Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Bahas Pajak Digital, OECD: Partisipasi Negara Berkembang Masih Minim

A+
A-
0
A+
A-
0
Bahas Pajak Digital, OECD: Partisipasi Negara Berkembang Masih Minim

Senior Advisor OECD Melinda Brown dalam webinar, Selasa (24/11/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – OECD menilai minimnya kapasitas negara-negara berkembang dalam pembahasan perubahan fundamental yang diusung pada Pillar 1: Unified Approach membuat skema perpajakan yang akan dibangun menjadi tidak mudah.

Senior Advisor OECD Melinda Brown mengatakan negara-negara berkembang sebenarnya mendukung proposal pajak digital OECD tersebut. Meski begitu, partisipasi dari negara-negara berkembang terhadap proposal OECD cenderung terbatas.

"Kami sebenarnya tidak mengenal konsep veto, tetapi memang kesetaraaan tersebut masih sulit dicapai karena setiap negara memiliki kapasitas dan kepentingan yang berbeda-beda," katanya dalam webinar, Selasa (24/11/2020).

Baca Juga: Hal-Hal yang Diteliti Petugas Pajak dalam Penelitian Material PPh PHTB

Minimnya kapabilitas teknis dalam pembahasan proposal Pillar 1 dan proposal lainnya pada Inclusive Framework, lanjut Brown, membuat negara berkembang kesulitan dalam mengikuti pembahasan teknis perpajakan dari proposal yang diusung dan hendak disepakati.

Hal ini pun tercermin pada masukan berbagai negara berkembang atas proposal Pillar 1. Brown mengatakan banyak negara berkembang anggota Inclusive Framework yang mengusulkan simplifikasi skema dan administrasi pada proposal Pillar 1.

Dia tidak memungkiri skema perpajakan yang diusung pada Pillar 1 terbilang kompleks. Meski demikian, kompleksitas tersebut mencerminkan betapa majunya progres penyusunan proposal Pillar 1 dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Baca Juga: Hadapi Overtourism, Negara Ini Akan Kenakan Pajak Turis Mulai 2026

"Simplifikasi itu masuk akan tetapi hal tersebut bisa jadi menimbulkan dampak negatif. Proposal yang terlalu sederhana bisa jadi melahirkan sistem perpajakan yang tidak akurat dalam memungut pajak dari penghasilan dan bahkan tidak adil," ujar Brown.

Untuk diketahui, proposal Pillar 1 merupakan proposal yang diusung oleh OECD dan negara-negara Inclusive Framework guna merespons tantangan ekonomi digital.

Dengan proposal itu, negara pasar yang selama ini tidak bisa memajaki perusahaan digital karena tidak adanya kehadiran fisik (physical presence) bakal dapat memajaki residual profit dari perusahaan digital tersebut sepanjang memenuhi threshold tertentu.

Baca Juga: Masuk Finalisasi, Pemerintah RI Segera Rampungkan Kerja Sama IEU-CEPA

Berdasarkan blueprint proposal Pillar 1, jenis usaha yang tercakup pada Pillar 1 antara lain usaha yang dikategorikan sebagai usaha layanan digital otomatis (automated digital services/ADS) dan kegiatan usaha yang berorientasi konsumen (consumer-facing business/CFB).

Hanya perusahaan digital dengan nominal laba global tertentu saja yang akan dikenai pajak sejalan dengan skema proposal Pillar 1. Meski demikian, hingga saat ini threshold tersebut masih belum disepakati oleh negara-negara anggota Inclusive Framework. (rig)

Baca Juga: Pemerintah Butuh Minimal Rp400 Triliun untuk Bangun Transmisi Listrik

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : OECD, pajak digital, webinar, negara berkembang, proposal pillar 1, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Muhammad Faiz Nur Abshar

Selasa, 24 November 2020 | 23:11 WIB
Wajar saja jika partisipasi negara berkembang cenderung lebih sedikit mengingat kapasitas industrinya belum semapan di negara-negara anggota OECD yg mana sebagian besar sudah tergolong sebagai negara industri, OECD sendiri tidak sepatutnya 'memaksa' kehendaknya kepada negara-negara diluar anggotanya ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 04 Juni 2025 | 19:30 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Berlaku, Jumlah Lampiran SPT Tahunan Badan Bertambah

Rabu, 04 Juni 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Omzet Tembus Rp4,8 M Tengah Tahun, Sampai Kapan Boleh Pakai PPh 0,5%?

Rabu, 04 Juni 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diberikan Selektif, 18,3 Juta Orang Bakal Dapat Bantuan Beras

berita pilihan

Minggu, 08 Juni 2025 | 14:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Billing PPh Final UMKM Pakai 411128-420, Tak Perlu NPWP Lawan

Minggu, 08 Juni 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kolom Kode Barang Coretax, Bisa Diisi 0000 Jika Tak Ada yang Mendekati

Minggu, 08 Juni 2025 | 13:00 WIB
KOTA PEKANBARU

Usai Kena Teguran Keras, WP Mulai Lunasi Tunggakan Pajak Daerah

Minggu, 08 Juni 2025 | 12:00 WIB
PER-8/PJ/2025

Hal-Hal yang Diteliti Petugas Pajak dalam Penelitian Material PPh PHTB

Minggu, 08 Juni 2025 | 11:09 WIB
BADAN PENERIMAAN NEGARA

Membedah Urgensi Badan Penerimaan Negara, ISNU Gelar Diskusi Publik

Minggu, 08 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis-Jenis Lampiran SPT Tahunan Badan berdasarkan PER-11/PJ/2025

Minggu, 08 Juni 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Masuk Finalisasi, Pemerintah RI Segera Rampungkan Kerja Sama IEU-CEPA

Minggu, 08 Juni 2025 | 10:00 WIB
ARAB SAUDI

Jamaah Haji Kini Bisa Dapat VAT Refund dari Kerajaan Arab Saudi

Minggu, 08 Juni 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Butuh Minimal Rp400 Triliun untuk Bangun Transmisi Listrik