Kemenkeu Sebut Reformasi Kebijakan Tak Cuma karena Tekanan Tarif Trump

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengeklaim perubahan kebijakan dalam negeri yang dilakukan dalam beberapa waktu terakhir bukan semata-mata karena tekanan dari kebijakan tarif resiprokal di Amerika Serikat (AS).
Anggito menyebut reformasi kebijakan sebagai hal lazim karena pemerintah kerap meninjau setiap kebijakan dan regulasi yang sudah dilaksanakan. Pemerintah pun telah merancang langkah-langkah reformasi yang diperlukan untuk mendorong perekonomian nasional.
"Kalau kita mereformasi mengenai kuota [ekspor-impor], TKDN, itu bukan semata-mata karena tekanan Trump, tetapi merasa ada kebutuhan melakukan reformasi, perubahan, perbaikan," ujarnya dalam KAGAMA Leaders Forum - Trump Effect, dikutip pada Sabtu (17/5/2025).
Jauh sebelum Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden AS, Anggito menuturkan Indonesia secara reguler mendiskusikan kebijakan perdagangan bilateral dengan United States Trade Representative (USTR) dan Kemenkeu AS (US Treasury).
Tempo lalu, RI-AS sempat membahas soal defisit neraca perdagangan. Aspek ini menjadi perhatian AS sejak dulu, dan kini Trump memanfaatkan momentum saat terpilih lagi menjadi presiden untuk melakukan kebijakan proteksi.
Seperti diketahui, Trump melakukan kebijakan proteksionisme dengan menerapkan tarif impor tinggi kepada negara mitra dagangnya guna menekan defisit neraca dagang. Rencananya, AS mengenakan tarif bea masuk sebesar 32% untuk produk asal Indonesia.
"Kita notice dunia berubah, dulu menggunakan multilateralisme, sekarang banyak yang ingin proteksionisme. Ini terjadi karena perubahan dunia dan geopolitik, dan Trump memanfaatkan momentum ini," ucap Wamenkeu.
Kendati demikian, Anggito mengakui ada beberapa kebijakan yang disiapkan pemerintah dalam rangka merespon pengenaan tarif impor resiprokal AS.
Dia pun menegaskan selain menyesuaikan tarif AS, perubahan kebijakan di Indonesia lebih berlandaskan asas kebutuhan, perbaikan, mengedepankan kemudahan berinvestasi, serta penyederhanaan birokrasi.
"Bahwa kita melakukan respon kepada Trump 2.0 itu ada, tetapi banyak [reformasi kebijakan] yang kita lakukan karena we do it anyway, karena ada kebutuhan untuk melakukan reformasi," tutup Anggito. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.