Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY
Jum'at, 11 Juli 2025 | 20:15 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 11 Juli 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK
Kamis, 10 Juli 2025 | 19:30 WIB
TIPS PAJAK
Fokus
Reportase

Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

A+
A-
6
A+
A-
6
Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

Founder DDTC Darussalam saat menjadi narasumber dalam detikSore, Senin (16/12/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Kebijakan pemerintah untuk tetap meningkatkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% dipandang sebagai jalan tengah yang perlu diambil dalam rangka meningkatkan penerimaan negara.

Founder DDTC Darussalam mengatakan pemerintah bisa memilih untuk menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) ataupun mengurangi fasilitas pembebasan PPN. Namun, langkah tersebut tidak diambil demi melindungi UMKM dan masyarakat rentan.

"Ketika kita bicara kebijakan PPN, kita harus lihat 3 hal [tarif, threshold PKP, dan fasilitas]. Banyak negara yang tarif PPN-nya di bawah kita, tapi batasan untuk memungut PPN di bawah Rp4,8 miliar," katanya dalam detikSore, Senin (16/12/2024).

Baca Juga: SKPKB 2024 Capai Rp72 T dan US$722 Juta, Mayoritas Tak Disetujui WP

Sebagai informasi, pelaku usaha baru diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP dan memungut PPN jika omzetnya dalam setahun sudah Rp4,8 miliar atau lebih. Threshold senilai Rp4,8 miliar tersebut jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata global senilai Rp1,6 miliar.

"Indonesia bisa saja tarif tidak perlu naik, tapi Rp4,8 miliar itu diturunkan. Rata-rata dunia itu Rp1,6 miliar. Katakan Indonesia turunkan ke Rp2 miliar, nanti banyak pengusaha yang diminta memungut PPN. Jadi, barangnya kena pajak," ujar Darussalam.

Saat ini, pembebasan PPN telah diberlakukan atas beragam jenis barang dan jasa seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, dan lain-lain.

Baca Juga: Trump Siapkan Bea Masuk Umum Sebesar 15%-20%

Darussalam menekankan bahwa PPN seharusnya bersifat netral, yang artinya dipungut atas setiap penyerahan barang dan jasa. Namun, pemerintah memilih untuk tidak mengenakan PPN atas barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Secara konseptual PPN sesungguhnya pajak yang tidak adil. Namun, pemerintah memilih untuk mencoba berlaku adil dengan memberlakukan beragam pembebasan PPN atas barang dan jasa yang dikonsumsi oleh kelompok rentan.

Meski PPN diputuskan untuk tetap naik pada tahun depan, perlu diingat bahwa kebijakan ini banyak diwarnai oleh banyak penolakan dari publik. Oleh karena itu, Darussalam berpandangan pemerintah perlu memperbaiki komunikasi publik terkait dengan kenaikan tarif PPN.

Baca Juga: Beri Insentif Pajak, Sri Mulyani: Ada Penerimaan yang Diikhlaskan

"Yang terpenting adalah bagaimana kita menarasikan, itu yang masalah di republik ini. Bagaimana rakyat merasakan pajak sehingga kita sukarela membayar pajak, bukan pajak yang dipaksakan untuk bayar. Skandinavia pajaknya tinggi, tetapi bahagia. Mengapa? Karena benar-benar dirasakan," tutur Darussalam.

Momentum kenaikan tarif PPN juga perlu dimanfaatkan pemerintah untuk mulai menerapkan earmarking dengan mengalokasikan sebagian penerimaan PPN khusus untuk program-program kesejahteraan sosial.

Contoh, Italia mengalokasikan 38,5% dari penerimaan PPN untuk jaminan sosial kesehatan bagi penduduk. Indonesia seyogianya bisa menerapkan hal yang sama. (rig)

Baca Juga: Pemprov Papua Barat Minta ASN Lunasi Tunggakan Pajak Kendaraan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : founder ddc darussalam, tarif PPN 12%, penerimaan negara, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 11 Juli 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Tegaskan Bakal Tutup Semua Kebocoran Penerimaan Pajak

Jum'at, 11 Juli 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN BEA MASUK

Apindo: Industri Makin Tertekan Jika Negosiasi Bea Masuk AS Gagal

Jum'at, 11 Juli 2025 | 14:00 WIB
KOTA BATU

Pemkot Adakan Pemutihan, Berlaku untuk 7 Jenis Pajak Daerah

berita pilihan

Sabtu, 12 Juli 2025 | 14:30 WIB
PER-12/PJ/2025

Ketentuan Nomor Identitas Pemungut PPN PMSE Luar Negeri Diatur Ulang

Sabtu, 12 Juli 2025 | 14:00 WIB
LAPORAN KEUANGAN DJP 2024

SKPKB 2024 Capai Rp72 T dan US$722 Juta, Mayoritas Tak Disetujui WP

Sabtu, 12 Juli 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kerja Sama Indonesia-Eurasia Disebut Jadi Pilar Diversifikasi Ekspor

Sabtu, 12 Juli 2025 | 13:00 WIB
AMERIKA SERIKAT

Trump Siapkan Bea Masuk Umum Sebesar 15%-20%

Sabtu, 12 Juli 2025 | 12:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Beri Insentif Pajak, Sri Mulyani: Ada Penerimaan yang Diikhlaskan

Sabtu, 12 Juli 2025 | 12:00 WIB
PROVINSI PAPUA BARAT

Pemprov Papua Barat Minta ASN Lunasi Tunggakan Pajak Kendaraan

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB
APBN 2025

Kemenkeu Sudah Suntik Dana Transfer Rp400,6 Triliun ke Daerah

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria dan Ketentuan Penghapusan NPWP

Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY

Menakar Sistem Perpajakan yang Berkeadilan Gender