Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Pentingnya Coretax dan Komitmen Sri Mulyani Benahi Sistem Pajak

A+
A-
4
A+
A-
4
Pentingnya Coretax dan Komitmen Sri Mulyani Benahi Sistem Pajak

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah terus berupaya untuk menyelesaikan berbagai kendala pada Coretax DJP. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (12/2/2025).

Sri Mulyani mengatakan coretax merupakan sistem yang kompleks sehingga masih membutuhkan banyak perbaikan. Dia pun memahami wajib pajak yang masih mengeluhkan kendala pada coretax system ini.

"Saya tahu sebagian dari Anda mengeluhkan soal coretax. Kami akan terus berbenah. Membangun sistem serumit coretax dengan lebih dari 8 miliar transaksi tidaklah mudah, tetapi ini bukan alasan," katanya dalam Mandiri Investment Forum 2025.

Baca Juga: Terbitkan Faktur Pajak Fiktif Rp3 Miliar, Tersangka Ditahan Kejaksaan

Sri Mulyani menuturkan pemerintah menerapkan coretax untuk memperbaiki sistem pajak Indonesia. Penguatan sistem tersebut diharapkan meningkatkan kualitas pelayanan Ditjen Pajak (DJP) kepada seluruh wajib pajak.

Dia menjelaskan penerapan coretax system akan membuat pelayanan pajak menjadi lebih terintegrasi sehingga tidak ada lagi duplikasi data. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan biaya wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (cost of compliance).

"Kami terus berbenah sehingga Indonesia memiliki sistem pemungutan pajak yang tidak hanya terdigitalisasi, tetapi juga lebih andal dalam pencatatan dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk mematuhi ketentuan," ujarnya.

Baca Juga: Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Selain meningkatkan pelayanan, lanjut Sri Mulyani, Presiden Prabowo Subianto juga berpesan untuk fokus mengatasi masalah kebocoran dan penghindaran pajak. Dengan upaya tersebut, penerimaan negara diharapkan lebih optimal.

Di internal Kemenkeu, upaya menutup kebocoran penerimaan antara lain dilaksanakan melalui joint program di antara DJP, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), dan Ditjen Anggaran. Sejauh ini, kegiatan tersebut mampu mengerek penerimaan pajak, bea, cukai, dan PNBP.

Sebelumnya, Komisi XI DPR mengundang DJP untuk membahas berbagai kendala dalam penerapan coretax system. Dalam rapat tersebut disepakati DJP masih tetap memakai sistem yang lama (legacy) untuk mengantisipasi kendala dalam penerapan coretax.

Baca Juga: Tarif Jalan Tol Didiskon 20 Persen selama Mudik Lebaran, Ini Kata AHY

Selain coretax system, ada pula ulasan mengenai rencana pemerintah untuk menerapkan omnibus law dalam memenuhi standar-standar OECD. Ada juga bahasan terkait dengan tarif efektif PPN atas penyerahan mobil bekas dan jasa freight forwarding berdasarkan PMK 11/2025.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

DPR Minta Kendala Coretax Jangan Sampai Ganggu Penerimaan

Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan penerapan coretax system masih membutuhkan berbagai penyempurnaan. Pada prosesnya, dia meminta pemerintah tetap harus mengamankan target penerimaan pada tahun ini.

"Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjamin bahwa sistem IT apapun yang digunakan tidak akan memengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak di APBN tahun 2025," katanya.

Baca Juga: Kantor Pajak Bisa Tambah Jam Layanan Khusus untuk Terima SPT Tahunan

Misbakhun menegaskan Komisi XI mendukung upaya pemerintah memperbaiki sistem perpajakan melalui penerapan coretax. Namun, lanjutnya, penerapan coretax system tersebut tidak boleh sampai mengganggu penerimaan negara. (DDTCNews/Kompas)

PMK 11/2025 Sudah Sesuai Arahan Presiden Prabowo

DJP mengeklaim muatan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 11/2025 sudah sejalan arahan Presiden Prabowo Subianto.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan dengan ditetapkannya PMK 11/2025, PPN sebesar 12% hanya diberlakukan atas barang mewah. Adapun barang kena pajak dan jasa kena pajak (BKP/JKP) nonmewah dikenai PPN dengan tarif efektif sebesar 11%.

Baca Juga: Menkeu AS Yakin Kebijakan Bea Masuk terhadap China Tak Naikkan Inflasi

"Hal ini sesuai dengan arahan presiden bahwa tarif PPN 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 hanya dikenakan pada BKP yang tergolong mewah," ujarnya. (DDTCNews)

Adopsi Standar-Standar OECD, Pemerintah Buka Opsi Siapkan Omnibus Law

Pemerintah membuka peluang untuk merancang regulasi yang bersifat omnibus guna memuluskan proses aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan omnibus law diperlukan untuk menyesuaikan regulasi yang berlaku di Indonesia dengan 239 standar yang ditetapkan oleh OECD. Tanpa omnibus law, proses aksesi bisa memakan waktu yang lama.

Baca Juga: Lebih dari 1 Tersangka Pajak, Sanksi Pasal 44B Dihitung Proporsional

"Kami punya jurus yang kemarin sudah pernah dilakukan yaitu omnibus law. Jadi, ada 2 cara. Pertama, ratifikasi. Kedua, kami melakukan omnibus law terhadap hal-hal yang dirasa penting," katanya. (DDTCNews)

Ada PMK Omnibus, Tarif PPN Mobil Bekas Tetap 1,1 Persen

Tarif PPN besaran tertentu yang berlaku atas penyerahan kendaraan bermotor bekas tetap sebesar 1,1%, tidak naik menjadi sebesar 1,2%.

PPN besaran tertentu sebesar 1,1% tetap berlaku seiring dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 11/2025 yang turut merevisi PMK 65/2022 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas.

Baca Juga: Jenis-Jenis Pajak yang Melekat dalam Penjualan BBM

"Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar ... 1,1% dari harga jual," bunyi Pasal 2 ayat (5) PMK 65/2022 yang diubah dengan PMK 11/2025. (DDTCNews)

PMK Diperbarui, Tarif PPN Freight Forwarding Tetap 1,1 Persen

Tarif efektif PPN atas jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) kini menjadi 1,1%. Hal ini lantaran formula besaran tertentu yang digunakan untuk menghitung PPN atas jasa freight forwarding turut diubah dalam PMK 11/2025.

Merujuk Pasal 3 huruf c PMK 71/2022 s.t.d.d PMK 11/2025, besaran tertentu atas jasa freight forwarding adalah 10% dikali 11/12 dari tarif PPN 12%. Dengan skema tersebut berarti tarif efektif PPN atas jasa freight forwarding menjadi 1,1% seperti saat tarif PPN masih 11%.

Baca Juga: Cuma Sampai Pukul 15.00, Waktu Pelayanan Kantor Pajak selama Ramadan

“... yaitu sebesar 10% dikali 11/12 dari tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN dikalikan dengan jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih,” bunyi Pasal 3 PMK 71/2022 s.t.d.d PMK 11/2025. (DDTCNews)

Bea Masuk Antidumping terhadap Baja HRP Asal 3 Negara Ini Diperpanjang

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 9/2025, pemerintah memperpanjang pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap impor baja hot rolled plate (HRP) dari China, Singapura, dan Ukraina.

Perpanjangan pengenaan BMAD tersebut didasarkan pada hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan. Berdasarkan penelitian KADI, ditemukan masih adanya praktik dumping atas produk baja HRP dari China, Singapura, dan Ukraina.

Baca Juga: Ada Bank Bulion, Ketentuan PPh Pasal 22 terkait Emas Bakal Direvisi

"Alhasil, pengenaan bea masuk antidumping perlu dilakukan," bunyi kutipan salah satu pertimbangan PMK 9/2025. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, sistem pajak, coretax, coretax system, coretax djp, PMK 11/2025, pajak, menkeu sri mulyani, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 02 Maret 2025 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Aturan Impor Barang Bawaan Penumpang Bakal Direvisi, Ini Bocorannya

Minggu, 02 Maret 2025 | 12:30 WIB
PMK 17/2025

Sanksi Pasal 44B Diperinci, Bisa Secara Alternatif dan Kumulatif

Minggu, 02 Maret 2025 | 12:00 WIB
KOTA SAMARINDA

Ayo Manfaatkan! Pemutihan PBB Berlaku hingga 30 Juni 2025

berita pilihan

Senin, 03 Maret 2025 | 16:30 WIB
KANWIL DJP ACEH

Terbitkan Faktur Pajak Fiktif Rp3 Miliar, Tersangka Ditahan Kejaksaan

Senin, 03 Maret 2025 | 16:07 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu BAPA dalam Audit Kepabeanan?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Tarif Jalan Tol Didiskon 20 Persen selama Mudik Lebaran, Ini Kata AHY

Senin, 03 Maret 2025 | 14:15 WIB
MINYAK KELAPA SAWIT

Harga Referensi Turun, Tarif Bea Keluar CPO US$124/MT di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:01 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertama dalam 25 Tahun, RI Deflasi Tahunan 0,09% di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Bisa Tambah Jam Layanan Khusus untuk Terima SPT Tahunan

Senin, 03 Maret 2025 | 12:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Menkeu AS Yakin Kebijakan Bea Masuk terhadap China Tak Naikkan Inflasi

Senin, 03 Maret 2025 | 12:00 WIB
PMK 17/2025

Lebih dari 1 Tersangka Pajak, Sanksi Pasal 44B Dihitung Proporsional

Senin, 03 Maret 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis-Jenis Pajak yang Melekat dalam Penjualan BBM