Diskusikan Pajak Minimum Global, WP Multinasional Ungkap Kerumitannya

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B.Bawono Kristiaji tengah memberikan paparan dalam diskusi bertajuk DDTC Strategic Tax Dialogue: Overview of GMT and What to Do About It pada hari ini, Kamis (22/5/2025).
JAKARTA, DDTCNews – Perusahaan multinasional (PMN) di Indonesia perlu bersiap menghadapi penerapan pajak minimum global. Persiapan ini dilakukan di antaranya dengan mencoba memahami ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024.
Namun, kompleksitas ketentuan PMK 136/2024 menjadi tantangan tersendiri. Terlebih, banyaknya terminologi dan jargon asing, struktur peraturan yang tidak runtun, serta berjibunnya jumlah lampiran, dipandang menambah keruwetan bagi PMN dalam memahami PMK 136/2024.
Fakta itu terlihat dari hasil survei perwakilan PMN yang mengikuti DDTC Strategic Tax Dialogue: Overview of GMT and What to Do About It pada hari ini, Kamis (22/5/2025). Hampir seluruh perwakilan PMN yang hadir menyatakan PMK 136/2024 rumit.
Mayoritas perwakilan tersebut juga mengaku belum pernah mengikuti sosialisasi terkait dengan pajak minimum global. Perwakilan PMN yang pernah mengikuti sosialisasi bahkan mengaku penjelasan yang ada kurang komprehensif, terutama terkait dengan perhitungan.
Dalam acara itu, diketahui pula sebagian besar PMN masih belum melakukan asesmen atas dampak pajak minimum global. Perwakilan dari PMN pun mengungkapkan pemahaman akan hal yang perlu dipersiapkan dan diantisipasi perusahaan menjadi isu krusial.
Sejumlah perwakilan PMN juga menyoroti belum adanya ketentuan teknis perihal PMK 136/2024. Namun, menurut Director of DDTC Fiscal Research & Advisory (FRA) B. Bawono Kristiaji, belum adanya ketentuan teknis tidak menghalangi penerapan pajak minimum global di Indonesia.
Hal ini dikarenakan PMK 136/2024 merupakan hasil adopsi dokumen-dokumen yang dikembangkan dan disepakati OECD. Dokumen tersebut meliputi OECD Globe Rules dan commentary, examples, agreed administrative guidance, GloBE information return, dan safe harbours and penalty relief.
Oleh karena itu, lanjut Bawono, penerapan pajak minimum global pada dasarnya akan mengacu pada dokumen tersebut. Terlebih, setiap yurisdiksi yang menerapkan pajak minimum global disyaratkan mengikuti standar yang diusung OECD dan tidak boleh ada deviasi.
“Dari awal ketentuan PMK 136/2024 sudah menyatakan kalau ada yang enggak jelas harus merujuk ke dokumen yang menjadi dasar ketentuan GloBE yang dikembangkan OECD,” jelasnya.
Lebih lanjut, regulasi yang berkiblat pada sejumlah dokumen OECD tersebut memunculkan banyak istilah baru dan kompleksitas tersendiri. Beberapa frasa bahkan tak dapat diterjemahkan karena tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
"Banyak konsep yang sebenarnya lebih condong khususnya ke negara-negara di Uni Eropa karena penyusunnya dari OECD. Jadi, ketentuan ini tidak banyak sisi lokalnya. Tapi enggak bisa diapa-apain karena harus diterapkan secara utuh. Akhirnya, ini yang membuat keterbacaan kita menjadi rumit,” tutur Bawono.
Pada kesempatan yang sama, Senior Specialist DDTC FRA Hamida Amri Safarina menjabarkan langkah-langkah yang harus dilakukan PMN. Mulai dari bagaimana menentukan masuk atau tidaknya PMN dalam ruang lingkup, menentukan laba rugi GloBE, hingga menentukan adjusted covered taxes.
Hamida juga menerangkan tata cara penghitungan effective tax rate dan top-up tax, ketentuan safe harbour, serta tata cara penentuan negara yang berhak atas alokasi top-up tax. Penjelasan tersebut tidak hanya berasal dari PMK 136/2024, tetapi juga disarikan dari dokumen-dokumen OECD.
Sementara itu, Senior Specialist DDTC FRA Syadesa Anida Herdona menambahkan PMN juga masih harus melakukan analisis ketentuan pajak minimum global dan memenuhi kewajiban administrasi. Dia juga memerinci hal-hal yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan oleh PMN.
Sebagai informasi, agenda ini merupakan dialog ketiga yang digelar oleh DDTC. Dialog ini digelar sebagai upaya DDTC untuk berdialog dengan PMN dalam membangun capacity building terkait dengan pajak minimum global.
Apabila tertarik mengikuti strategic tax dialogue seperti hari ini, Anda atau perusahaan tempat Anda bekerja dapat menghubungi Hotline DDTC di nomor Whatsapp +62 811-1887-812. Anda juga bisa mengajukan topik spesifik untuk diulas secara mendalam bersama para pakar. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.