Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Humor Jadi Strategi Resiliensi Praktisi Pajak? Yuk, Isi Kuesioner Ini!

A+
A-
1
A+
A-
1
Humor Jadi Strategi Resiliensi Praktisi Pajak? Yuk, Isi Kuesioner Ini!

JAKARTA, DDTCNews - Bekerja sama dengan DDTCNews, Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) sedang mengembangkan sebuah kajian untuk mencari strategi resiliensi yang relevan dalam budaya organisasi bidang pajak di Tanah Air.

Untuk itu, DDTCNews dan IHIK3 berencana menghimpun pendapat masyakarat yang terkait dengan bidang pajak. Aparatur sipil negara (ASN), konsultan pajak, staf pajak perusahaan swasta, mahasiswa pajak, dan para praktisi pajak secara umum di Indonesia dapat mengisi kuesioner pada tautan https://bit.ly/HumorStylePajak.

Berdasarkan pada hipotesis awal, humor bisa menjadi ujung tombak untuk membangun basic underlying assumptions; menjadi strategi resiliensi untuk meminimalisasi stres kerja, burnout, penurunan performa, dan efek lainnya; hingga menjadi solusi perbaikan budaya dalam lingkup sebuah organisasi secara bottom-up.

Baca Juga: PMK Pemeriksaan Pajak Terbaru Hapus Ketentuan terkait Kuesioner

Hal tersebut tidak terlepas dari pengalaman sejumlah praktisi pajak ketika bercerita tentang pemicu stres dalam pekerjaan. Contoh, salah satu praktisi pajak sebuah perusahaan konsultan mengatakan, “Bagi saya, faktor yang lumayan bikin stres adalah ‘proyek candi’. Kalau ada deadline mepet, ditambah lagi saya belum familier dengan kasus dan industrinya, wah, itu kombinasi luar biasa.”

Dari inisiatif awal untuk mendalami isu ketenagakerjaan pada bidang pajak di Indonesia, ada temuan bahwa budaya ‘proyek candi’ ini sudah sangat lazim. Label ‘proyek candi’ sendiri merujuk pada tenggat waktu pengerjaan suatu pekerjaan kompleks yang begitu singkat.

Di lapangan, perkara deadline yang ketat ini juga kerap diperparah dengan manajemen berkas klien yang kurang rapi serta kasus yang rumit. Alhasil, stres kerja yang dialami praktisi pajak, terutama pada bidang konsultan, pun rentan melonjak tinggi.

Baca Juga: DDTCNews Membawa Isu Pajak Makin Membumi, Membuatnya Mudah Dipahami

Hal tersebut mengingat konsultan memang berperan dan menyediakan jasa sebagai penghubung antar-stakeholder di bidang pajak. Dengan demikian, budaya ‘proyek candi’ ini jelas tak terhindarkan atau mustahil hilang sepenuhnya. Untuk itu, diperlukan solusi sistemik, yakni sinergi dari tataran terendah sampai tertinggi untuk membangun budaya organisasi yang berbasis resiliensi.

Budaya Organisasi

BUDAYA organisasi pada dasarnya merupakan konsep yang cukup sulit didefinisikan secara tekstual. Hal ini mengingat implementasi dan kebutuhannya sangat beragam menyesuaikan konteks organisasinya.

Namun, Edgar H. Schein (2010), pencetus konsep tersebut, mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu nilai yang dipercaya dan dijalankan oleh seluruh individu dan unit dalam organisasi. Psikolog Amerika kelahiran Swiss itu membagi budaya organisasi menjadi tiga lapisan bertingkat, yakni artefact, beliefs and values, serta basic underlying assumptions.

Baca Juga: Kagumi DDTC Library, Dekan FISIP UI: Harus Residensi di Sini!

Artefact dimulai dari hal-hal yang bersifat simbolik. Contohnya bisa berupa quote motivasi bekerja yang dijadikan dekorasi dinding. Kemudian, Xbox dan meja pingpong yang tersedia di kantor untuk mengesankan work hard-play hard.

Selain itu, warna dinding yang sengaja dibuat cerah agar suasana kerja tidak melulu suram dan berbagai wujud simbolik lainnya. Hal ini penting, tetapi menjadi komponen paling lemah dalam membentuk budaya organisasi.

Beliefs and values secara spesifik berbicara tentang nilai serta kepercayaan yang dinarasikan. Bisa melalui logo, visi-misi, atau apapun yang bersifat naratif. Pasti Anda sering menjumpai moto perusahaan yang dibingkai dan digantung di dinding agar semua orang bisa mengingat sekaligus mempraktikkannya. Hal tersebut wujud sederhana dari beliefs and values sebagai langkah untuk membentuk budaya organisasi yang sehat.

Baca Juga: Estafet Kepemimpinan DDTCNews, Tetap Terdepan Sajikan Informasi Pajak

Terakhir dan paling penting adalah basic underlying assumptions. Tingkatan ini justru sangat sulit ditemukan, baik dalam bentuk naratif maupun simbolik secara eksplisit. Lapisan ini bersifat mengakar dan esensial. Terletak bukan di dinding maupun dekorasi manapun, melainkan ada pada hati dan karakter individu. Hal inilah yang tentu berpotensi menentukan suasana yang tercipta dalam perusahaan secara keseluruhan.

Nah, ketika ‘proyek candi’ menjadi tantangan abadi bagi praktisi pajak di bidang konsultan, organisasi terkait perlu berinisiatif menjadi resiliensi sebagai landasan dalam menyusun budaya organisasi. Hal ini kemudian diterjemahkan dalam bentuk artefact serta beliefs and values sehingga tertanam kuat dan menjadi basic underlying assumptions bagi seluruh individu maupun unit dalam perusahaan.

Jika tidak disiapkan pondasinya, kualitas hidup (well-being) para praktisi pajak di Indonesia akan makin tergerus akibat beban kerja berlebih yang berpotensi menyebabkan stres, burnout, hingga depresi.

Baca Juga: Apa Itu Daftar Kuesioner Audit Kepabeanan?

Dengan pendekatan bottom-up, yaitu memperkuat akar fondasi dari masing-masing karyawan dengan kemampuan resiliensi yang baik, pembangunan budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan resiliensi bisa menjadi solusi. Tujuannya untuk melenturkan, bahkan memutus lingkaran setan antara ‘proyek candi’ dan stres kerja tak berujung.

Oleh karena itulah, melalui kuesioner pada tautan https://bit.ly/HumorStylePajak, DDTCNews dan IHIK3 akan menyuarakan insight Anda agar bisa menjadi landasan penting dalam menciptakan budaya kerja di bidang pajak yang lebih sehat sekaligus menyenangkan pada kemudian hari.

Baca Juga: Cerita Penilai Pajak DJP, Juara III Lomba Menulis DDTCNews 2024

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : IHIK3, DDTCNews, humor, budaya organisasi, praktisi pajak, kuesioner, survei

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 25 Oktober 2024 | 21:00 WIB
HUT KE-17 DDTC

Kabinet Baru Perlu Baca Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Jum'at, 25 Oktober 2024 | 20:39 WIB
HUT ke-17 DDTC

Buku Gagasan Perpajakan Ini Layak Jadi Pertimbangan Pemerintah Baru

Jum'at, 25 Oktober 2024 | 20:04 WIB
HUT KE-17 DDTC

Digelar, Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB
HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

berita pilihan

Minggu, 04 Mei 2025 | 16:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

SPT Masa Sudah Dilaporkan, Lebih Bayar Pajak Tak Bisa Dipindahbukukan

Minggu, 04 Mei 2025 | 15:00 WIB
KP2KP MUKOMUKO

Gara-Gara Pegawai Resign, WP Badan Ini Dapat SP2DK dari Kantor Pajak

Minggu, 04 Mei 2025 | 14:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Nego Tarif Bea Masuk Resiprokal, AS Minta Eropa Cabut Pajak Digital

Minggu, 04 Mei 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI BANTEN

Ada Opsen Pajak, Gubenur Klaim Pendapatan Provinsi Kini Merosot

Minggu, 04 Mei 2025 | 12:30 WIB
PROVINSI LAMPUNG

Banyak Kendaraan Nunggak Pajak, Pemprov Diminta Segera Perbaiki Data

Minggu, 04 Mei 2025 | 12:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Aturan PPh Final Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan dalam PMK 81/2024

Minggu, 04 Mei 2025 | 11:30 WIB
CORETAX SYSTEM

Pemindahbukuan yang Dapat Dilakukan di Coretax, Apa Saja?