Tak Ada Relaksasi, DJP Imbau WP Badan Tak Mepet Lapor SPT Tahunan

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak badan diminta untuk tetap melaporkan SPT Tahunan paling lambat 30 April 2025 mengingat tak ada relaksasi seperti yang diberikan kepada orang pribadi. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (17/4/2025).
Hingga pekan kedua April 2025, Ditjen Pajak (DJP) sudah menerima sebanyak 409.000 SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh) wajib pajak badan. Jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan badan ialah 30 April tiap tahunnya.
Ini berarti wajib pajak badan hanya memiliki sisa waktu 2 pekan untuk menyampaikan SPT Tahunan. "Sampai 15 April 2025 pukul 18.01 WIB, sebanyak 409.000 wajib pajak badan telah menyampaikan SPT Tahunan PPh," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.
Dwi pun meminta seluruh wajib pajak badan untuk segera melaporkan SPT Tahunan. Menurutnya, akan lebih baik jika melaporkan SPT tidak mepet batas akhir.
"Mendekati batas waktu penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak badan, kami mengimbau kepada wajib pajak yang belum menyampaikan untuk segera menyampaikan SPT Tahunan," tegasnya.
Wajib pajak perlu mematuhi ketentuan waktu pelaporan SPT supaya terhindar dari sanksi administrasi berupa denda. Untuk wajib pajak badan, denda yang diberikan mencapai Rp1 juta apabila terlambat melaporkan SPT Tahunan.
Ketentuan mengenai sanksi administrasi tersebut tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) s.t.d.td. UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sebagai tambahan informasi, total wajib pajak terdaftar di Indonesia tercatat sebanyak 86,7 juta pada akhir 2024. Jumlah itu naik 17,23% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 73,96 juta.
Wajib pajak terdaftar tersebut terdiri dari wajib pajak orang pribadi sebanyak 80,27 juta, wajib pajak badan 5,54 juta, dan instansi pemerintah sebanyak 880.000.
Selain topik di atas, ada pula ulasan terkait dengan peraturan pemerintah yang resmi menaikkan tarif royalti minerba. Kemudian, ada juga bahasan mengenai perlunya justifikasi yang tepat untuk menggelar tax amnesty, dan topik lain sebagainya.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Sebanyak 630.000 WP Orang Pribadi Manfaatkan Relaksasi SPT Tahunan
DJP telah menerima 12,63 juta SPT Tahunan 2024 dari wajib pajak orang pribadi hingga 11 April 2025 pukul 23.59 WIB.
Dari angka tersebut, sekitar 630.000 wajib pajak orang pribadi menyampaikan SPT Tahunan setelah batas waktu pada 31 Maret 2025. Meski begitu, wajib pajak tersebut tidak dikenakan sanksi administratif lantaran ada relaksasi waktu selama 11 hari setelah batas waktu.
"Penghapusan sanksi administratif tersebut diberikan dengan tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)," tulis DJP. (DDTCNews)
Laporan Tahunan Konsultan Pajak Harus Disampaikan via SIKOP dan G-Form
Konsultan pajak wajib menyampaikan laporan tahunan melalui sistem informasi konsultan pajak (SIKOP) pada laman sikop.kemenkeu.go.id dan Google Form pada laman bit.ly/LTKP2024.
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) mengungkapkan pelaporan harus dilakukan melalui kedua laman, bukan hanya melalui SIKOP saja. Sebab, SIKOP hanya mampu mengakomodasi pelaporan daftar wajib pajak yang diberikan jasa konsultasi.
"Di SIKOP ini sayangnya hanya daftar klien saja, belum ada unsur yang lain," kata Fachri Reza Kusuma selaku perwakilan PPPK dalam sosialisasi. (DDTCNews)
Ada PP Baru, Tarif Royalti Minerba Dinaikkan
Pemerintah resmi menaikkan sejumlah tarif royalti minerba seperti seperti batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, hingga logam timah sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Aturan peningkatan royalti minerba itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Beleid baru itu merevisi aturan sebelumnya, PP 26/2022.
Beleid anyar itu ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025. Adapun, penerapan aturan tarif royalti baru ini mulai berlaku 15 hari terhitung setelah tanggal diundangkan atau pada 26 April 2025. (Bisnis Indonesia/Kontan)
Perlu Justifikasi yang Tepat untuk Adakan Tax Amnesty Lagi
Pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang perlu menentukan justifikasi yang tepat sehingga dapat menyelenggarakan amnesti pajak (tax amnesty).
Director of Fiscal Research and Advisory DDTC Bawono Kristiaji mengatakan justifikasi yang jelas diperlukan sebagai landasan menyusun RUU Pengampunan Pajak dan menentukan fitur-fitur dalam tax amnesty. Menurutnya, setidaknya terdapat 6 justifikasi dari penyelenggaraan tax amnesty.
"Menurut saya tax amnesty itu adalah instrumen kebijakan yang extraordinary dalam konteks pajak. Ketika diadakan, dia harus memiliki justifikasi, relevansi, dan dasar pertimbangan yang sangat kuat. Kenapa? Supaya ini selaras dengan kebutuhan Indonesia dan memastikan sejauh mana keberhasilannya bila dikaitkan dengan tujuan yang tertuang dalam naskah akademis," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Surat Setoran Pajak Tak Lagi Jadi Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
Instansi pemerintah dan pemungut PPh Pasal 22 kini wajib membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 dan memberikannya kepada wajib pajak yang dipungut.
Kewajiban pembuatan bukti pemungutan PPh Pasal 22 itu tercantum dalam Pasal 223 PMK 81/2024. Ketentuan ini berbeda dengan peraturan terdahulu yang menjadikan surat setoran pajak (SSP) sebagai bukti pemungutan pajak.
“Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h, wajib memungut dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22,” bunyi Pasal 223 ayat (1) PMK 81/2024. (DDTCNews)
DJBC Sebut Sengketa Perpajakan Akibat Impor Produk IT Cukup Tinggi
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) melaporkan banyak pengguna jasa yang mengajukan banding ke Pengadilan Pajak lantaran persoalan impor produk jaringan komputer (information technology/IT).
Berdasarkan Laporan Kinerja DJBC 2024, produk IT yang beragam telah menyulitkan DJBC dalam melakukan proses identifikasi dan klasifikasi barang. Kondisi juga menjadi tantangan DJBC dalam memenangkan perkara banding di Pengadilan Pajak.
"Hambatan dan tantangan yang dihadapi DJBC di antaranya tingginya banding atas produk jaringan komputer (IT) yang beragam jenis," sebut DJBC dalam Laporan Kinerja DJBC 2024. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.