajak juga perlu memperhatikan relaksasi batas pembayaran dan pelaporan pajak dalam KEP-67/PJ/2025.
Diktum Kedua KEP-67/PJ/2025 menguraikan keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang diberikan penghapusan sanksi. Melalui diktum kedua, dirjen pajak juga mengatur batas relaksasi pembayaran dan/atau penyetorannya.
Berdasarkan rangkuman tersebut, misalnya, keterlambatan penyetoran PPN masa pajak Januari 2025 tidak akan dikenakan sanksi sepanjang disetorkan maksimal 10 Maret 2025. Selain itu, terlihat penghapusan sanksi atas keterlambatan pembayaran pajak belum diberikan untuk masa pajak di atas Januari 2025.
Selanjutnya, Diktum Ketiga KEP-67/PJ/2025 memerinci keterlambatan pelaporan pajak atau penyampaian SPT yang diberikan penghapusan sanksi. Melalui diktum tersebut, dirjen pajak juga mengatur batas waktu relaksasi pelaporan pajak atau penyampaian SPT. Untuk mempermudah, berikut rangkumannya.
Berdasarkan rangkuman tersebut, misalnya, keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN masa pajak Januari 2025 tidak akan dikenakan sanksi sepanjang dilaporkan maksimal 10 Maret 2025. Selain itu, terlihat penghapusan sanksi sudah diatur hingga masa pajak Maret 2025.
Perlu diingat, penghapusan sanksi tersebut dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan pajak (STP). Adapun atas keterlambatan yang sudah diterbitkan STP maka kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP (DJP) akan menghapus pengenaan sanksi tersebut secara jabatan.
Selain kedua bahasan di atas, ada beberapa topik yang juga cukup menyedot perhatian publik sepanjang pekan ini.
Di antaranya, imbauan soal pelaporan SPT Tahunan, pembahasan hasil akhir pemeriksaan yang lebih singkat, wacana pembentukan Badan Penerimaan Nasional (BPN), hingga ketentuan soal pemeriksaan yang terbaru.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Login DJP Online Lebih Panjang, Lapor SPT Jangan Mepet
DJP mengingatkan wajib pajak mengenai penerapan fitur Multi-Factor Authentication (MFA) pada proses login aplikasi DJP Online.
Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan DJP Tirta mengatakan fitur MFA bertujuan meningkatkan perlindungan terhadap data wajib pajak. Menurutnya, wajib pajak kini harus memasukkan kode verifikasi sebelum login ke akun DJP Online.
"Memang step-nya nambah satu mulai tahun ini. Kawan Pajak jangan bingung, jangan khawatir, memang itu bagian dari proses yang harus kita lewati, sedikit lebih panjang," katanya.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Lebih Singkat
Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) dan pelaporannya kini dipangkas menjadi maksimal 30 hari. Ketentuan baru jangka waktu PAHP dan pelaporan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025.
PAHP merupakan tahap pembahasan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan. Hasil PAHP tersebut kemudian dituangkan dalam berita acara PAHP yang berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.
“Jangka waktu PAHP dan pelaporan...paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak...sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan,” bunyi Pasal 6 ayat (3) PMK 15/2025.
Kelanjutan Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN)
Pemerintah tetap berencana untuk membentuk badan penerimaan negara (BPN) guna meningkatkan rasio pendapatan negara menjadi sebesar 23% dari PDB sesuai dengan janji Presiden Prabowo Subianto sepanjang kampanye Pilpres 2024. Wacana tersebut termuat dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dalam Perpres 12/2025.
Pembentukan badan penerimaan negara dianggap perlu untuk meningkatkan penerimaan perpajakan serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Rendahnya pendapatan negara di Indonesia saat ini disebabkan masih terdapatnya kesenjangan mencakup aspek administrasi (administration gap) maupun kebijakan (policy gap) yang memerlukan transformasi tata kelola kelembagaan sebagai enabler untuk optimalisasi pendapatan negara," tulis pemerintah dalam RPJMN 2025-2029.
Jangka Waktu Pemenuhan Permintaan Dokumen Pemeriksaan
Sebagaimana diatur dalam PMK 15/2025, wajib pajak yang diperiksa harus memenuhi surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen yang disampaikan oleh pemeriksa pajak dalam waktu 1 bulan.
Bila buku, catatan, dan/atau dokumen yang diminta pemeriksa pajak berdasarkan surat permintaan disampaikan oleh wajib pajak setelah jangka waktu 1 bulan maka buku, catatan, dan/atau dokumen tersebut dianggap tidak diberikan pada saat pemeriksaan.
"Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data elektronik yang dipinjam atau diminta dalam surat permintaan…disampaikan oleh wajib pajak setelah jangka waktu…, dianggap tidak diberikan pada saat pemeriksaan," bunyi pasal 12 ayat (4).
DJP Bisa Lakukan Penilaian dalam Pemeriksaan
DJP berwenang melakukan penilaian untuk tujuan perpajakan ketika melaksanakan pemeriksaan.
Merujuk pada Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025, penilaian untuk tujuan perpajakan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
"Dalam pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan penilaian untuk tujuan perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 26 PMK 15/2025. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.