Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Threshold Terlalu Tinggi Gerus Partisipasi Publik pada Sistem Pajak

A+
A-
2
A+
A-
2
Threshold Terlalu Tinggi Gerus Partisipasi Publik pada Sistem Pajak

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam peluncuran Indonesia Economic Prospects (IEP) 2024 oleh World Bank, Senin (16/12/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Tingginya beragam threshold yang berlaku menjadi salah satu sebab rendahnya penerimaan pajak dan minimnya partisipasi publik terhadap sistem pajak Indonesia.

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC Bawono Kristiaji mengatakan rendahnya partisipasi publik terhadap sistem pajak disebabkan oleh banyaknya tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai wajib pajak akibat tingginya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang berlaku.

"PTKP senilai Rp54 juta per orang per tahun mudah diadministrasikan. Namun, banyak orang yang tidak terdaftar dalam sistem pajak akibat PTKP tersebut," ujar Bawono dalam peluncuran Indonesia Economic Prospects (IEP) 2024 oleh World Bank pada hari ini, Senin (16/12/2024).

Baca Juga: ‘Desain Sistem Pajak Mestinya Seimbangkan Kepentingan WP dan Otoritas’

Threshold pengusaha kena pajak (PKP) yang mencapai Rp4,8 miliar per tahun juga menekan jumlah pelaku usaha yang diwajibkan untuk memungut dan menyetorkan PPN. Threshold yang dimaksud jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang berlaku di negara lain.

Oleh karena banyak pelaku usaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, banyak transaksi dalam perekonomian Indonesia yang tidak tercatat dalam sistem administrasi pajak.

"Ini menimbulkan revenue forgone. Berdasarkan Laporan Belanja Perpajakan yang disusun Kementerian Keuangan, PPN yang tidak dipungut akibat tingginya threshold PKP mencapai Rp56 triliun per tahun," ujar Bawono.

Baca Juga: 2025, Wajib Pajak Masih Dihadapkan Kompleksitas dan Ketidakpastian

Berkaca pada kondisi ini, pemerintah untuk mulai memetakan dan mereformasi seluruh kebijakan belanja perpajakan yang selama ini membatasi kapabilitas otoritas pajak dalam memperluas basis pajak.

Namun, sebelum melaksanakan reformasi kebijakan pajak, pemerintah perlu meyakinkan publik atas pentingnya reformasi pajak dan hubungannya dengan penerimaan pajak yang berkelanjutan.

"Masalahnya, kontrak fiskal di Indonesia masih belum terimplementasikan dengan baik. Ketika kita bicara soal kontrak fiskal, harus ada hubungan mengenai pajak yang sudah dibayar dan apa yang akan diperoleh wajib pajak di masa yang akan datang," ujar Bawono.

Baca Juga: Demokrasi Buat Sistem Pajak Kompleks karena Tampung Banyak Kepentingan

Guna meningkatkan kontrak fiskal dan keyakinan publik terhadap reformasi pajak, pemerintah perlu menjamin terpenuhinya meaningful participation dengan melibatkan masyarakat dalam penyusunan kebijakan pajak.

"Meaningful participation amatlah diperlukan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Setiap orang dapat memberikan pandangan mengenai masa depan reformasi kebijakan pajak Indonesia," ujar Bawono.

Saat ini, masih terdapat skeptisisme di tengah masyarakat terhadap pentingnya reformasi pajak terhadap pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah perlu melibatkan wajib pajak sebagai partner strategis dalam perumusan kebijakan.

Baca Juga: Wawancarai Direktur Perusahaan, Petugas Pajak Cek Kebenaran Informasi

"Aspek fundamentalnya adalah bagaimana pemerintah memperlakukan wajib pajak sebagai partner strategis, bukan hanya pembayar pajak semata. Seiring berjalannya langkah ini bisa memperbaiki kontrak fiskal di Indonesia sehingga mereka memandang bahwa reformasi pajak bisa memberikan manfaat pada masa yang akan datang," ujar Bawono. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : penghasilan tidak kena pajak, PTKP, penghasilan kena pajak, PKP, partisipasi publik, sistem pajak, shadow economy

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 04 Februari 2025 | 09:10 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Airlangga Minta Ada Perlakuan Khusus Bagi PKP Consumer Goods

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:00 WIB
PMK 119/2024

WP OP Lebih Bayar Rp100 Juta, Restitusi akan Dipercepat Sesuai PMK 119

Kamis, 30 Januari 2025 | 12:00 WIB
PMK 119/2024

Detail Penelitian Bukti Potong atas WP Restitusi Dipercepat, Apa Saja?

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 18:00 WIB
KPP MADYA TANGERANG

Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?

Selasa, 04 Maret 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN MALANG

Banyak Warga Bukber selama Ramadan, Pajak Restoran Ditarget Melonjak