Simak! Aturan Baru Pemeriksaan Pajak, Pengkreditan PM di Masa Berbeda

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengatur ulang ketentuan pemeriksaan pajak melalui diterbitkannya PMK 15/2025. Topik tersebut mendapat sorotan cukup tinggi dari netizen sepanjang pekan terakhir.
Pembaruan aturan soal pemeriksaan dilakukan untuk menyesuaikan berlakunya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). PMK 15/2025 juga diterbitkan untuk menyederhanakan regulasi mengenai pemeriksaan pajak.
“Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemeriksaan pajak, termasuk pemeriksaan pajak bumi dan bangunan, yang saat ini diatur dalam beberapa peraturan perpajakan, perlu dilakukan simplifikasi dan pengaturan kembali ketentuan mengenai pemeriksaan pajak dalam satu PMK,” bunyi pertimbangan PMK 15/2025.
Sebelumnya, ketentuan perihal pemeriksaan pajak tersebar pada 3 PMK. Pertama, PMK 17/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Kedua, PMK 256/2014 tentang tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Ketiga, Pasal 105 PMK 18/2021 tentang tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Kini, ketentuan dalam ketiga beleid tersebut diatur kembali dan dilebur menjadi 1 dalam PMK 15/2025. Untuk itu, berlakunya PMK 15/2025 mulai 14 Februari 2025 akan sekaligus mencabut ketiga PMK tersebut.
Apabila disandingkan, perubahan yang paling mencolok di antaranya terkait dengan ruang lingkup, tipe pemeriksaan, dan kriteria pemeriksaan.
Berdasarkan PMK 15/2025, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan kini dilakukan dengan 3 tipe pemeriksaan, yaitu: lengkap, terfokus, dan spesifik. Ketiga tipe pemeriksaan tersebut belum diatur dalam beleid terdahulu.
Selain itu, kriteria tindakan yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain juga mengalami perubahan. Sebelumnya, hanya ada 12 kriteria tindakan yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain.
Kini, PMK 15/2025 memperluas kriteria tindakan yang dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain menjadi 25 jenis. Berdasarkan PMK 15/2025, pemeriksaan untuk tujuan lain di antaranya dilakukan untuk pengujian fasilitas perpajakan yang telah diberikan.
Selain itu, perhatian publik juga tertuju pada penjelasan otoritas mengenai pengkreditan pajak masukan.
Setelah didesak publik, DJP akhirnya menerbitkan keterangan tertulis mengenai pengkreditan pajak masukan pada era coretax administration system. Ada 5 poin utama yang disampaikan oleh DJP.
Menurut DJP, pajak masukan bisa dikreditkan pada masa pajak berbeda karena Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) UU PPN memperbolehkan hal tersebut. Selain itu, tidak ada pasal dalam PMK 81/2024 yang eksplisit melarang pengkreditan pajak masukan pada masa pajak berbeda.
"Oleh karena itu, dalam rangka mengakomodasi adanya kebutuhan PKP, aplikasi coretax telah dilakukan pembaruan sehingga pajak masukan pada e-faktur dapat dikreditkan dengan pajak keluaran paling lama 3 masa pajak berikutnya," tulis DJP dalam KT-08/2025.
DJP juga menegaskan bahwa saat ini belum memerlukan perubahan PMK 81/2024.
Selain 2 informasi di atas, masih ada beberapa topik pemberitaan yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, tipe pemeriksaan dalam uji kepatuhan, ketentuan penyimpanan devisa hasil ekspor, tingkat produktivitas penyelesaian perkara pajak di lingkungan peradilan, hingga nasib pelaksanaan pajak minimum global di Indonesia.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Tiga Tipe Pemeriksaan dalam Uji Kepatuhan
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan kini dilakukan dengan tipe pemeriksaan lengkap, pemeriksaan terfokus, atau pemeriksaan spesifik sebagaimana diatur dalam PMK 15/2025.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PMK 15/2025, dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe: a. pemeriksaan lengkap; b. pemeriksaan terfokus; atau c. pemeriksaan spesifik,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PMK 15/2025.
Devisa Ekspor SDA Disimpan Setahun di Dalam Negeri
Pemerintah bakal mewajibkan eksportir menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) sebesar 100% selama setahun, dari saat ini paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan.
Presiden Prabowo Subianto mengatakan kebijakan penempatan DHE SDA 100% selama setahun di dalam negeri akan mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Kebijakan ini telah diatur dalam PP 8/2025 yang merevisi PP 36/2023.
"Dana DHE kita selama ini, terutama dari SDA, banyak disimpan di luar negeri. Di bank-bank luar negeri. Dalam rangka memperkuat dan memperbesar dampak pengelolaan DHE SDA, pemerintah menetapkan PP 8/2025," katanya.
Produktivitas Penyelesaian Perkara Pajak Naik
Mahkamah Agung (MA) mencatat pengadilan tingkat banding di 4 lingkungan peradilan dan Pengadilan Pajak mampu meningkatkan rasio produktivitas penyelesaian perkara sepanjang 2024.
Rasio produktivitas penyelesaian perkara pada pengadilan tingkat banding dan Pengadilan Pajak pada 2024 mampu mencapai 80,56%, naik 5,08% bila dibandingkan dengan rasio produktivitas pada 2023.
"Beban perkara pada 2024 58.205, terdiri dari perkara masuk sebanyak 44.859, ditambah sisa perkara 2023 sebanyak 13.346. Dari jumlah tersebut, jumlah perkara yang telah diputus sebanyak 46.860," ujar Ketua MA Sunarto.
Bagaimana Nasib Pajak Minimum Global di Indonesia?
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan kelanjutan penerapan pajak minimum global akan bergantung dengan kondisi global. Pajak minimum global saat ini sudah diatur dalam PMK 136/2024.
Airlangga mengatakan pemerintah sedang membahas kelanjutan penerapan pajak minimum global. Menurutnya, pemerintah akan terus mengamati situasi global untuk menentukan kelanjutan penerapan kebijakan tersebut.
"Kita sedang bahas mekanisme, dan kita lihat situasi global," katanya.
Metode Tambahan untuk Login DJP Online
DJP menambah metode multi-factor authentication (MFA) untuk login ke DJP Online, yaitu menggunakan aplikasi mobile authenticator.
Penambahan tersebut membuat kini ada 4 metode MFA yang bisa dipilih wajib pajak untuk login ke DJP Online. Keempat metode MFA tersebut meliputi pesan singkat (SMS), surat elektronik (email), aplikasi M-Pajak, dan mobile authenticator.
“Kini ada tambahan metode multi-factor authentication (MFA) untuk login di DJP Online, yaitu menggunakan aplikasi mobile authenticator,” jelas DJP. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.