Cegah PHK, Pemerintah Diminta Beri Insentif Pajak untuk Padat Karya

Ilustrasi, Sejumlah karyawan berjalan saat jam pulang kerja di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Banten, Senin (10/2/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Saan Mustopa meminta pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Saan mengatakan pemerintah antara lain perlu menyusun peta jalan mitigasi PHK, yang di dalamnya mencakup insentif pajak bagi industri padat karya. Selain itu, pemerintah dapat memberikan stimulus pelatihan ulang tenaga kerja, serta perlindungan sosial yang komprehensif bagi pekerja terdampak.
"Kalau dibiarkan tanpa langkah yang konkret, bukan hanya PHK massal yang terjadi, tapi juga potensi peningkatan kemiskinan dan gejolak sosial. Kita harus bertindak sebelum semuanya terlambat," katanya, dikutip pada Sabtu (28/6/2025).
Saan kemudian menyoroti pentingnya keterlibatan Badan Anggaran (Banggar) dan komisi-komisi terkait di DPR untuk menyikapi fenomena PHK massal secara sistematis dan terukur. Menurutnya, pemerintah dan DPR dapat bekerja sama dalam mencari solusi terbaik untuk mencegah PHK massal.
Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan, hingga kuartal I tahun 2025, tercatat lebih dari 38.000 pekerja telah terkena PHK, dengan sektor manufaktur dan tekstil menjadi penyumbang terbesar.
Mengenai insentif pajak yang diusulkan Saan, sebetulnya sudah ada fasilitas tax allowance untuk industri padat karya berdasarkan PMK 16/2020. Beleid ini menyatakan wajib pajak yang melakukan penanaman modal pada industri padat karya tertentu dapat memperoleh fasilitas PPh.
Fasilitas PPh yang diberikan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah. Pengurangan penghasilan neto itu dibebankan selama 6 tahun sejak saat mulai berproduksi komersial atau 10% per tahun.
Seluruh aktiva tetap yang dihitung dalam pengurangan tersebut harus digunakan untuk kegiatan usaha utama. Kegiatan usaha utama berarti bidang usaha dan jenis produksi yang tercantum dalam surat izin usaha.
Terdapat 3 syarat utama yang harus dipenuhi industri padat karya agar bisa memanfaatkan fasilitas tersebut, yakni merupakan wajib pajak badan dalam negeri; melakukan kegiatan usaha utama yang tercakup dalam 45 bidang industri padat karya yang ditetapkan dalam lampiran PMK 16/2020; serta mempekerjakan tenaga kerja Indonesia paling sedikit 300 orang dalam satu tahun pajak.
Di sisi lain, pemerintah juga memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor padat karya berdasarkan PMK 10/2025. Melalui beleid ini, pemerintah mengatur pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Januari hingga Desember 2025.
Insentif ini diberikan kepada pegawai yang bekerja pada sektor usaha industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit. Insentif ini hanya diberikan kepada pegawai yang memperoleh penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan atau Rp500.000 per hari. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.