Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Diperlukan Grand Design Pengaturan Profesi Kuasa dan Konsultan Pajak

A+
A-
10
A+
A-
10
Diperlukan Grand Design Pengaturan Profesi Kuasa dan Konsultan Pajak

Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan di Auditorium R. Soeria Atmadja Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (28/11/2024).

DEPOK, DDTCNews - Kuasa dan konsultan pajak berperan penting dalam sistem perpajakan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan grand design pengaturan profesi kuasa dan konsultan pajak di Tanah Air.

Dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan, Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam menjabarkan perjalanan ketentuan tentang kuasa wajib pajak silih berganti.

Dalam perkembangan tersebut, kuasa dapat dilakukan oleh ‘konsultan pajak’, ‘bukan konsultan’, ‘karyawan wajib pajak’, dan ‘pihak lain’ yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di eranya masing-masing.

Baca Juga: USM Indonesia Medan Resmi Punya Tax Center, DJP Sumut I Beri Dukungan

“Kemudian, ketentuan yang silih berganti tersebut membentuk suatu rezim tersendiri tentang kuasa dan konsultan pajak,” ujar Darussalam di Auditorium R. Soeria Atmadja Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (28/11/2024).

Selaras dengan tinjauan historis pengaturan kuasa dan konsultan pajak di Indonesia, lanjut Darussalam, kriteria mengenai pihak yang memiliki kompetensi tertuang dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (3a) UU 6/1983 tentang KUP s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja 2023.

Darussalam mengatakan ketentuan tersebut seyogianya harus dimaknai sebagai adanya kehadiran berbagai jalur. Ketiga elemen, yaitu jenjang pendidikan tertentu, sertifikasi, dan/atau pembinaan oleh asosiasi atau Kementerian Keuangan seharusnya tidak bersifat kumulatif.

Baca Juga: DDTC Masuk 15 Nominasi Penghargaan ITR Asia-Pacific Tax Awards 2025

Dia memberikan contoh profesi lain di Indonesia, seperti advokat, arsitek, akuntan publik, tenaga medis dan tenaga kesehatan, serta insinyur. Untuk dapat menjalankan profesi, mereka harus memiliki pendidikan keilmuan yang sama dengan profesi yang akan dijalankan.

“Dengan demikian, sudah seyogianya untuk menjalankan profesi kuasa dan konsultan pajak tentu harus memberikan jalur prioritas kepada lulusan perguruan tinggi di bidang perpajakan sebagai tuan rumah,” jelasnya.

Jalur prioritas bagi pihak-pihak yang memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi di bidang perpajakan, sambung Darussalam, juga dapat ditemukan di beberapa negara, seperti Jerman dan Australia.

Baca Juga: DDTC Attains 15 Nominations at ITR Asia-Pacific Tax Awards 2025

Multidisiplin Ilmu

Kendati demikian, Darussalam mengatakan kuasa dan konsultan pajak merupakan profesi yang multidisiplin ilmu. Oleh karena itu, lulusan di luar bidang perpajakan juga ‘diperbolehkan’ untuk dapat menjalankan profesi kuasa dan konsultan pajak.

Kepada pihak tersebut disediakan jalur penyetaraan atau sertifikasi. Jalur ini juga mempertimbangkan irisan keahlian bidang ilmu lainnya dengan pajak serta wujud nyata mendorong jumlah kuasa dan konsultan pajak di Indonesia.

Dengan demikian, ujian sertifikasi seyogianya hanya berlaku bagi lulusan di luar bidang perpajakan untuk disetarakan. Singkatnya, atas ‘keterbukaan’ bagi individu yang tidak memiliki latar belakang di bidang perpajakan tersebut maka diperlukan penyetaraan melalui sertifikasi.

Baca Juga: DJP Rilis Genta, Aplikasi untuk Unduh Data Faktur Pajak & Bukti Potong

“Bukan lantas terdapat kompetensi yang disamaratakan dengan lulusan perguruan tinggi di bidang perpajakan. Sebab, hal tersebut justru tidak sesuai dengan prinsip equal treatment,” kata Darussalam.

Selain 2 jalur yang disebutkan sebelumnya, perlu juga dibuka jalur penghargaan atau rekognisi kepada pihak-pihak yang telah terbukti keahlian perpajakannya. Pihak tersebut seperti mantan pegawai pajak, mantan hakim pengadilan pajak, guru besar, dosen, dan peneliti.

Syaratnya, lanjut Darussalam, pihak-pihak tersebut harus dapat menunjukkan bukti yang memperlihatkan keahliannya. Umumnya ditentukan dengan minimal masa kerja di bidang perpajakan, seperti yang diimplementasikan di Jerman, Korea Selatan, dan Jepang.

Baca Juga: Early Bird Tinggal Hari Ini, Seminar Transfer Pricing Jasa Intragrup


Sesuai Perkembangan Terkini

Lebih lanjut, desain pengaturan kuasa dan konsultan pajak di Indonesia seharusnya menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan praktik kuasa dan konsultan pajak secara ideal. Salah satunya berupa fleksibilitas bentuk badan usaha serta nama kantor kuasa dan konsultan pajak.

Fleksibilitas tersebut juga dirasa selaras dengan tren globalisasi, digitalisasi, dan inkorporasi dalam profesi jasa. Adapun perdebatan atas aspek pertanggungjawaban profesi yang kerap memicu pembatasan bentuk badan usaha, sambung Darussalam, sejatinya dapat dipecahkan melalui professional indemnity insurance (PI insurance)

Baca Juga: DJP Sebut Indonesia Butuh Lebih Banyak Konsultan Pajak

PI insurance merupakan asuransi penggantian uang dari perusahaan asuransi kepada kuasa dan konsultan pajak yang membayar suatu kompensasi kepada klien sehubungan dengan jasa yang dilakukannya. Kompensasi dari kuasa dan konsultan pajak tersebut merupakan bentuk tanggung jawab atas kelalaian yang dilakukannya sehingga menyebabkan kerugian keuangan bagi klien.

Saat ini, penerapan PI insurance dalam jasa yang diberikan kuasa dan konsultan pajak kian banyak diatur di berbagai negara. Dalam salah satu survei ditemukan bahwa 10 dari 22 negara Uni Eropa – yang menjadi studi komparasi – telah mensyaratkan adanya PI insurance bagi kuasa dan konsultan pajak yang berpraktik di negara mereka.

“Asuransi perlindungan pengguna jasa (klien) dari kerugian finansial tersebut akan turut menjamin kepercayaan publik kepada jasa yang diberikan oleh kuasa dan konsultan pajak,” imbuh Darussalam.

Baca Juga: Bingung Cari Terjemahan Istilah Perpajakan? Buku Ini Bisa Jadi Acuan

Dalam kesempatan itu, Darussalam juga menyatakan perlunya peninjauan ulang atas pengelompokan kompetensi perpajakan berdasarkan jenis wajib pajak dan ruang lingkup transaksinya, yaitu konsultan pajak tingkat A, B, dan C, yang selama ini dianut oleh Indonesia.

“Ke depan, pengelompokan seharusnya didasarkan atas kompetensi dasar perpajakan dan kompetensi keahlian perpajakan,” kata Darussalam.

Beberapa aspek di atas diharapkan menjadi perhatian sekaligus justifikasi perlunya grand design pengaturan profesi kuasa dan konsultan pajak di Indonesia. Berbagai aspek tersebut telah ditulis dalam buku berjudul Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan.

Baca Juga: Soal Transfer Pricing dan PKKU, Perlu Paham Tahapan Pendahuluan

Buku hasil kolaborasi PERTAPSI dan DDTC ini mencoba menyajikan konsep dan model ketentuan kuasa dan konsultan pajak yang mendukung sistem perpajakan lebih baik lagi. Konstruksi model dilakukan melalui fakta historis ketentuan perpajakan atas kuasa dan konsultan pajak, studi perbandingan, analisis konseptual, serta melihat fakta yang terjadi di lapangan.

Buku ke-29 terbitan DDTC tersebut juga dirilis bersamaan dengan acara seminar nasional. Dalam acara ini, akan ada 200 buku yang dibagikan secara gratis untuk peserta luring (offline) dan 10 buku kepada peserta daring (online) terpilih. Syaratnya, beri pendapat atau komentar dalam berita peluncuran buku ‘Resmi Dirilis! Buku Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan’. (kaw)

Baca Juga: Ketum AKP2I Lantik Dewan dan Pengurus Pusat, Tegaskan Soal Integritas

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : DDTC, PERTAPSI, buku pajak, kuasa, konsultan pajak, buku Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Ariska

[email protected]
Kamis, 28 November 2024 | 14:22 WIB
Online. Terimakasih DDTC dan PERTAPSI yg telah menyelenggarakan acara seminar. Sangat membantu sekali bagi saya sbg seorang dosen hukum pajak. Selamat juga atas peluncuran bukunya yg sangat bermanfaat untuk para praktisi dan tentu saja dosen dan mahasiswa yang meneliti tentang aspek litigasi perpaja ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Juni 2025 | 17:33 WIB
UNIVERSITAS INDONESIA

DDTC Sabet 2 Penghargaan dari FIA UI

Selasa, 24 Juni 2025 | 16:45 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Sebanyak 98 Orang Ikuti Seminar Pemeriksaan Pajak dan Transfer Pricing

Senin, 23 Juni 2025 | 14:06 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR

Mau Persiapan Rekonsiliasi PPN dan Kertas Kerjanya? Ikuti Webinar Ini

berita pilihan

Selasa, 08 Juli 2025 | 20:30 WIB
PRROVINSI DKI JAKARTA

Bagaimana Ketentuan Pajak Kesenian dan Hiburan di DKI Jakarta?

Selasa, 08 Juli 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Cadangan Devisa Indonesia Naik Tipis Berkat Pajak dan Global Bond

Selasa, 08 Juli 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Beli Barang Dapat Cashback Uang, Perlukah Terbitkan Faktur Pajak?

Selasa, 08 Juli 2025 | 17:30 WIB
KOTA BANDAR LAMPUNG

Tagih Utang Pajak ke WP, Kejari Himpun Setoran PBB Rp2,6 Miliar

Selasa, 08 Juli 2025 | 17:20 WIB
STATISTIK PENERIMAAN PAJAK

Tren Pembayaran Pajak atas Nilai Ketetapan yang Tak Disetujui WP

Selasa, 08 Juli 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DPR Optimistis Pajak e-Commerce Dorong Kinerja Penerimaan Negara

Selasa, 08 Juli 2025 | 15:30 WIB
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Dorong Kinerja Investasi, Sistem Pajak Perlu Ditata Ulang

Selasa, 08 Juli 2025 | 15:00 WIB
PER-11/PJ/2025

Cara Isi Kolom Nama BKP dalam Faktur Pajak Jika Diketahui Jumlah Unit

Selasa, 08 Juli 2025 | 14:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ditjen Pajak Sediakan Panduan Penggunaan Aplikasi Genta di DJP Online