Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:17 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:33 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA
Kamis, 12 Juni 2025 | 12:31 WIB
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kamis, 12 Juni 2025 | 09:33 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Fokus
Reportase

Danai Program Prioritas, Rasio Pendapatan Indonesia Harus Naik

A+
A-
0
A+
A-
0
Danai Program Prioritas, Rasio Pendapatan Indonesia Harus Naik

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz.

JAKARTA, DDTCNews - Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengatakan rasio pendapatan negara yang tinggi diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan atas program prioritas.

Bila Indonesia mampu mencetak rasio pendapatan negara sebesar 18%, Hashim mengeklaim pendapatan negara akan naik senilai US$90 miliar atau kurang lebih Rp1.440 triliun. Dana tersebut diperlukan untuk mendanai makan bergizi gratis (MBG) dan program lainnya.

"Dana yang kita butuhkan untuk melaksanakan MBG adalah Rp300 triliun hingga Rp400 triliun. Artinya, masih ada surplus di atas Rp900 triliun yang bisa digunakan untuk mendanai program lain," ujar Hashim, dikutip pada Kamis (22/5/2/2025).

Baca Juga: Baru Terbentuk, Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Punya Banyak Tugas

Hashim pun mengatakan rasio pendapatan Indonesia masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Kamboja dan Vietnam. Kamboja memiliki rasio pendapatan negara sebesar 18%, sedangkan Vietnam memiliki rasio pendapatan negara sebesar 23%.

Menurutnya, juga Indonesia memiliki kapasitas untuk mencapai rasio pendapatan yang setara.

"Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mencapai rasio yang setara dengan Kamboja dan Vietnam. Jadi, target kami adalah mencapai rasio pendapatan negara yang setara dengan Kamboja. Kami percaya rasio tersebut bisa dicapai dalam waktu 4 tahun," ujar Hashim.

Baca Juga: Omzet Lampaui Rp4,8 M tapi dari Hasil Penyerahan Non-BKP, Wajib PKP?

Meski rasio pendapatan negara ditargetkan berangsur naik, Hashim mengatakan pemerintah tidak memiliki rencana untuk menaikan tarif pajak. Bahkan, pemerintah memiliki itikad untuk menurunkan tarif PPh badan ke 17%, setara dengan tarif yang berlaku di Singapura.

"Kita akan meningkatkan penerimaan pajak dari orang-orang yang selama ini tidak membayar pajak. Kita bisa meningkatkan penerimaan menjadi setara dengan Vietnam dan Kamboja tanpa perlu meningkatkan tarif. Faktanya, kami sedang mendiskusikan penurunan PPh badan ke level yang setara dengan Singapura," ujar Hashim.

Sebagai informasi, rasio pendapatan negara pada tahun depan diusulkan hanya sebesar 11,71% hingga 12,22% dari PDB, lebih rendah dibandingkan dengan target pada tahun ini yang sebesar 12,36% dari PDB.

Baca Juga: Ada Aturan Baru, WPOP sebagai Pemotong PPh Final atas Sewa Diperluas?

Namun, rasio pendapatan negara ditargetkan naik secara berkala pada tahun-tahun berikutnya. Rasio pendapatan pada 2029 diproyeksikan mampu mencapai 12,86% hingga 16,76% dari PDB. (dik)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pendapatan negara, perpajakan, apbn, pajak, rasio pendapatan negara, penerimaan perpajakan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 13 Juni 2025 | 09:00 WIB
PER-9/PJ/2025

Klarifikasi Soal Akses Pembuatan FP Ditolak, Status PKP Akan Dicabut

Jum'at, 13 Juni 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Revisi Peraturan terkait Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak

Kamis, 12 Juni 2025 | 19:00 WIB
PER-7/PJ/2025

Konsultan Pajak yang Mau Jadi Kuasa Harus Tambah Status Lewat Coretax

Kamis, 12 Juni 2025 | 18:30 WIB
PER-7/PJ/2025

Aturan Baru PKP di Kantor Virtual, Masa Transisi hingga Desember 2025

berita pilihan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 20:00 WIB
DITJEN STRATEGI EKONOMI DAN FISKAL

Baru Terbentuk, Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Punya Banyak Tugas

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:45 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Sri Mulyani Minta DJBC Gencarkan Penindakan di Titik Rawan Perbatasan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Omzet Lampaui Rp4,8 M tapi dari Hasil Penyerahan Non-BKP, Wajib PKP?

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Ada Aturan Baru, WPOP sebagai Pemotong PPh Final atas Sewa Diperluas?

Jum'at, 13 Juni 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Optimalkan Pajak, Sri Mulyani Minta Coretax Segera Diperbaiki

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:47 WIB
KEMENTERIAN KEUANGAN

Sri Mulyani Lantik Pejabat Eselon II, Ini Daftar Lengkapnya

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:45 WIB
OPINI PAJAK

Meninjau Ulang Pengawasan DJP: Evolusi Peran Account Representative

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:00 WIB
KABUPATEN TABANAN

Daerah Ini Bebaskan Denda Tunggakan PBB-P2 Sejak 1994

Jum'at, 13 Juni 2025 | 16:15 WIB
PMK 34/2025

Jemaah Haji Boleh Sampaikan Pemberitahuan Impor secara Lisan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 15:30 WIB
KAMUS PAJAK

Update 2025, Apa Itu Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU)?