Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Banyak Pasal Inkonstitusional, MK Minta UU Ketenagakerjaan Direvisi

A+
A-
0
A+
A-
0
Banyak Pasal Inkonstitusional, MK Minta UU Ketenagakerjaan Direvisi

Gedung Mahkamah Konstitusi.

JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang untuk memisahkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dari UU 6/2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023, MK berpandangan UU Ketenagakerjaan perlu diperbarui, sekaligus dipisahkan dari UU Cipta Kerja dalam rangka mengurai ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan dalam UU Ketenagakerjaan.

"Waktu paling lama 2 tahun dinilai oleh MK cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU 13/2003 dan UU 6/2023," bunyi pertimbangan hukum dalam putusan MK, dikutip pada Jumat (1/11/2024).

Baca Juga: Tarif Jalan Tol Didiskon 20 Persen selama Mudik Lebaran, Ini Kata AHY

Setidaknya terdapat 3 alasan UU Ketenagakerjaan perlu diperbarui. Pertama, MK berpandangan UU Ketenagakerjaan sudah tidaklah utuh mengingat banyak pasal dan ayat dalam undang-undang tersebut yang dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK.

Kedua, MK melihat adanya potensi perhimpitan antara norma dalam UU Ketenagakerjaan yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan norma dalam UU Cipta Kerja yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Perhimpitan tersebut terjadi karena sejumlah norma dalam UU Ketenagakerjaan memiliki keterkaitan erat dengan materi-materi UU Ketenagakerjaan yang diubah melalui UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Menkeu AS Yakin Kebijakan Bea Masuk terhadap China Tak Naikkan Inflasi

Ketiga, MK mendapati adanya fakta bahwa ada sejumlah materi dalam PP Ketenagakerjaan yang dibuat tanpa adanya delegasi dari UU Cipta Kerja. Bahkan, terdapat beberapa materi dalam PP Ketenagakerjaan yang seharusnya ditempatkan dalam undang-undang.

Misal, PP Ketenagakerjaan memiliki klausul yang membatasi hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban pengusaha. Menurut MK, pembatasan hak dan kewajiban warga negara dalam PP tersebut seharusnya diatur dalam undang-undang, bukan PP.

"Merujuk Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, pembatasan hanya dapat dilakukan dengan produk hukum berupa undang-undang," tulis MK dalam pertimbangan hukumnya.

Baca Juga: Lebih dari 1 Tersangka Pajak, Sanksi Pasal 44B Dihitung Proporsional

Bila tidak ada perbaikan, perhimpitan antara norma dalam UU Ketenagakerjaan dan norma dalam UU Cipta Kerja berpotensi mengancam perlindungan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara.

"Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan," tulis MK.

Seperti diketahui, MK melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa 21 pasal dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja bersifat inkonstitusional bersyarat.

Baca Juga: Ada Bank Bulion, Ketentuan PPh Pasal 22 terkait Emas Bakal Direvisi

Secara umum, pasal-pasal yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK tersebut berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), penggunaan tenaga kerja outsourcing, pengupahan, pemutusan hubungan kerja, serta pesangon. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : uu cipta kerja, mahkamah konstitusi, uu ketenagakerjaan, undang-undang, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 28 Februari 2025 | 12:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Dinaikkan! Trump Tetapkan Bea Masuk Tambahan Jadi 20% atas Impor China

Jum'at, 28 Februari 2025 | 11:30 WIB
CORETAX SYSTEM

Lupa EFIN, Wajib Pajak Bisa Manfaatkan 5 Saluran Ini

Jum'at, 28 Februari 2025 | 09:11 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Siap-Siap! Pemerintah Siapkan Diskon Tiket Pesawat hingga Tarif Tol

Jum'at, 28 Februari 2025 | 06:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Perinci Penghapusan Sanksi pada Masa Transisi Penerapan Coretax

berita pilihan

Senin, 03 Maret 2025 | 16:07 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu BAPA dalam Audit Kepabeanan?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Tarif Jalan Tol Didiskon 20 Persen selama Mudik Lebaran, Ini Kata AHY

Senin, 03 Maret 2025 | 14:15 WIB
MINYAK KELAPA SAWIT

Harga Referensi Turun, Tarif Bea Keluar CPO US$124/MT di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:01 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertama dalam 25 Tahun, RI Deflasi Tahunan 0,09% di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Bisa Tambah Jam Layanan Khusus untuk Terima SPT Tahunan

Senin, 03 Maret 2025 | 12:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Menkeu AS Yakin Kebijakan Bea Masuk terhadap China Tak Naikkan Inflasi

Senin, 03 Maret 2025 | 12:00 WIB
PMK 17/2025

Lebih dari 1 Tersangka Pajak, Sanksi Pasal 44B Dihitung Proporsional

Senin, 03 Maret 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis-Jenis Pajak yang Melekat dalam Penjualan BBM

Senin, 03 Maret 2025 | 11:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Cuma Sampai Pukul 15.00, Waktu Pelayanan Kantor Pajak selama Ramadan