Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Bahas Pajak Digital, OECD: Partisipasi Negara Berkembang Masih Minim

A+
A-
0
A+
A-
0
Bahas Pajak Digital, OECD: Partisipasi Negara Berkembang Masih Minim

Senior Advisor OECD Melinda Brown dalam webinar, Selasa (24/11/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – OECD menilai minimnya kapasitas negara-negara berkembang dalam pembahasan perubahan fundamental yang diusung pada Pillar 1: Unified Approach membuat skema perpajakan yang akan dibangun menjadi tidak mudah.

Senior Advisor OECD Melinda Brown mengatakan negara-negara berkembang sebenarnya mendukung proposal pajak digital OECD tersebut. Meski begitu, partisipasi dari negara-negara berkembang terhadap proposal OECD cenderung terbatas.

"Kami sebenarnya tidak mengenal konsep veto, tetapi memang kesetaraaan tersebut masih sulit dicapai karena setiap negara memiliki kapasitas dan kepentingan yang berbeda-beda," katanya dalam webinar, Selasa (24/11/2020).

Baca Juga: Bea Masuk Trump Sebesar 25 Persen Berlaku, Kanada Siapkan Retaliasi

Minimnya kapabilitas teknis dalam pembahasan proposal Pillar 1 dan proposal lainnya pada Inclusive Framework, lanjut Brown, membuat negara berkembang kesulitan dalam mengikuti pembahasan teknis perpajakan dari proposal yang diusung dan hendak disepakati.

Hal ini pun tercermin pada masukan berbagai negara berkembang atas proposal Pillar 1. Brown mengatakan banyak negara berkembang anggota Inclusive Framework yang mengusulkan simplifikasi skema dan administrasi pada proposal Pillar 1.

Dia tidak memungkiri skema perpajakan yang diusung pada Pillar 1 terbilang kompleks. Meski demikian, kompleksitas tersebut mencerminkan betapa majunya progres penyusunan proposal Pillar 1 dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Baca Juga: Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

"Simplifikasi itu masuk akan tetapi hal tersebut bisa jadi menimbulkan dampak negatif. Proposal yang terlalu sederhana bisa jadi melahirkan sistem perpajakan yang tidak akurat dalam memungut pajak dari penghasilan dan bahkan tidak adil," ujar Brown.

Untuk diketahui, proposal Pillar 1 merupakan proposal yang diusung oleh OECD dan negara-negara Inclusive Framework guna merespons tantangan ekonomi digital.

Dengan proposal itu, negara pasar yang selama ini tidak bisa memajaki perusahaan digital karena tidak adanya kehadiran fisik (physical presence) bakal dapat memajaki residual profit dari perusahaan digital tersebut sepanjang memenuhi threshold tertentu.

Baca Juga: Self Assessment Tak Lagi Berlaku untuk Impor Barang Kiriman Pribadi

Berdasarkan blueprint proposal Pillar 1, jenis usaha yang tercakup pada Pillar 1 antara lain usaha yang dikategorikan sebagai usaha layanan digital otomatis (automated digital services/ADS) dan kegiatan usaha yang berorientasi konsumen (consumer-facing business/CFB).

Hanya perusahaan digital dengan nominal laba global tertentu saja yang akan dikenai pajak sejalan dengan skema proposal Pillar 1. Meski demikian, hingga saat ini threshold tersebut masih belum disepakati oleh negara-negara anggota Inclusive Framework. (rig)

Baca Juga: Tak Penuhi Panggilan Penyidik Pajak, Tersangka Bisa Dijemput Polisi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : OECD, pajak digital, webinar, negara berkembang, proposal pillar 1, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Muhammad Faiz Nur Abshar

Selasa, 24 November 2020 | 23:11 WIB
Wajar saja jika partisipasi negara berkembang cenderung lebih sedikit mengingat kapasitas industrinya belum semapan di negara-negara anggota OECD yg mana sebagian besar sudah tergolong sebagai negara industri, OECD sendiri tidak sepatutnya 'memaksa' kehendaknya kepada negara-negara diluar anggotanya ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 02 Maret 2025 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Aturan Impor Barang Bawaan Penumpang Bakal Direvisi, Ini Bocorannya

Minggu, 02 Maret 2025 | 12:30 WIB
PMK 17/2025

Sanksi Pasal 44B Diperinci, Bisa Secara Alternatif dan Kumulatif

Minggu, 02 Maret 2025 | 11:30 WIB
THAILAND

World Bank Sarankan Thailand Optimalkan Pajak untuk Danai Bansos

Minggu, 02 Maret 2025 | 08:00 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

Sedang Musim Lapor SPT Tahunan, DJP Minta WP Waspadai Modus Penipuan

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 19:43 WIB
EXCLUSIVE SEMINAR – DDTC ACADEMY

Optimalkan Insentif Pajak dengan Manajemen yang Tepat

Selasa, 04 Maret 2025 | 18:00 WIB
KPP MADYA TANGERANG

Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?