Tak Sekadar Penerimaan, Pajak Karbon Sinyal RI Seriusi Transisi Energi

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dekan Asian Development Bank (ADB) Institute Bambang Brodjonegoro menilai Indonesia perlu mulai mengimplementasikan pajak karbon.
Bambang mengatakan pajak karbon dapat menjadi sumber penerimaan negara yang baru. Selain itu, penerapan pajak karbon juga dapat menjadi sinyal keseriusan pemerintah dalam menurunkan emisi karbon.
"Pajak karbon merupakan salah satu sumber penerimaan yang potensial sekaligus menjadi sinyal bahwa Indonesia serius untuk melakukan misalkan transisi energi atau ingin mengembangkan green economy secara lebih agresif," katanya, dikutip pada Sabtu (19/4/2025).
Bambang mengatakan pemerintah telah merencanakan penerapan pajak karbon sejak beberapa tahun terakhir. Pajak karbon juga menjadi bagian dari langkah reformasi perpajakan di Indonesia.
Meski demikian, sejauh ini pemerintah belum mulai menerapkan pajak karbon.
Dia menyebut pajak karbon perlu segera dikenakan di tengah makin meluasnya penerapan kebijakan ini sebagai instrumen mendorong transisi energi berkelanjutan.
UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah mengatur pajak karbon semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tetapi belum terlaksana. Pajak karbon direncanakan dikenakan pertama kali pada PLTU batu bara.
Melalui UU HPP, diatur pula tarif pajak karbon paling rendah hanya senilai Rp30.000 per ton CO2 ekuivalen.
Pajak karbon rencananya akan melengkapi skema perdagangan karbon yang telah diluncurkan pemerintah. Apabila pajak karbon sudah berlaku, pelaku usaha yang emisinya melampaui cap akan memiliki pilihan antara membeli kredit karbon di bursa atau membayar pajak karbon. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.