Punya Banyak Cabang? Kini Pemusatan PPN Terutang Sudah Jadi Kewajiban

PENGUSAHA kena pajak (PKP) wajib melakukan pemusatan tempat pajak pertambahan nilai (PPN) terutang. Bagian dari perubahan administrasi perpajakan pascaberakhirnya penggunaan NPWP cabang ini tertuang dalam PMK 136/2023 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2024.
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf f UU PPN, penyerahan barang kena pajak (BKP) dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antarcabang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP.
Dengan demikian, berpijak dari pasal tersebut, suatu perusahaan dapat memiliki lebih dari satu tempat pajak terutang, baik pusat maupun cabang perusahaan. Namun, pengecualian diberikan apabila dilakukan pemusatan tempat PPN terutang.
Dengan berlakunya PMK 136/2023 yang mengubah PMK 112/2022, konsep NPWP cabang dihapuskan dari sistem administrasi perpajakan. Artinya, pemusatan tempat PPN terutang kini menjadi keharusan, bukan lagi pilihan. Dalam praktiknya, seluruh unit usaha yang tersebar harus dilaporkan sebagai satu kesatuan.
Berdasarkan pada ulasan dalam buku DDTC berjudul Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai Edisi Kedua, langkah kebijakan tersebut diambil untuk mencegah praktik pemecahan usaha (splitting up) yang bertujuan menghindari pengukuhan sebagai PKP.
Selain itu, pemusatan ini juga mendukung efisiensi administrasi, khususnya bagi perusahaan yang memiliki cabang di daerah terpencil. Hal ini dikarenakan pengumpulan data dan pelaporan SPT Masa PPN bisa sangat menantang dan mahal secara biaya kepatuhan.
Dengan sistem pemusatan, penyerahan barang antarunit usaha, baik antarcabang maupun antara pusat dan cabang, tidak lagi dianggap sebagai penyerahan yang dikenai PPN. Akibatnya, tidak perlu ada faktur pajak atas transaksi internal tersebut sehingga mengurangi beban administrasi PKP.
Sebagai tindak lanjut atas ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menetapkan ketentuan pemusatan secara jabatan melalui PENG-4/PJ.09/2024.
Sesuai dengan PENG-4/PJ.09/2024, apabila PKP tidak menyampaikan pemberitahuan pemusatan hingga 30 April 2024, DJP akan melakukan pemusatan secara jabatan pada tempat tinggal atau tempat kedudukan PKP. Hal ini sebagai persiapan menjelang akhir penggunaan NPWP cabang pada 30 Juni 2024.
Sebagai pengganti identitas cabang, pemerintah memperkenalkan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) yang menjadi penanda administratif tempat usaha selain tempat kedudukan. Namun, hak dan kewajiban perpajakan tetap dilakukan menggunakan NPWP pusat.
Dengan berbagai perubahan tersebut, pelaku usaha perlu menyesuaikan pengelolaan administrasi PPN. Kesiapan sistem pelaporan dan dokumentasi internal menjadi aspek krusial mengingat sejak diberlakukannya Coretax, 1 Januari 2025, seluruh kewajiban perpajakan dilakukan secara terpusat.
Ingin memahami konsep dan praktik PPN secara menyeluruh, termasuk isu-isu terkini seperti pemusatan tempat PPN terutang? Jangan lewatkan untuk membaca buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai Edisi Kedua yang telah diterbitkan DDTC.
Buku ini hadir sebagai referensi komprehensif yang tidak hanya mengupas teori, tetapi juga perbandingan kebijakan PPN antarnegara dan studi kasus implementasi. Ditulis oleh tim yang berpengalaman dalam pendidikan pajak internasional dan berbasis pada kajian ilmiah, buku ini menjadi panduan strategis di tengah dinamika regulasi PPN yang terus berkembang.
Temukan insight-nya dan jadikan pengetahuan sebagai fondasi kepatuhan Anda.
Cek bukunya sekarang dan perluas perspektif Anda dalam memandang sistem PPN secara utuh: store.perpajakan.ddtc.co.id/products/buku-konsep-dan-studi-komparasi-pajak-pertambahan-nilai-edisi-kedua-1-tahun-berlangganan-perpajakan-ddtc-premium.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.