Dorong Konsumsi Masyarakat, Ramai Usulan Kenaikan PTKP

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Usulan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) ramai disuarakan oleh berbagai pihak untuk mendorong konsumsi masyarakat. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (19/5/2025).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah belum berencana mengubah kebijakan mengenai PTKP. Ambang batas PTKP saat ini senilai Rp54 juta per tahun, dan berlaku bagi wajib pajak orang pribadi berstatus lajang.
"[PTKP] jangan dinaik-naikan dulu," katanya.
Usulan kenaikan PTKP mengemuka di tengah melemahnya daya beli masyarakat. Namun, Airlangga menilai pemerintah telah memberikan berbagai insentif sebagai stimulus bagi masyarakat.
Dalam pemberitaan di harian Kontan, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai kenaikan PTKP dapat dipertimbangkan sebagai kebijakan dalam jangka pendek dan menengah. Menurutnya, angka PTKP saat ini sudah tidak lagi relevan.
Biaya hidup dipandang telah mengalami kenaikan yang cukup besar, sedangkan PTKP terakhir kali direvisi pada 2016. Agar tidak terlalu menekan ruang fiskal, kenaikan PTKP diusulkan berjalan secara bertahap, misalnya dengan menaikkan PTKP ke Rp5 juta atau Rp7 juta lebih dulu sambil mengkaji dampaknya terhadap keuangan negara.
"Ketika daya beli mereka melemah, maka dampaknya luas ke perekonomian domestik," ujarnya.
Badiul menilai kenaikan PTKP juga tetap perlu diiringi dengan reformasi sistem perpajakan secara menyeluruh. Misal, memperluas basis penerimaan pajak, termasuk sektor informal dan digital.
Selain topik tersebut, ada pula ulasan terkait dengan strategi pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai perkembangan aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation Development (OECD), serta pemberian insentif pajak untuk mendorong industri halal.
Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.
8 Kebijakan untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi 5%
Pemerintah sedikitnya menyiapkan 8 kebijakan jangka pendek dan menengah guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi di koridor 5% pada 2025.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan berbagai kebijakan tersebut disusun untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika global pada saat ini. Kebijakan ekonomi pun diarahkan untuk mendorong daya beli masyarakat dan peningkatan investasi.
"Pemerintah telah menyiapkan dan menjalankan berbagai kebijakan jangka pendek, serta kebijakan jangka menengah untuk menyiapkan fondasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujarnya. (DDTCNews)
Sri Mulyani Tawarkan Insentif Pajak untuk Industri Halal
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong pelaku industri halal memanfaatkan berbagai insentif perpajakan yang telah disediakan pemerintah.
Menurutnya, pemberian insentif menjadi bagian dari bentuk komitmen pemerintah mendukung pengembangan industri halal. Selain itu, pemerintah juga mendorong pembentukan kompleks-kompleks industri yang berbasis produk halal.
"Ini masih menghadapi beberapa kendala, namun mungkin bisa diatasi seperti permintaan insentif-insentif yang dilakukan, baik dari sisi perpajakan yang sebetulnya ini kita lakukan maupun dari berbagai insentif lainnya," ucapnya. (DDTCNews)
Adopsi Standar OECD Jadi Cara Jitu Atasi Tarif AS
Airlangga menyebut Indonesia terus berproses dalam melakukan aksesi menjadi anggota OECD. Indonesia saat ini tengah bersiap mengadopsi standar OECD untuk diimplementasikan dalam kebijakan atau regulasi.
Menurutnya, adopsi standar OECD ini penting salah satunya dalam membantu menyelesaikan permasalahan negosiasi soal tarif dengan Amerika Serikat (AS).
"Kenapa standar OECD penting? Karena jadi benchmark dalam negosiasi dengan Amerika. Ternyata Amerika benchmark untuk [menerapkan kebijakan] tarif dan nontarif merujuk ke OECD," ujarnya. (DDTCNews)
Reformasi Kebijakan Tak Cuma karena Tekanan Tarif AS
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengeklaim perubahan kebijakan dalam negeri yang dilakukan pada beberapa waktu terakhir bukan semata-mata karena tekanan dari kebijakan tarif resiprokal di AS.
Anggito menyebut reformasi kebijakan sebagai hal lazim karena pemerintah kerap meninjau setiap kebijakan dan regulasi yang sudah dilaksanakan. Pemerintah pun telah merancang langkah-langkah reformasi yang diperlukan untuk mendorong perekonomian nasional.
"Kalau kita mereformasi mengenai kuota [ekspor-impor], TKDN, itu bukan semata-mata karena tekanan Trump, tetapi merasa ada kebutuhan melakukan reformasi, perubahan, perbaikan," katanya. (DDTCNews)
Modernisasi Pemeriksaan Barang untuk Perlancar Arus Logistik
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Dwi Teguh Wibowo menilai modernisasi teknologi dalam pemeriksaan barang impor dinilai telah efektif memperlancar arus logistik di pelabuhan.
Modernisasi teknologi oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) antara lain tecermin dari penggunaan alat pemindai x-ray kontainer dan aplikasi mobile untuk pelaporan hasil pemeriksaan. Dengan kedua teknologi tersebut, proses pemeriksaan kini menjadi lebih cepat dan akurat.
"Hasil pemeriksaan bisa langsung diakses oleh pihak terkait sehingga arus logistik menjadi lebih lancar dan pelaku usaha mendapatkan kepastian waktu yang lebih baik," tuturnya. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.