Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)
Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK
Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 29 Mei 2025 | 13:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (1)
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Sengketa Perbedaan Penentuan Harga Jual Tanah

A+
A-
0
A+
A-
0
Sengketa Perbedaan Penentuan Harga Jual Tanah

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan penentuan klasifikasi harga jual tanah dalam menentukan besaran dasar pengenaan pajak (DPP) atas pajak bumi dan bangunan (PBB).

Otoritas pajak menyatakan bahwa harga bumi per meter persegi (m2) untuk menghitung besaran PBB atas perkebunan kelapa sawit wajib pajak adalah senilai Rp5.000. Adanya kenaikan kelas bumi dari A40 (dengan tarif Rp3.500 per m2) menjadi kelas bumi A39 (dengan tarif Rp5.000 per m2) disebabkan karena adanya pergeseran umur tahun tanam.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa dalam menghitung besaran PBB perkebunan sawitnya, dapat digunakan kelas bumi A40, yaitu dengan tarif Rp3.500 per m2. Dalam hal ini, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak yang mengakibatkan kenaikan kelas bumi hingga 43%. Sebab, perhitungan yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak berdasarkan bukti yang kuat. Dengan begitu, koreksi positif dari otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga: Muncul di Publikasi Global, Dua Profesional DDTC Ulas Sengketa Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan.id.

Kronologi

Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi positif terhadap DPP atas PBB tidak dapat dibenarkan karena perhitungan yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Baca Juga: Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkan Putusan Pengadilan Pajak PUT.47901/PP/M.X/18/2013 tanggal 23 Oktober 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 23 April 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP atas PBB untuk tahun pajak 2010 sejumlah Rp97.260.000.000 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

Pemohon PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan wajib pajak badan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit.

Baca Juga: Pemda Didorong Beri Insentif Pajak untuk Atasi Masalah Sampah

Sengketa bermula dari adanya penerbitan SPPT Nomor: 62.10.050.010.000.0001-1 untuk PBB tahun pajak 2010. Berdasarkan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) tersebut, diketahui bahwa penghitungan besaran PBB oleh Pemohon PK lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang telah dihitung oleh Termohon PK.

Perbedaan penghitungan besaran PBB tersebut terjadi karena adanya perbedaan interpretasi dalam menentukan besaran harga bumi per m2. Dari sisi Pemohon PK, harga bumi per m2 ialah senilai Rp5.000 sementara Termohon PK menyatakan sebesar Rp3.500. Pemohon PK menilai bahwa harga bumi per m2 sebesar Rp5.000 tersebut diperoleh dengan cara menghitung jumlah nilai tanah dibagi dengan luas tanah.

Merujuk pada penghitungan tersebut, diperoleh harga bumi per m2 sebesar Rp4.283. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 532/KMK.04/1998, angka Rp4.283 termasuk dalam kelas A39 dengan penggolongan atas nilai jual permukaan bumi per m2 sebesar 4.100 sampai dengan 5.900. Dengan range tersebut, dapat diketahui nilai jual objek pajak nya (NJOP) ialah Rp5.000.

Baca Juga: Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jual Beli Sepeda Motor

Selain itu, persoalan lainnya ialah adanya perbedaan dalam menentukan klasifikasi objek bumi, meliputi areal produktif, areal emplasemen, dan juga areal tidak produktif. Pada 2017, Pemohon PK menilai areal produkti sebesar Rp18.544.228 m2, areal emplasemen sebesar 295.028 m2, dan areal tidak produktif atau tidak dapat dimanfaatkan ialah sebesar 1.552.273 m2. Adapun data tersebut berbeda dengan yang dinyatakan oleh Termohon PK.

Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa penghitungan DPP atas PBB yang dilakukan olehnya sudah benar. Dengan kata lain, koreksi nya yang terjadi juga seharusnya dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa pada 2010, atas tanah yang dimilikinya dapat diklasifikasikan dalam kelas A40 dengan tarif Rp3.500.

Baca Juga: MK Tolak Judicial Review Terkait Syarat Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

Menurut Termohon PK, kenaikan kelas dari A40 pada 2009 dengan tarif Rp3.500 menjadi kelas A39 dengan tarif Rp5.000 pada 2010 tidak dapat dibenarkan. Kenaikan tersebut terlalu, yaitu mencapai 43% sehingga berdampak signifikan terhadap beban perusahaan.

Termohon PK menilai bahwa kenaikan nilai jual bumi tersebut tidak wajar karena tidak ada perubahan kondisi lahan perkebunan yang menyebabkan NJOP bumi menjadi lebih tinggi. Selain itu, fasilitas umum yang tersedia juga masih belum terjangkau listrik dan telepon.

Selain itu, Termohon PK juga menegaskan terkait klasifikasi dan objek bumi yang meliputi areal produktif, areal emplasemen, dan juga areal tidak produktif. Menurut Termohon, areal produktif terdiri dari 7.214.728 m2, areal emplasemennya nihil atau 0, dan areal tidak produktifnya ialah 12.586.745 m2.

Baca Juga: Fitur-Fitur Utama dalam Aplikasi e-Tax Court Mobile Pengadilan Pajak

Mengacu pada uraian di atas, koreksi DPP atas PBB untuk tahun pajak 2010 sebesar Rp97.260.000.000 tidak dapat dibenarkan karena tidak adanya bukti yang menunjukkan perubahan kondisi lahan perkebunan yang menyebabkan NJOP meningkat. Oleh karenanya, Termohon PK menyimpulkan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, Putusan Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp234.721.060 dapat dibenarkan. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan permohonan PK terkait dengan koreksi DPP atas PBB tahun pajak 2010 sejumlah Rp97.260.000.000 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga: Apa Saja Sektor Lainnya dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P5L?

Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi DPP atas PBB tahun pajak 2010 sebesar Rp97.260.000.000 yang diajukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Adapun selisih pemanfaatan areal produktif dan areal emplasemen telah dihitung secara tepat.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Ighfar Ulayya Sofyan/sap)

Baca Juga: Pemkot dan dan Kejaksaan Panggil 51 Penunggak Pajak
(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PBB, harga jual tanah

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 12 Mei 2025 | 07:15 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Tak Bisa Awasi Semua Wajib Pajak One On One, Coretax Jadi Solusi?

Sabtu, 10 Mei 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN JOMBANG

Protes Lonjakan Tagihan PBB-P2, Puluhan Orang Demo Kantor Bapenda

Jum'at, 09 Mei 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN GRESIK

Bereskan Piutang Pajak Rp271 Miliar, Pemda Lantik Belasan Juru Sita

Jum'at, 09 Mei 2025 | 13:00 WIB
PER-4/PJ/2025

DJP Perbarui Aturan Dokumen PBB

berita pilihan

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)

Ketentuan Penerbitan SKPKB

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:00 WIB
NOTA DINAS No.ND-4/PJ/PJ.02/2025

DJP Terbitkan Nota Dinas soal Perlakuan PPh atas Pengelolaan Rusun

Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK

Muncul di Publikasi Global, Dua Profesional DDTC Ulas Sengketa Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA

Setoran Penerimaan Pajak di Jakarta Turun 5 Persen, PPN Paling Anjlok

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Tugas dan Fungsi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bikin Faktur Pajak Lewat Aplikasi Lama, PER-03/PJ/2022 Tetap Berlaku

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:00 WIB
AFRIKA SELATAN

Ditolak Rakyat, Negara Ini Batalkan Rencana Kenaikan PPN

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO