Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Masuk Bursa, Bagaimana Ketentuannya?

A+
A-
10
A+
A-
10
Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Masuk Bursa, Bagaimana Ketentuannya?

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Indy. Saya merupakan staf pajak perusahaan yang bergerak di industri manufaktur. Sebagai informasi, kami sedang berencana untuk menjadi perusahaan terbuka sehingga memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan posisi keuangan dan laba rugi setiap 3 bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pertanyaan saya, sebagai perusahaan yang terdaftar di bursa dan memiliki kewajiban pelaporan tersebut bagaimana mekanisme pengitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 25-nya? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Indy, Jawa Barat.

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Indy. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP).

Sesuai beleid tersebut, dapat diketahui bahwa secara umum besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak (WP) untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tahun pajak lalu.

Setelah itu, dikurangi dengan kredit pajak atas PPh yang telah dipotong oleh pihak lain di dalam negeri maupun di luar negeri. Hasil dari pengurangan tersebut, nantinya dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Simak ‘Jelang Akhir Tahun, Mau Kurangi Angsuran PPh Pasal 25? Ini Kata DJP’.

Meski begitu, perlu menjadi catatan bahwa terdapat mekanisme yang berbeda bagi WP yang masuk bursa. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 ayat (7) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, yang berbunyi:

“Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:

  1. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala ...”

Adapun ketentuan teknis terkait dengan penghitungan besarnya angsuran tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.03/2018 tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (PMK 215/2018). Simak ‘Ketentuan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Masuk Bursa’.

Merujuk pada Pasal 4 PMK 215/2018, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan khususnya bagi perusahaan Ibu apabila nantinya menjadi perusahaan terbuka.

Pertama, dasar untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 bulan kepada bursa dan/atau OJK yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.

Kedua, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan pada penerapan tarif PPh Pasal 17 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan yang dilaporkan.

Setelah itu, dikurangi dengan kredit pajak atas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang telah dipotong atau dipungut dan PPh Pasal 25 yang telah dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak periode yang dilaporkan.

Ketiga, komponen penghasilan neto yang dimaksud untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tidak termasuk penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP. Selain itu, tidak termasuk juga penghasilan dan biaya sebagai pengurangan penghasilan neto yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh.

Keempat, apabila WP memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto dalam negeri. Simak ‘Ingat, Dirjen Pajak Berwenang Tetapkan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25’.

Kelima, besaran angsuran PPh Pasal 25 yang diperoleh sesuai mekanisme penghitungan pada poin-poin sebelumnya menjadi dasar besaran angsuran PPh Pasal 25 yang disetor untuk 3 masa pajak setelah periode yang dilaporkan.

Untuk memudahkan, berikut contoh kasus terkait penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi WP masuk bursa. Berdasarkan pada penyampaian laporan keuangan triwulan untuk tahun 202X, dapat diketahui informasi mengenai laba/(rugi) secara triwulanan dari PT A.

Berdasarkan pada data laba/(rugi) di atas, berikut ini merupakan mekanisme penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang masih harus dibayar untuk 3 masa pajak selanjutnya.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : konsultasi pajak, konsultasi, pajak, angsuran PPh Pasal 25, PMK 215/2018, UU PPh

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 26 Juli 2024 | 14:50 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP: Begini Permohonan Pbk, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak

Jum'at, 26 Juli 2024 | 14:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Daftar NPWP Orang Pribadi Tak Bisa Dikuasakan kepada Pihak Lain

Jum'at, 26 Juli 2024 | 14:07 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Lebih Baik Jangan Pakai Beberapa e-Faktur Sekaligus di Satu Laptop

Jum'at, 26 Juli 2024 | 13:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

AS Tolak Pajak Kekayaan Global 20%, Dianggap Sulit Dikoordinasikan

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Ramai Soal Cukai Nih, Yuk Simak 4 Karakter Barang yang Bisa Kena Cukai

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:45 WIB
BEA CUKAI SUMATERA UTARA

Kejar-kejaran dengan Kapal, Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Ban Bekas

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

WP Grup Bakal Dipusatkan ke 1 KPP, DJP Siapkan Aturannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:00 WIB
MALAYSIA

Kurangi Penarikan Utang, Malaysia Maksimalkan Penerimaan Pajak

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:05 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Siapa Saja WP Grup Pembayar Pajak Terbesar RI? DJP Ungkap 20 Daftarnya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN PANGANDARAN

Awasi Kepatuhan Pajak, Pemkab Pasang Ratusan Alat Perekam Transaksi

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Pemerintah Bakal Perluas Cakupan BPDPKS, Begini Alasannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

GIIAS 2024 Turut Manfaatkan Fasilitas Kepabeanan, Apa Saja?

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat