Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 22 April 2025 | 16:03 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Senin, 21 April 2025 | 11:38 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT Exam Preparation Course
Senin, 21 April 2025 | 10:01 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Selasa, 15 April 2025 | 11:25 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Fokus
Reportase

Melihat Kenaikan PPN 12%, Pajak Tidak Semata-mata Revenue Oriented

A+
A-
1
A+
A-
1
Melihat Kenaikan PPN 12%, Pajak Tidak Semata-mata Revenue Oriented

Founder DDTC Darussalam (kanan) dan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti dalam talk show Jendela Negeri: Pajak untuk Negeri yang disiarkan secara live oleh TVRI, Selasa (2/12/2024). 

JAKARTA, DDTCNews - Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% perlu dilihat secara komprehensif. Alasannya, pemungutan pajak tidak sekadar berorientasi terhadap penerimaan negara, tetapi juga terhadap pemberian fasilitas fiskal bagi masyarakat.

Founder DDTC Darussalam mengingatkan bahwa pemungutan pajak selama ini punya peran dalam meredam berbagai tantangan ekonomi. Misalnya, ketika pandemi Covid-19 melanda, pajak menjadi salah satu instrumen yang dimanfaatkan pemerintah untuk penyaluran beragam subsidi kepada masyarakat.

"Pajak, yang awalnya revenue oriented, saat ini pajak bukan semata-mata revenue tapi juga berorientasi dalam memberikan dampak positif. Selama pandemi misalnya, vaksin gratis, bantuan sosial, itu biaya dari mana? Nah di situ ada banyak fasilitas yang diberikan [dari uang pajak]," ujar Darussalam dalam talk show Jendela Negeri: Pajak untuk Negeri yang disiarkan secara live oleh TVRI, Selasa (2/12/2024).

Baca Juga: Perhatikan Pengeluaran yang Langsung Berhubungan dengan Kegiatan Usaha

Di samping itu, Darussalam menambahkan, pemberian fasilitas fiskal atau subsidi berimplikasi terhadap potensi revenue pemerintah yang hilang. Artinya, pemungutan pajak sendiri dirancang sesuai dengan kemampuan wajib pajak secara alamiah dan mengacu pada kondisi ekonomi saat ini

"Jadi bagaimanapun, melihat kebijakan pajak ini harus melalui sudut pandang helikopter. Jadi sudut pandangnya harus luas, tidak bisa secara parsial," kata Darussalam.

Lebih lanjut, Darussalam menekankan bahwa PPN merupakan jenis pajak yang memberikan distorsi relatif kecil terhadap perekonomian. Dia mengungkapkan sistem PPN saat ini telah memberikan fasilitas PPN bagi barang dan jasa kena pajak yang berdampak bagi masyarakat luas sekaligus tingginya threshold PKP di Indonesia.

Baca Juga: Kini Terpecah, Pajaknya Lebih Tinggi di Irlandia atau Irlandia Utara?

Kedua skema tersebut, fasilitas PPN dan tingginya threshold PKP, telah menghasilkan nilai belanja perpajakan yang tinggi. Pemerintah mencatat total belanja pajak mencapai Rp132,78 triliun pada 2022 dan diestimasi akan mencapai Rp178,74 triliun pada 2025.

"Dengan kata lain, kurang lebih 40% dari total belanja perpajakan berorientasi bagi daya beli dan rumah tangga," kata Darussalam.

Merespons reaksi publik yang beragam mengenai rencana kenaikan PPN menjadi 12%, Darussalam menyadari bahwa pemungutan pajak memang punya dua sisi: ada kalanya memberatkan, tetapi ujungnya penerimaan pajak memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga: Prabowo Siapkan Paket Kebijakan Ekonomi Baru, Ada Soal Kemudahan Pajak

"Plus minus pasti ada, tetapi bagaimanapun negara ini kan harus mandiri. Negara ini harus hidup dan harus bisa membiayai operasionalnya dengan biaya sendiri, dari pajak. Pilihannya, mau membiayai sendiri atau dari alternatif lain seperti utang?" kata Darussalam.

Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini sebenarnya telah tertuang dalam Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tarif PPN telah naik dari 10% menjadi 11% pada April 2022 lalu.

Baca Juga: Belanja Pertahanan Ditambah, Negara Ini Bakal Naikkan Tarif Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PPN, tarif PPN, PPN 12%, tarif pajak, DPR, PPN 11%, UU HPP, Darussalam

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 14 April 2025 | 15:43 WIB
KEBIJAKAN PERPAJAKAN

Terkait Bea Masuk, Airlangga Sebut PPN Jadi Bahan Negosiasi dengan AS

Minggu, 13 April 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Peredaran Rokok Ilegal Jangan Disepelekan, DPR Minta Exit Strategy

Sabtu, 12 April 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ada Pajak DTP, Airlangga Klaim Penjualan Mobil Listrik dan Hybrid Naik

Sabtu, 12 April 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Kuota Impor Bakal Dihapus, Pemerintah Diminta Hati-hati

berita pilihan

Selasa, 22 April 2025 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Pakai PPh Final UMKM, Tetap Harus Lampirkan Pembukuan di SPT

Selasa, 22 April 2025 | 18:45 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Kemendag: Bea Masuk 47 Persen Tak Diberlakukan AS untuk Semua Barang

Selasa, 22 April 2025 | 18:30 WIB
KANWIL DJP JAWA BARAT II

Siap-Siap! Kanwil DJP Jawa Barat II Adakan Sita Serentak Pekan Ini

Selasa, 22 April 2025 | 17:45 WIB
PMK 81/2024

Ada Penyesuaian Penghitungan PPh Pasal 25, Apa Saja yang Berubah?

Selasa, 22 April 2025 | 17:30 WIB
KERJA SAMA INTERNASIONAL

Perjanjian Perdagangan Internasional yang Sudah Diteken RI, Apa Saja?

Selasa, 22 April 2025 | 16:30 WIB
KANWIL BEA CUKAI JAKARTA

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Kembali Beri Fasilitas Toko Bebas Bea

Selasa, 22 April 2025 | 16:03 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Perhatikan Pengeluaran yang Langsung Berhubungan dengan Kegiatan Usaha

Selasa, 22 April 2025 | 16:00 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

Ada 2 Upaya Ini, KPP Bisa Lebih Fokus Awasi Kepatuhan WP Lapor SPT

Selasa, 22 April 2025 | 15:30 WIB
KONSULTAN PAJAK

Revisi PMK, Kantor Konsultan Pajak Bakal Diwajibkan Punya Izin