Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:17 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:33 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA
Kamis, 12 Juni 2025 | 12:31 WIB
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kamis, 12 Juni 2025 | 09:33 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Fokus
Reportase

Ini Alasan TP Doc Harus Dibuat Sejak Awal Tahun dan Berkesinambungan

A+
A-
9
A+
A-
9
Ini Alasan TP Doc Harus Dibuat Sejak Awal Tahun dan Berkesinambungan

Partner of Transfer Pricing Services DDTC Romi Irawan memaparkan materi dalam The 22nd Tax Seminar and Training yang digelar Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia.

JAKARTA, DDTCNews – Pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk membuat transfer pricing control framework yang lebih baik. Pembuatan transfer pricing documentation (TP Doc) harus konsisten dimulai sejak awal tahun.

Partner of Transfer Pricing Services DDTC Romi Irawan mengatakan dalam ketentuan yang berlaku di Indonesia, sesuai dengan PMK 213/2016, penyusunan TP Doc menggunakan pendekatan ex ante. Dokumentasi dibuat sesuai dengan kondisi atau informasi pada saat transaksi berlangsung.

“Dengan prinsip ex ante, ketika ada yang berubah, kita mudah mengidentifikasinya. Jangan sampai TP Doc baru dibuat menjelang akhir [tahun]. Kita akan kesulitan mengingat-ingat lagi kondisi yang terjadi pada saat transaksi karena tidak ada dokumentasi yang baik,” ujarnya, Sabtu (28/8/2021).

Baca Juga: Omzet Lampaui Rp4,8 M tapi dari Hasil Penyerahan Non-BKP, Wajib PKP?

Dokumentasi yang berkesinambungan sejak awal tahun akan menguntungkan wajib pajak. Romi memberi contoh, saat terjadi pandemi Covid-19, wajib pajak bisa langsung mendokumentasikan beberapa aspek yang terdampak.

Pasalnya, masalah muncul ketika tidak ada data pembanding yang tepat. Misalnya, untuk pembuatan TP Doc tahun pajak 2020, data pembanding maksimal berupa laporan keuangan perusahaan lain untuk tahun pajak 2019.

Pada akhirnya, wajib pajak mengalami kesulitan dalam melakukan analisis kesebandingan yang merupakan inti dari implementasi transfer pricing. Terlebih, tidak ada perubahan ketentuan TP Doc pada masa pandemi di Indonesia. TP Doc harus tersedia pada April 2021.

Baca Juga: Ada Aturan Baru, WPOP sebagai Pemotong PPh Final atas Sewa Diperluas?

Jika sudah melakukan pendokumentasian dengan baik sejak awal 2020, wajib pajak dapat melakukan penyesuaian dengan tepat. TP Doc yang didukung dengan justifikasi komersial yang dapat dipertanggungjawabkan serta bukti yang relevan akan memberi keuntungan bagi wajib pajak.

Hal tersebut relevan dengan panduan atas implikasi Covid-19 terhadap transfer pricing yang dirilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada Desember 2020. Salah satu isu utama adalah terkait analisis kesebandingan.

Penerapan arm’s length principle dilakukan dengan terlebih dahulu menggambarkan secara akurat (accurately delineating) transaksi afiliasi yang dilakukan menggunakan karakteristik yang relevan secara ekonomi.

Baca Juga: Optimalkan Pajak, Sri Mulyani Minta Coretax Segera Diperbaiki

Kemudian, pencarian pembanding dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kesebandingan, pemilihan metode yang paling sesuai, serta penyesuaian yang relevan agar dapat mencerminkan perusahaan independen dalam kondisi sebanding.

Dalam kesempatan tersebut, Romi mengungkapkan pada masa pandemi, wajib pajak butuh pembuktian yang lebih kuat jika melakukan beberapa transaksi seperti intragroup financing, intragroup services, transactions involving intangibles, atau business restructurings.

Misalnya, terkait dengan pinjaman dan pembayaran royalti. Transaksi ini jelas mensyaratkan pendokumentasian mengenai eksistensi dan manfaat yang diperoleh. Area tersebut menjadi lebih krusial terlebih dalam menjelaskan alasan tidak dilakukannya dengan pihak independen.

Baca Juga: Meninjau Ulang Pengawasan DJP: Evolusi Peran Account Representative

“Oleh karena itu, penting untuk membuat TP Doc beriringan saat kita melakukan transaksi. Jika ada [kondisi] yang berubah, bisa langsung kita dokumentasikan. Kami menyebutnya dengan transfer pricing control framework. Pendokumentasian berkesinambungan. Bukan hanya sebuah proses di akhir tahun,” jelas Romi.

Sebagai informasi, training bertajuk Transfer Pricing Documentation in and Post Pandemic Covid-19 Era ini merupakan bagian The 22nd Tax Seminar and Training yang digelar Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia. (kaw)

Baca Juga: Daerah Ini Bebaskan Denda Tunggakan PBB-P2 Sejak 1994

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : transfer pricing, TP Doc, pajak, pandemi, ex ante, OECD, DDTC, TST, SPA FEB UI

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

berita pilihan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 20:00 WIB
DITJEN STRATEGI EKONOMI DAN FISKAL

Baru Terbentuk, Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Punya Banyak Tugas

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:45 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Sri Mulyani Minta DJBC Gencarkan Penindakan di Titik Rawan Perbatasan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Omzet Lampaui Rp4,8 M tapi dari Hasil Penyerahan Non-BKP, Wajib PKP?

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Ada Aturan Baru, WPOP sebagai Pemotong PPh Final atas Sewa Diperluas?

Jum'at, 13 Juni 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Optimalkan Pajak, Sri Mulyani Minta Coretax Segera Diperbaiki

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:47 WIB
KEMENTERIAN KEUANGAN

Sri Mulyani Lantik Pejabat Eselon II, Ini Daftar Lengkapnya

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:45 WIB
OPINI PAJAK

Meninjau Ulang Pengawasan DJP: Evolusi Peran Account Representative

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:00 WIB
KABUPATEN TABANAN

Daerah Ini Bebaskan Denda Tunggakan PBB-P2 Sejak 1994

Jum'at, 13 Juni 2025 | 16:15 WIB
PMK 34/2025

Jemaah Haji Boleh Sampaikan Pemberitahuan Impor secara Lisan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 15:30 WIB
KAMUS PAJAK

Update 2025, Apa Itu Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU)?