Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

Update 2025: Apa Itu Besaran Tertentu dalam Penghitungan PPN?

A+
A-
3
A+
A-
3
Update 2025: Apa Itu Besaran Tertentu dalam Penghitungan PPN?

SEIRING dengan kenaikan tarif PPN umum dari 11% menjadi 12% sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131/2024. PMK ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Secara umum, Pasal 2 PMK 131/2024 menegaskan tarif menurut undang-undang (statutory tax rate) sebesar 12% yang langsung dikalikan dengan harga jual atau nilai impor (sebagai dasar pengenaan pajak) hanya berlaku untuk barang kena pajak tergolong mewah.

Patokan barang kena pajak (BKP) tergolong mewah tersebut adalah BKP yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Baca Juga: Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Kemudian, Pasal 3 PMK 131/2024 menyatakan PPN untuk BKP selain BKP tergolong mewah serta jasa kena pajak (JKP) dihitung dengan DPP nilai lain berupa 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Skemanya menjadi 12% dikali 11/12.

Dengan penghitungan tersebut, tarif efektif PPN menjadi 11%. Simak ‘Memahami Sekilas soal Tarif Efektif, Setelah PPN 12% Berlaku’.

Namun, Pasal 4 PMK 131/2024 menyebut ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 131/2024 dikecualikan untuk PPN terutang atas BKP dan/atau JKP dengan DPP berupa nilai lain dan besaran tertentu yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan secara tersendiri. Artinya, tarif yang menjadi pengali ikut naik dari 11% menjadi 12%.

Baca Juga: Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa

Dalam perkembangannya, pemerintah kemudian menerbitkan PMK 11/2025. Melalui beleid tersebut, pemerintah menyesuaikan ketentuan besaran tertentu sehingga membuat tarif efektif PPN-nya kembali seperti saat tarif PPN masih 11%. Lantas, apa itu besaran tertentu?

Apabila ditelusuri, penggunaan besaran tertentu dalam perhitungan, pemungutan, dan penyetoran PPN muncul setelah pemerintah dan DPR menyepakati UU HPP. Melalui omnibus law ini, ketentuan PPN besaran tertentu diletakkan dalam Pasal 9A UU PPN.

Ketentuan penggunaan besaran tertentu pun telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2022.

Baca Juga: Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Berdasarkan pada Pasal 15 ayat (2) PP 44/2022, besaran tertentu adalah hasil perkalian formula tertentu dengan tarif PPN yang berlaku dikalikan dengan DPP berupa harga jual, penggantian, atau nilai tertentu.

Merujuk Pasal 9A UU PPN s.t.d.t.d UU HPP dan Pasal 15 ayat (1) PP 44/2022, terdapat 3 golongan pengusaha kena pajak (PKP) yang dapat menggunakan besaran tertentu.

  1. PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu.
  2. PKP yang yang melakukan kegiatan usaha tertentu antara lain yang:
    - mengalami kesulitan dalam mengadministrasikan pajak masukan;
    - melakukan transaksi melalui pihak ketiga, baik penyerahan BKP dan/atau JKP maupun pembayarannya; atau
    - memiliki kompleksitas proses bisnis sehingga pengenaan PPN tidak memungkinkan dilakukan dengan mekanisme normal.
  3. PKP yang melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu. Adapun yang dimaksud dengan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu ialah:
    - BKP dan/atau JKP yang dikenai PPN dalam rangka perluasan basis pajak; dan
    - BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

PKP yang termasuk dalam ketiga golongan tersebut dapat memungut dan menyetorkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP dengan besaran tertentu. Namun, PKP yang memakai besaran tertentu tidak dapat mengkreditkan pajak masukannya

Baca Juga: Apa Itu Pemeriksaan Fisik Barang Impor?

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (2) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP dan telah ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (3) PP 44/2022. Pasal tersebut menyatakan sebagai berikut:

“Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang berhubungan dengan penyerahan oleh PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan.”

Merujuk Penjelasan Pasal 15 ayat (3) PP 44/2022, alasan pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena pada prinsipnya telah diperhitungkan atau dianggap telah dikreditkan dalam penghitungan pajak keluaran dengan menggunakan besaran tertentu.

Baca Juga: Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Sementara itu, bagi PKP pembeli atau penerima jasa, yang seharusnya sudah membayar PPN dengan besaran tertentu, tetap dapat mengkreditkan pajak masukan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan.

Berdasarkan pada Lampiran PER-03/PJ/2022, faktur pajak untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu dibuat dengan kode transaksi 05.

Pengaturan besaran tertentu ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan.

Baca Juga: Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Hingga saat tulisan ini disusun. terdapat sejumlah penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya dihitung dan dipungut menggunakan mekanisme besaran tertentu.

(rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kamus pajak, kamus, pajak, PMK 11/2025, PPN besaran tertentu, PPN, besaran tertentu

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Februari 2025 | 20:00 WIB
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Ada Insentifnya, Pemprov Harap Investor Buka Kantor dan Kantongi NPWPD

Kamis, 27 Februari 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenaker Usul Pegawai Padat Karya yang Dapat Insentif Pajak Diperluas

Kamis, 27 Februari 2025 | 19:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Unduh Bukti Potong 1721-A1 bagi Pegawai di DJP Online

Kamis, 27 Februari 2025 | 18:45 WIB
AMERIKA SERIKAT

Trump Siapkan Bea Masuk 25 Persen atas Impor Barang dari Uni Eropa

berita pilihan

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:30 WIB
THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:00 WIB
PMK 15/2025

Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pemeriksaan Fisik Barang Impor?

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:30 WIB
REKAP PERATURAN

Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:30 WIB
RPJMN 2025-2029

Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:21 WIB
KONSULTASI PAJAK

Bangun Usaha di Kawasan Industri? Ini Menu Insentif Perpajakannya

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:00 WIB
SELEBRITAS

Ajak WP Segera Lapor SPT Tahunan, Jonatan Christie: Jangan Ditunda

Jum'at, 28 Februari 2025 | 14:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Tak Kena Sanksi! PPh Masa Januari 2025 Disetor Paling Lambat Hari Ini