Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Respons Cepat Presiden

A+
A-
4
A+
A-
4
Respons Cepat Presiden

Ilustrasi. (id.alieexpress.com)

DI LUAR dugaan, Selasa (31/3/2020) Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk merespons pandemi virus Corona atau Covid-19.

Pokok yang di luar dugaan tadi adalah masuknya materi Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan (RUU Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian), yaitu penurunan tarif pajak secara lebih cepat dan penerapan pajak digital.

Presiden Joko Widodo berpendapat Indonesia saat ini menghadapi situasi yang memaksa di tengah tantangan berat adanya pandemi Covid-19. Virus Corona bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga membawa implikasi pada ekonomi.

Baca Juga: Defisit APBN Melebar, Kemenkeu Usulkan Penggunaan SAL Rp85,6 Triliun

Perpu ini memberikan pondasi untuk melakukan langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, sekaligus stabilitas sistem keuangan. “Karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa,” kata Presiden.

Dalam Perpu itu, pemerintah menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% kemudian menjadi 20%. Tarif 22% berlaku mulai 2020-2021 dan menjadi 20% pada 2022, lebih cepat satu tahun dari jadwal RUU Omnibus Law Perpajakan, yang berlaku mulai 2021-2022, kemudian 2023.

Yang tidak kalah penting adalah penerapan pajak digital. Pemerintah semula berencana menunggu konsensus Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang ditarget Desember tahun ini, bersamaan waktunya dengan tenggat penyelesaian RUU Omnibus Law Perpajakan.

Baca Juga: Restitusi Tinggi karena Batu Bara, DJP Siapkan Tindakan Alternatif

Namun, pemerintah ‘mencuri start’ terlebih dahulu dengan memperkenalkan pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan (PPh) untuk transaksi digital melalui Perpu yang berlaku 31 Maret 2020 itu. Ini adalah terobosan yang jitu, baik untuk penerimaan maupun untuk prinsip keadilan.

”Transaksi elektronik melonjak tajam di tengah virus Corona karena masyarakat mengurangi mobilitas fisik. Oleh karena itu, pemerintah ingin memungut pajak pada perusahaan digital yang mendapatkan keuntungan besar dari masyarakat Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Memang, Perpu ini masih harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikutnya, atau pada sidang pertama DPR setelah Perpu ditetapkan. Kalau DPR setuju, Perpu ini ditetapkan menjadi UU. Namun kalau tidak setuju, Perpu ini harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Baca Juga: Outlook Pemerintah: Penerimaan Pajak Bakal Shortfall Tahun Ini

Kalau kita berhitung secara politik, pemerintah jelas sudah memenangkan pertempuran untuk mengundangkan Perpu tersebut. Pemerintah praktis mengendalikan 6 dari 9 partai yang memiliki kursi di DPR atau setara dengan 77% kursi. Jumlah itu sudah lebih dari dua per tiga suara di DPR.

Di sisi lain, kalangan pelaku usaha yang tertekan dampak pandemi virus Corona—sehingga sudah berpikir untuk melakukan PHK—tentu akan bersuara positif terhadap Perpu tersebut. Karena itu, hampir muskil kita membayangkan ada penolakan masif di DPR terhadap Perpu tersebut.

Kita juga berharap Perpu ini bisa diterima DPR dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Ingat, berdasarkan perkiraan terbaru The Economist Intellegence Unit, hanya Indonesia, India, dan China di negara G20 yang lolos dari resesi, meski dengan pertumbuhan masing-masing hanya 1%, 2,1%, dan 1%

Baca Juga: Sri Mulyani Serahkan RUU P2 APBN 2024 kepada DPR

Karena itu, sudah menjadi bagian dari mandat Presiden untuk ‘memajukan kesejahteraan umum’ sebagaimana tertulis dalam konstitusi. Untuk itu, perekonomian Indonesia harus diselamatkan, dan nyawa manusia jangan sampai dikorbankan.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : perpu 1 nomor 20, pajak digital, tarif pph badan, jokowi, sri mulyani

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 23 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

Sri Mulyani Mohon WP Beri Waktu Dirjen Pajak Baru Telaah Isu Coretax

Jum'at, 23 Mei 2025 | 15:36 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Susunan Terbaru Pejabat Kemenkeu di Bawah Komando Sri Mulyani

Jum'at, 23 Mei 2025 | 11:00 WIB
PELANTIKAN ESELON I KEMENTERIAN KEUANGAN

Kepada Jajarannya, Sri Mulyani Harapkan Penerimaan Negara Meningkat

Jum'at, 23 Mei 2025 | 10:04 WIB
PELANTIKAN DIRJEN BEA DAN CUKAI

Resmi! Letjen Djaka Budi Utama Jadi Dirjen Bea Cukai Gantikan Askolani

berita pilihan

Rabu, 02 Juli 2025 | 22:15 WIB
PERATURAN PAJAK

Begini Ketentuan Pemotongan Pajak atas Jasa Pelayaran Dalam Negeri

Rabu, 02 Juli 2025 | 22:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Perlu Beri Kejelasan Soal Desain PPh Pasal 22 Marketplace

Rabu, 02 Juli 2025 | 20:00 WIB
KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Ingat! Pembukuan Penting untuk WP Badan, Dokumennya Disimpan 10 Tahun

Rabu, 02 Juli 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kejar Penerimaan, Kebijakan Pajak Mesti Sejalan dengan Ekonomi Digital

Rabu, 02 Juli 2025 | 19:00 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Insentif Motor Listrik Segera Rampung, Wamenperin: Tunggu Rakor Dulu

Rabu, 02 Juli 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Kelebihan Bayar Angsuran PPh Pasal 25 Kini Tak Bisa Dipindahbukukan

Rabu, 02 Juli 2025 | 18:00 WIB
FILIPINA

Tingkatkan Investasi, Filipina Pangkas Pajak Transaksi Saham

Rabu, 02 Juli 2025 | 17:30 WIB
PER-6/PJ/2025

Jangka Waktu Penerbitan Keputusan PKP Berisiko Rendah Dipertegas