Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Senin, 19 Mei 2025 | 09:18 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Jum'at, 16 Mei 2025 | 11:19 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Kamis, 15 Mei 2025 | 11:37 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Dorong Konsumsi Masyarakat, Ramai Usulan Kenaikan PTKP

A+
A-
1
A+
A-
1
Dorong Konsumsi Masyarakat, Ramai Usulan Kenaikan PTKP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Usulan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) ramai disuarakan oleh berbagai pihak untuk mendorong konsumsi masyarakat. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (19/5/2025).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah belum berencana mengubah kebijakan mengenai PTKP. Ambang batas PTKP saat ini senilai Rp54 juta per tahun, dan berlaku bagi wajib pajak orang pribadi berstatus lajang.

"[PTKP] jangan dinaik-naikan dulu," katanya.

Baca Juga: Perbarui Data Tanggungan WP, Perlukah Didaftarkan ke Kantor Pajak?

Usulan kenaikan PTKP mengemuka di tengah melemahnya daya beli masyarakat. Namun, Airlangga menilai pemerintah telah memberikan berbagai insentif sebagai stimulus bagi masyarakat.

Dalam pemberitaan di harian Kontan, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai kenaikan PTKP dapat dipertimbangkan sebagai kebijakan dalam jangka pendek dan menengah. Menurutnya, angka PTKP saat ini sudah tidak lagi relevan.

Biaya hidup dipandang telah mengalami kenaikan yang cukup besar, sedangkan PTKP terakhir kali direvisi pada 2016. Agar tidak terlalu menekan ruang fiskal, kenaikan PTKP diusulkan berjalan secara bertahap, misalnya dengan menaikkan PTKP ke Rp5 juta atau Rp7 juta lebih dulu sambil mengkaji dampaknya terhadap keuangan negara.

Baca Juga: Tata Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Terbaru 2025

"Ketika daya beli mereka melemah, maka dampaknya luas ke perekonomian domestik," ujarnya.

Badiul menilai kenaikan PTKP juga tetap perlu diiringi dengan reformasi sistem perpajakan secara menyeluruh. Misal, memperluas basis penerimaan pajak, termasuk sektor informal dan digital.

Selain topik tersebut, ada pula ulasan terkait dengan strategi pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai perkembangan aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation Development (OECD), serta pemberian insentif pajak untuk mendorong industri halal.

Baca Juga: Pemprov Adakan Lagi Pemutihan Pajak Kendaraan, Berlaku Mulai Hari Ini

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

8 Kebijakan untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi 5%

Pemerintah sedikitnya menyiapkan 8 kebijakan jangka pendek dan menengah guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi di koridor 5% pada 2025.

Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan berbagai kebijakan tersebut disusun untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika global pada saat ini. Kebijakan ekonomi pun diarahkan untuk mendorong daya beli masyarakat dan peningkatan investasi.

"Pemerintah telah menyiapkan dan menjalankan berbagai kebijakan jangka pendek, serta kebijakan jangka menengah untuk menyiapkan fondasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujarnya. (DDTCNews)

Baca Juga: Ini Sebab RUU Pajak Trump Ditolak oleh Anggota Partainya Sendiri

Sri Mulyani Tawarkan Insentif Pajak untuk Industri Halal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong pelaku industri halal memanfaatkan berbagai insentif perpajakan yang telah disediakan pemerintah.

Menurutnya, pemberian insentif menjadi bagian dari bentuk komitmen pemerintah mendukung pengembangan industri halal. Selain itu, pemerintah juga mendorong pembentukan kompleks-kompleks industri yang berbasis produk halal.

"Ini masih menghadapi beberapa kendala, namun mungkin bisa diatasi seperti permintaan insentif-insentif yang dilakukan, baik dari sisi perpajakan yang sebetulnya ini kita lakukan maupun dari berbagai insentif lainnya," ucapnya. (DDTCNews)

Baca Juga: Aspek Perpajakan atas Jasa Maklon, dari Pajak Penghasilan hingga PPN

Adopsi Standar OECD Jadi Cara Jitu Atasi Tarif AS

Airlangga menyebut Indonesia terus berproses dalam melakukan aksesi menjadi anggota OECD. Indonesia saat ini tengah bersiap mengadopsi standar OECD untuk diimplementasikan dalam kebijakan atau regulasi.

Menurutnya, adopsi standar OECD ini penting salah satunya dalam membantu menyelesaikan permasalahan negosiasi soal tarif dengan Amerika Serikat (AS).

"Kenapa standar OECD penting? Karena jadi benchmark dalam negosiasi dengan Amerika. Ternyata Amerika benchmark untuk [menerapkan kebijakan] tarif dan nontarif merujuk ke OECD," ujarnya. (DDTCNews)

Baca Juga: Kazakhstan Terapkan UU Perpajakan Baru Mulai 2026

Reformasi Kebijakan Tak Cuma karena Tekanan Tarif AS

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengeklaim perubahan kebijakan dalam negeri yang dilakukan pada beberapa waktu terakhir bukan semata-mata karena tekanan dari kebijakan tarif resiprokal di AS.

Anggito menyebut reformasi kebijakan sebagai hal lazim karena pemerintah kerap meninjau setiap kebijakan dan regulasi yang sudah dilaksanakan. Pemerintah pun telah merancang langkah-langkah reformasi yang diperlukan untuk mendorong perekonomian nasional.

"Kalau kita mereformasi mengenai kuota [ekspor-impor], TKDN, itu bukan semata-mata karena tekanan Trump, tetapi merasa ada kebutuhan melakukan reformasi, perubahan, perbaikan," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga: Sinyal Pemerintah Ogah Naikkan Batas PTKP Rp4,5 Juta Per Bulan

Modernisasi Pemeriksaan Barang untuk Perlancar Arus Logistik

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Dwi Teguh Wibowo menilai modernisasi teknologi dalam pemeriksaan barang impor dinilai telah efektif memperlancar arus logistik di pelabuhan.

Modernisasi teknologi oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) antara lain tecermin dari penggunaan alat pemindai x-ray kontainer dan aplikasi mobile untuk pelaporan hasil pemeriksaan. Dengan kedua teknologi tersebut, proses pemeriksaan kini menjadi lebih cepat dan akurat.

"Hasil pemeriksaan bisa langsung diakses oleh pihak terkait sehingga arus logistik menjadi lebih lancar dan pelaku usaha mendapatkan kepastian waktu yang lebih baik," tuturnya. (DDTCNews)

Baca Juga: Lebih dari 1.000 Peraturan Bahasa Inggris Tersedia di Perpajakan DDTC

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita perpajakan hari ini, perpajakan, PTKP, insentif pajak, aksesi OECD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 14 Mei 2025 | 10:53 WIB
LITERATUR PAJAK

Aspek Perpajakan atas Jasa Maklon, Yuk Baca Panduannya di Sini

Rabu, 14 Mei 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Apindo Usul Paket Insentif Pajak Saat Pandemi Kembali Diberikan

Rabu, 14 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

Selasa, 13 Mei 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Apindo Usul Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan

berita pilihan

Senin, 19 Mei 2025 | 14:39 WIB
MATERI USKP I/2025

Lengkap! Ini Bahan Belajar untuk USKP B Materi PPh Badan dan SPT Badan

Senin, 19 Mei 2025 | 14:30 WIB
USKP PERIODE I/2025

Peserta USKP Wajib Ikuti Briefing Sebelum Ujian, Ini Jadwalnya

Senin, 19 Mei 2025 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

PLB Disebut Jadi Pintu Masuk Impor Ilegal, Begini Klarifikasi Kemenkeu

Senin, 19 Mei 2025 | 13:00 WIB
PMK 30/2025

Genjot Hilirisasi, Tarif Pungutan Ekspor Sawit Naik Jadi 10%

Senin, 19 Mei 2025 | 12:33 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Seperti Apa Administrasi Sengketa dan Peradilan Pajak di Negara Lain? 

Senin, 19 Mei 2025 | 12:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dana Rp550 Triliun Akan Mengucur ke Desa Lewat Koperasi Merah Putih

Senin, 19 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Perbarui Data Tanggungan WP, Perlukah Didaftarkan ke Kantor Pajak?

Senin, 19 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Kewajiban Pemeriksa Pajak saat Melakukan Pemeriksaan