Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Kamis, 15 Mei 2025 | 12:30 WIB
KAMUS CUKAI
Kamis, 15 Mei 2025 | 10:43 WIB
FILIP DEBELVA, HEAD OF THE KU LEUVEN TAX LAW INSTITUTE:
Kamis, 15 Mei 2025 | 10:00 WIB
TIPS PAJAK
Selasa, 13 Mei 2025 | 14:30 WIB
KAMUS PAJAK
Komunitas
Jum'at, 16 Mei 2025 | 11:19 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Kamis, 15 Mei 2025 | 11:37 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Fokus
Reportase

Kosmetik hingga Tas Impor Kena PPh 22 dengan Tarif 5% Mulai Hari Ini

A+
A-
10
A+
A-
10
Kosmetik hingga Tas Impor Kena PPh 22 dengan Tarif 5% Mulai Hari Ini

JAKARTA, DDTCNews – Barang kiriman yang termasuk kelompok komoditas tertentu kini dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif flat sebesar 5%. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (5/3/2025).

Namun, khusus barang kiriman berupa buku dikecualikan dari pengenaan PPh tersebut. Ketentuan tersebut tercantum dalam PMK 4/2025 yang merupakan revisi kedua dari PMK 96/2023.

“Barang kiriman berupa komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b (kosmetik, besi atau baja, dan jam tangan) dan huruf c (tas dan koper, produk tekstil, alas kaki, dan sepeda) dipungut PPh dengan tarif 5%,” bunyi Pasal 29 ayat (3) huruf b PMK 4/2025.

Baca Juga: Kejar Target Pajak, Pengawasan ke Restoran hingga Apotek Dioptimalkan

Sesuai dengan ketentuan, barang yang dikirim dari luar negeri melalui pos atau ekspedisi (barang kiriman) dengan nilai tidak lebih dari US$3 dibebaskan dari pengenaan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPnBM, serta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

Sementara itu, barang kiriman yang nilainya melebihi US$3 hingga US$1.500 dikenakan bea masuk dengan tarif flat sebesar 7,5% dan dipungut PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan, tetapi tetap dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap barang kiriman yang termasuk komoditas tertentu. Atas barang kiriman komoditas tertentu dengan nilai melebihi US$3 sampai dengan US$1.500 akan tetap dikenakan PPh Pasal 22.

Baca Juga: Peningkatan Basis Data, Besok Coretax Tak Bisa Diakses Selama 7 Jam

Nah, PPh Pasal 22 atas barang kiriman komoditas tertentu tersebut kini dikenakan dengan tarif flat sebesar 5%. Terdapat 8 jenis barang kiriman komoditas tertentu yang dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 5%.

Pertama, kosmetik atau preparat kecantikan, yang diklasifikasikan dalam pos 33.03, pos 33.04, pos 33.05, pos 33.06, dan pos 33.07. Kedua, barang dari besi atau baja, yang diklasifikasikan dalam bab 73. Ketiga, jam tangan, yang diklasifikasikan dalam pos 91.01 dan pos 91.02.

Keempat, tas, koper dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam pos 42.02. Kelima, produk tekstil, garmen dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam bab 61, bab 62, dan bab 63. Keenam, alas kaki, sepatu dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam bab 64.

Baca Juga: Antrean Samsat Mengular, Loket Pembayaran PKB Dibuka di Kecamatan

Ketujuh, sepeda, skuter dan sejenisnya dengan penggerak motor listrik selain dalam kondisi completely knocked down, yang diklasifikasikan dalam pos tarif 8711.60.92, pos tarif 8711.60.93, pos tarif 8711.60.94, pos tarif 8711.60.95, dan pos tarif 8711.60.99.

Kedelapan, sepeda tidak bermotor, yang diklasifikasikan dalam pos 87.12. Sementara itu, barang kiriman berupa buku dan barang lainnya, yang diklasifikasikan dalam pos 49.01, pos 49.02, pos 49.03, dan pos 49.04, dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22.

Pengenaan PPh Pasal 22 dengan tarif flat 5% merupakan ketentuan baru. Pada peraturan sebelumnya, yaitu PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023, PPh Pasal 22 atas barang komoditas tertentu yang nilainya melebihi US$3 hingga US$15 dikenakan tarif sesuai dengan ketentuan PPh.

Baca Juga: Airlangga Sebut Adopsi Standar OECD Jadi Cara Jitu Atasi Tarif AS

Sebagai informasi, ketentuan impor barang kiriman berdasarkan PMK 4/2025 mulai berlaku hari ini, Rabu (5/3/2025).

Selain tarif PPh atas barang kiriman, ada pula ulasan mengenai sanksi keterlambatan upload faktur pajak. Ada juga bahasan mengenai progres proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD dan dampak gelombang PHK terhadap penerimaan pajak.

Simak ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Nilai Pabean Barang Kiriman Pribadi Kini Dihitung secara Official Assessment

Penetapan nilai pabean atas barang kiriman yang diimpor oleh importir selain badan usaha kini dilakukan secara official assessment atau ditentukan langsung oleh pejabat bea dan cukai, tidak lagi secara self assessment.

Baca Juga: Uang Pajak Mengalir ke Program Cek Kesehatan Gratis

Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan sistem official assessment dipandang lebih ideal karena importir perorangan tidak perlu khawatir terkena konsekuensi denda ketika keliru menyampaikan nilai pabean.

"Dengan mempertimbangkan bahwa personal ini banyak tidak mengetahui tentang ketentuan barang kiriman, kemudian [ketentuannya] direlaksasi [melalui PMK 4/2025]," katanya. (DDTCNews)

Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-67/PJ/2025 tidak memberikan fasilitas penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan upload atau pengunggahan faktur pajak oleh pengusaha kena pajak (PKP).

Baca Juga: Ketentuan Pembebasan Bea Masuk Barang Kiriman Jemaah Haji

Sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, faktur pajak harus diunggah ke Ditjen Pajak (DJP) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan faktur pajak.

"e-faktur ... wajib diunggah (di-upload) ke DJP menggunakan aplikasi e-faktur dan memperoleh persetujuan dari DJP, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur," bunyi Pasal 18 PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022. (DDTCNews)

Hendak Jadi Anggota OECD, Initial Memorandum Ditarget Rampung Juni

Pemerintah Indonesia memfinalisasi dokumen initial memorandum yang dibutuhkan untuk proses aksesi sebagai anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Baca Juga: Pemprov Bentuk Satgas untuk Optimalkan Pajak BBM

Finalisasi dilakukan dalam pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Sekjen OECD Mathias Cormann serta duta besar beberapa negara anggota OECD. Pertemuan ini juga menegaskan komitmen Indonesia dalam melaksanakan reformasi struktural yang sejalan dengan standar OECD.

"Pertemuan dengan sekjen OECD diperlukan untuk membahas langkah lanjutan terkait proses aksesi Indonesia, terutama penyampaian initial memorandum Indonesia pada pertemuan dewan OECD tingkat menteri pada Juni 2025," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (DDTCNews)

OECD Tetapkan Daftar Negara dengan Qualified IIR dan QDMTT

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) resmi menetapkan daftar yurisdiksi yang sudah menerapkan qualified income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).

Baca Juga: Pindahan ke Indonesia Bawa Mobil, Perlu Bayar Bea Masuk?

Penetapan qualified IIR dan QDMTT dilakukan melalui prosedur sementara yang disepakati oleh yurisdiksi-yurisdiksi Inclusive Framework, yakni transitional qualification mechanism.

"Transitional qualification mechanism adalah prosedur yang memungkinkan pemberian qualified status secara cepat atas yurisdiksi yang mengadopsi GloBE," tulis OECD dalam Administrative Guidance on the GloBE Model Rules – Central Record of Legislation with Transitional Qualified Status. (DDTCNews)

Imbas PHK Karyawan ke Penerimaan Pajak

Jalan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak pada tahun ini tampak sangat berliku. Belum selesai persoalan administrasi pajak Coretax DJP, kini penerimaan pajak dihadapkan dengan kondisi ekonomi domestik yang tengah sulit.

Baca Juga: Dibiayai Pajak, Kuota Bantuan Subsidi Rumah Ditambah Jadi 350.000 Unit

Kondisi ekonomi yang dimaksud yaitu maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pabrik tutup maupun perusahaan bangkrut. Contoh, PT Sri Rejeki Isman walupun kabarnya pekerja ter-PHK akan dipekerjakan kembali. Ada juga PHK di Sanken Indonesia, Yamaha Music hingga KFC.

Kondisi tersebut turut memengaruhi penerimaan pajak, terutama dari sisi penerimaan pajak penghasilan, baik itu setoran PPh Pasal 21 maupun PPh badan. (Kontan)

Baca Juga: Kazakhstan Terapkan UU Perpajakan Baru Mulai 2026

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, PPh Pasal 22, barang kiriman, OECD, upload faktur pajak, PHK, penerimaan pajak, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 16 Mei 2025 | 15:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Asal Transfer Uang, Waspadai Penipuan yang Atasnamakan DJP

Jum'at, 16 Mei 2025 | 15:11 WIB
MATERI USKP I/2025

Belajar USKP A tentang PPN dan SPT PPN? Ini Materi yang Bisa Anda Baca

Jum'at, 16 Mei 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Tren Proteksionisme Global, RI Ikut Dorong Reformasi WTO

berita pilihan

Sabtu, 17 Mei 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kementerian ESDM Ingin Tata Ulang Izin Blok Migas yang Belum Produksi

Sabtu, 17 Mei 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Zulhas Ingin Kewenangan Lartas Dialihkan ke Menko Pangan

Sabtu, 17 Mei 2025 | 13:00 WIB
CORETAX SYSTEM

Peningkatan Basis Data, Besok Coretax Tak Bisa Diakses Selama 7 Jam

Sabtu, 17 Mei 2025 | 12:30 WIB
PROVINSI BANTEN

Antrean Samsat Mengular, Loket Pembayaran PKB Dibuka di Kecamatan

Sabtu, 17 Mei 2025 | 12:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Airlangga Sebut Adopsi Standar OECD Jadi Cara Jitu Atasi Tarif AS

Sabtu, 17 Mei 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Uang Pajak Mengalir ke Program Cek Kesehatan Gratis

Sabtu, 17 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Ketentuan Pembebasan Bea Masuk Barang Kiriman Jemaah Haji

Sabtu, 17 Mei 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kemenkeu Sebut Reformasi Kebijakan Tak Cuma karena Tekanan Tarif Trump

Sabtu, 17 Mei 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Prabowo Akan Terbitkan Perpres Percepatan Makan Bergizi Gratis