Ini Implikasi Jika Pembetulan SPT Masa PPh 21 atau Unifikasi Bikin LB

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak perlu memahami implikasi dari pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPh Unifikasi yang menimbulkan kelebihan penyetoran. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (26/6/2025).
Ketika pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 menimbulkan kelebihan penyetoran, Pasal 13 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025 mengatur lebih setor tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya tanpa harus berurutan.
"…maka atas kelebihan penyetoran pajak yang terdapat dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 dapat dikompensasikan oleh pemotong pajak PPh 21/26 ke masa pajak berikutnya tanpa harus berurutan," bunyi penggalan pasal 13 huruf b PER-11/PJ/2025.
Contoh, PT CAB telah melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 masa pajak Januari 2025 akibat kelebihan setor Rp250.000. Pada 2 Mei 2025, PT CAB menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 masa pajak April 2025 dengan PPh Pasal 21 yang dipotong senilai Rp5 juta.
Dalam kasus tersebut, PT CAB dapat mengompensasikan kelebihan penyetoran pada masa pajak Januari 2025 ke masa pajak berikutnya tanpa harus berurutan, yaitu ke masa pajak April 2025.
Aturan yang berbeda berlaku atas pembetulan SPT Masa PPh unifikasi yang menimbulkan kelebihan penyetoran. Bila timbul lebih setor akibat pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi, kelebihan penyetoran tersebut dapat diminta kembali dengan mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
"Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi tersebut mengakibatkan adanya pajak yang lebih disetor, atas kelebihan penyetoran pajak tersebut dapat diminta kembali oleh pemotong dan/atau pemungut PPh unifikasi dengan mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang," bunyi Lampiran PER-11/PJ/2025.
Merujuk pada Pasal 122 PMK 81/2024, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang dapat diajukan dalam hal:
- terdapat pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang;
- terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh wajib pajak yang terkait dengan PDRI;
- terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut;
- terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang:
- bukan merupakan objek pajak; atau
- objek pajak dan/ atau subjek pajak yang mendapatkan fasilitas perpajakan; atau - terdapat kelebihan pemotongan atau pemungutan PPh terkait penerapan P3B bagi subjek pajak luar negeri.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai rencana Ditjen Pajak (DJP) menunjuk marketplace sebagai pemungut pajak bagi penjual online. Kemudian, ada pula pembahasan tentang DJP yang kini bisa menerbitkan keputusan penetapan besarnya angsuran PPh Pasal 25, serta standardisasi lampiran SPT Tahunan yang digunakan dalam hal wajib pajak memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif PPh badan berdasarkan Pasal 31E UU PPh.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
DJP Bisa Terbitkan Keputusan Penetapan Angsuran PPh 25
DJP kini bisa menerbitkan keputusan penetapan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
Wewenang penerbitan keputusan tersebut tercantum dalam Pasal 121 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025. Merujuk pasal tersebut, DJP akan menerbitkan keputusan tersebut terhadap wajib pajak yang tidak menghitung angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan.
"Atas wajib pajak yang tidak melakukan penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25... direktur jenderal pajak dapat menerbitkan keputusan penetapan besarnya angsuran pajak penghasilan Pasal 25 untuk masa pajak yang bersangkutan,” bunyi Pasal 121 ayat (1) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Standardisasi Lampiran Penghitungan Fasilitas Pasal 31E
PER-11/PJ/2025 turut menstandardisasi lampiran SPT Tahunan yang digunakan dalam hal wajib pajak memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif PPh badan berdasarkan Pasal 31E UU PPh.
Lampiran SPT Tahunan yang perlu diisi untuk melaporkan penghitungan fasilitas Pasal 31E UU PPh adalah Lampiran 8 - Penghitungan Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berdasarkan Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
"Wajib diisi dan disampaikan apabila wajib pajak berhak atas pengurangan tarif PPh berdasarkan Pasal 31E Ayat (1) Undang Undang PPh," bunyi Lampiran PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
DJP: Marketplace sebagai Pemungut Pajak untuk Ciptakan Keadilan
DJP tengah mempersiapkan regulasi terbaru terkait dengan penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak bagi penjual online.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan rencana kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap finalisasi aturan oleh pemerintah. Menurutnya, kebijakan tersebut salah satunya bertujuan menciptakan perlakuan pajak yang lebih adil.
"Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline," katanya. (Kompas.com, Detik.com)
Bimo Wijayanto Instruksikan Pegawai DJP Laporkan Gratifikasi
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengimbau seluruh wajib pajak dan para pemangku kepentingan, untuk tidak menawarkan dan/atau memberikan uang/barang/hadiah dalam bentuk apa pun, termasuk bingkisan parsel atau hamper, kepada pegawai DJP.
Imbauan tersebut tertuang dalam Pengumuman No. PENG-2/PJ/2025 tentang Imbauan Antigratifikasi di Lingkungan DJP Tahun 2025. DJP mengingatkan penerimaan gratifikasi merupakan tindak pidana jika tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya merupakan penerimaan suap yang merupakan tindak pidana jika tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," tegas DJP dalam PENG-2/PJ/2025. (DDTCNews)
WP Bisa Ajukan Ulang Surat yang Salah Tulis via Coretax
Wajib pajak dapat mengajukan kembali surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh kepada kantor pelayanan pajak (KPP) apabila terjadi kesalahan teknis dalam penerbitan surat tersebut.
Kesalahan teknis yang dimaksud antara lain kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif, dan/atau kesalahan lainnya dalam penerbitan surat keterangan penelitian formal. Untuk mendapatkan surat keterangan yang baru, wajib pajak dapat mengajukan permohonan penggantian melalui portal wajib pajak atau coretax system.
"Orang pribadi atau badan dapat mengajukan permohonan penggantian atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran pajak penghasilan: ... secara elektronik melalui portal wajib pajak ...," bunyi Pasal 126 ayat (2) huruf a PER-8/PJ/2025. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.