Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

WP Harus Tahu! Poin Penting di Perdirjen Baru Soal SPT, Bupot, Faktur

A+
A-
19
A+
A-
19
WP Harus Tahu! Poin Penting di Perdirjen Baru Soal SPT, Bupot, Faktur

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Guna menyesuaikan aspek administratif perpajakan dengan implementasi coretax system, Ditjen Pajak menerbitkan ketentuan baru, Perdirjen PER-11/PJ/2025, yang mengatur perincian pelaporan PPh, PPN, PPnBM, hingga bea meterai. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (27/5/2025).

Beleid yang berlaku per 22 Mei 2025 ini memuat ketentuan terperinci soal format dan pengisian SPT, bukti potong, hingga faktur pajak sesuai dengan coretax system.

Sebagai informasi awal, PER-11/PJ/2025 merupakan tindak lanjut dari Pasal 465 huruf o, huruf p, huruf q, huruf r, huruf s, huruf t, dan huruf x PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.

Baca Juga: PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

"Perlu menetapkan perdirjen pajak tentang ketentuan pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan bea meterai dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan," bunyi bagian pertimbangan PER-11/PJ/2025.

Ada banyak hal yang diatur di dalam dokumen yang lampirannya setebal lebih dari 1.000 halaman ini. Namun, secara umum PER-11/PJ/2025 memuat bentuk, isi, dan tata cara pengisian dan format dari beragam SPT seperti SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, SPT Masa Bea Meterai, dan SPT Tahunan PPh.

Berikut beberapa poin penting yang diatur di dalam PER-11/PJ/2025.

Baca Juga: DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Pertama, PER-11/PJ/2025 juga memuat tata cara pengisian bukti potong PPh Pasal 21, bukti potong unifikasi, hingga faktur pajak.

Kedua, perincian mekanisme penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi bank, BUMN, BUMD, wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak wajib pajak lainnya.

Ketiga, keterangan dan dokumen apa saja yang harus dilampirkan dalam SPT serta format dan sarana penyampaiannya.

Baca Juga: DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

Keempat, tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan SPT serta mekanisme pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan juga diatur dalam PER-11/PJ/2025.

Kelima, PER-11/PJ/2025 juga memuat kriteria wajib pajak PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban melaporkan SPT. Wajib pajak dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Wajib pajak yang penghasilannya di bawah PTKP dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan, sedangkan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25.

Baca Juga: Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jual Beli Sepeda Motor

Keenam, PER-11/PJ/2025 juga memerinci ketentuan penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu sesuai dengan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.

Hal-hal tertentu yang membuat dirjen pajak berwenang menghitung kembali PPh Pasal 25 antara lain:

  1. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
  5. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.

Selain informasi mengenai Perdirjen baru, ada pula beberapa isu lain yang juga diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, kinerja fiskal RI yang masih mencatatkan pertumbuhan utang, risiko shortfall akibat belanja yang masih saja lesu, hingga kabar diberikannya kembali PPN DTP terhadap tiket pesawat.

Baca Juga: Hingga April 2025, Setoran Pajak dari Jawa Timur Tembus Rp32 Triliun

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Penghitungan Ulang Angsuran PPh 25

Seperti diberitakan di atas, PER-11/PJ/2025 turut mengubah ketentuan penghitungan ulang angsuran PPh Pasal 25 dalam hal wajib pajak mengalami peningkatan kegiatan usaha.

Merujuk pada Pasal 120 PER-11/PJ/2025, Ditjen Pajak (DJP) kini bisa menghitung ulang angsuran PPh Pasal 25 bila wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan PPh yang akan terutang diperkirakan melebihi 125% dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25.

"Apabila dalam tahun pajak berjalan ... wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 125% dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh wajib pajak sendiri atau dirjen pajak," bunyi Pasal 120 ayat (1) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)

Baca Juga: Kontraksi 11,15%, Realisasi Pajak Kanwil Sulselbartra Rp3,84 Triliun

Utang Pemerintah Tumbuh 155%

Realisasi pembiayaan utang hingga April 2025 tercatat tumbuh hingga 155% bila dibandingkan dengan realisasi utang pada periode yang sama tahun lalu.

Realisasi pembiayaan utang pada Januari hingga April 2025 dilaporkan mencapai Rp304 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pada Januari hingga April 2024 yang hanya senilai Rp119,1 triliun.

"Pembiayaan kita on track dan mencatatkan kinerja yang baik," ujar Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono. (DDTCNews)

Baca Juga: PKP Pedagang Eceran Tak Ditentukan Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha

Batas Setor PPN Saat Libur Panjang

Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan bahwa jatuh tempo pembayaran atau penyetoran PPN terutang untuk masa pajak April 2025 paling lambat pada 2 Juni 2025. Hal ini lantaran ada libur nasional dan cuti bersama pada akhir Mei ini.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 100 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024, apabila tanggal jatuh tempo penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur maka penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

“Pembayaran atau penyetoran PPN terutang untuk Masa Pajak April 2025 paling lambat pada 2 Juni 2025,” jelas Kring Pajak di media sosial. (DDTCNews)

Baca Juga: PKP Boleh Kreditkan Pajak Masukan Hingga 3 Masa Berikutnya

Bakal Ada Diskon Pesawat Lagi, PPN DTP?

Pemerintah berencana menghadirkan insentif penurunan tiket pesawat domestik pada momentum libur sekolah pada Juni-Juli mendatang. Namun, Menko Perekonomian Airlangga belum memerinci bentuk intervensi pemerintah dalam pemberian diskon tiket pesawat ini.

Airlangga mengatakan pemberian diskon tiket pesawat menjadi bagian dari upaya pemerintah menggerakkan perekonomian selama musim libur sekolah. Dengan diskon tiket pesawat, masyarakat diharapkan ramai berkunjung ke lokasi wisata di dalam negeri.

"Stimulus ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2025. (DDTCNews)

Baca Juga: Jumlah PPh Nihil, Perlukah Dibuat Bukti Potong Unifikasi?

Risiko Shortfall Menguat

RI dihadapkan pada risiko shortfall terhadap penerimaan pajak yang menguat pada 2025 ini. Alasannya, belanja pemerintah hingga kini belum optimal mendorong permintaan agregat.

Perlembatan ekonomi sejak awal tahun menekan kinerja penerimaan agregat. Sementara itu, reformasi perpajakan melalui coretax system belum menunjukkan hasil yang signifikan.

Strategi jangka pendek yang disiapkan pemerintah adalah disiapkannya 6 paket insentif bagi masyarakat. Insentif ini diharapkan mampu mendorong konsumsi. Airlangga menyampaikan salah satu paket yang akan diberikan adalah bantuan subsidi upah bagi pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta dan guru honorer. (Harian Kompas) (sap)

Baca Juga: Kemenkeu: Kepatuhan Pajak Orang Berpenghasilan Besar Diawasi Ketat

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, coretax, coretax system, SPT, bukti potong, bupot, faktur pajak, PER-11/PJ/2025, PPN, shortfall, penerimaan pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 27 Mei 2025 | 13:00 WIB
PER-11/PJ/2025

Simak, Kini Ada 27 Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak

Selasa, 27 Mei 2025 | 11:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Kapan Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Harus Dibuat? Begini Aturannya

Selasa, 27 Mei 2025 | 10:13 WIB
PER-8/PJ/2025

DJP Rilis Aturan Baru soal Tata Cara Pemberian 13 Layanan Via Coretax

Selasa, 27 Mei 2025 | 08:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Batas Upload Faktur Pajak Mundur Jadi Tanggal 20

berita pilihan

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Perlu ke DJP, Pembaruan Tanggungan WP Cukup Infokan Pemberi Kerja

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:45 WIB
PERDAGANGAN BERJANGKA

225 Situs Perdagangan Berjangka Ilegal Diblokir sepanjang Januari-Mei

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:00 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:15 WIB
PER-11/PJ/2025

DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:00 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jual Beli Sepeda Motor

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:55 WIB
MINYAK MENTAH INDONESIA

Masih Terimbas Perang Tarif, ICP April Turun Jadi US$74,29 Per Barel

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Bertambah, DJBC Catat 179 Perusahaan Sudah Berpredikat AEO

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Hingga April 2025, Setoran Pajak dari Jawa Timur Tembus Rp32 Triliun