Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Ketentuan Pajak atas Natura dan/atau Kenikmatan

A+
A-
15
A+
A-
15
Ketentuan Pajak atas Natura dan/atau Kenikmatan

UMUMNYA, suatu perusahaan akan memberikan imbalan berupa gaji dan tunjangan dalam bentuk uang (benefit in cash). Namun, ada kalanya perusahaan memberikan imbalan dalam bentuk lain seperti barang dan fasilitas tertentu (benefit in kind) atau biasa disebut sebagai fringe benefit.

Secara konsep, fringe benefit dapat diartikan sebagai segala bentuk kompensasi nontunai yang secara sukarela diberikan pemberi kerja kepada karyawannya (Turner, 1999). Dalam ketentuan domestik, fringe benefit dikenal dengan istilah imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Sebagai suatu bentuk imbalan, pemberian natura dan/atau kenikmatan tidak terlepas dari ketentuan pajak. Adapun ketentuan pajak atas pemberian natura dan/atau kenikmatan di Indonesia mengalami perubahan signifikan pascaberlakunya Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Baca Juga: DJP Tak Bisa Awasi Semua Wajib Pajak One On One, Coretax Jadi Solusi?

UU HPP pada dasarnya mengatur bahwa imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dapat dibiayakan (deductible expense) oleh pemberi kerja dan merupakan objek pajak penghasilan (PPh) bagi penerima (taxable income).

Perubahan tersebut dilakukan di antaranya untuk memberikan keadilan perlakuan pajak antara penghasilan yang diterima secara tunai dan non-tunai oleh karyawan. Pemajakan atas natura dan/atau kenikmatan juga merupakan upaya pencegahan penghindaran pajak lantaran sebelumnya tidak dikenakan pajak.

Pemerintah pun telah menerbitkan 2 peraturan yang memerinci ketentuan pengenaan pajak atas imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023.

Baca Juga: Akibat Lebih Bayar 2024, PPh Pasal 21 Januari-Februari 2025 Tertekan

Natura dan/atau Kenikmatan yang Dikenakan Pajak

Pada dasarnya, UU PPh s.t.d.t.d UU HPP menganut pengertian penghasilan yang luas. Artinya, penghasilan diartikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Penghasilan yang dikenakan PPh juga mencakup semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan. Penghasilan itu seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya itu termasuk juga imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Hal ini berarti imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan pada hakikatnya merupakan penghasilan dan menjadi objek PPh, kecuali ditentukan lain oleh UU PPh.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Perbaikan Coretax Tak Boleh Molor

Adapun yang dimaksud dengan natura adalah penggantian atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima. Misal, pemberian sepeda motor dari perusahaan untuk karyawan.

Sementara itu, kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Fasilitas dan/atau pelayanan tersebut dapat bersumber dari: (i) aktiva pemberi; dan/atau (ii) aktiva pihak ketiga yang disewa dan/atau dibiayai pemberi. Misal, fasilitas penggunaan sepeda motor dari perusahaan untuk karyawan.

Salah satu kata kunci yang dapat dijadikan patokan untuk membedakan antara natura dan kenikmatan adalah ada atau tidaknya peralihan hak kepemilikan. Apabila suatu barang berpindah hak kepemilikannya dari perusahaan ke karyawan maka akan termasuk ke dalam bentuk natura.

Baca Juga: Pemerintah Gunakan Data Setoran PPh Pasal 21 untuk Petakan Risiko PHK

Sebaliknya, apabila barang tersebut tidak terjadi perpindahan hak kepemilikan dan karyawan hanya dapat memanfaatkannya saja maka termasuk dalam bentuk kenikmatan.

Merujuk Pasal 3 ayat (1) PMK 66/2023, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menjadi objek PPh adalah yang diberikan sehubungan dengan adanya pekerjaan atau jasa.

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan berarti penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai. Sementara itu, penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa berarti penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antar-wajib pajak.

Baca Juga: Buruh Minta Penghasilan Tak Kena Pajak Naik ke Rp10 Juta, Anda Setuju?

Oleh karenanya, pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh. Adapun pemotongan dilakukan bersamaan dan dalam satu kesatuan dengan pemotongan PPh atas imbalan dalam bentuk uang.

Dengan demikian, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan akan menjadi komponen penghasilan bruto yang akan dipotong PPh 21. Hal ini lantaran PPh Pasal 21 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Ringkasnya, pasca berlakunya UU HPP, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima oleh karyawan (sehubungan dengan pekerjaan) atau orang pribadi/bukan pegawai (sehubungan dengan pemberian jasa) akan dikenakan PPh Pasal 21.

Baca Juga: Ada 56 Sektor Usaha yang Dapat Manfaatkan Insentif Pajak Karyawan

Namun demikian, tidak semua imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh Pasal 21. Sebab, pemerintah telah mengatur jenis-jenis imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 21. Pembahasan tersebut akan diulas pada artikel kelas pajak berikutnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kelas pajak, kelas PPh, PPh Pasal 21, natura, kenikmatan, pajak natura

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 21 Maret 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Rumus Baru PPh 21 Bikin Kurang Bayar WP Dokter Naik, Begini Contohnya

Kamis, 20 Maret 2025 | 14:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ingat! Deadline Lapor SPT Masa PPh 21 dan PPh Unifikasi Bukan Hari Ini

Kamis, 20 Maret 2025 | 11:30 WIB
PMK 66/2023

Parsel Hari Raya Agama untuk Pegawai Bebas Pajak Natura, Asalkan...

Selasa, 18 Maret 2025 | 17:30 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (10)

Pengecualian Natura dan Kenikmatan yang Disediakan di Daerah Tertentu

berita pilihan

Selasa, 13 Mei 2025 | 12:00 WIB
PERDAGANGAN INTERNASIONAL

AS dan China Sepakat Pangkas Bea Masuk Selama 90 Hari

Selasa, 13 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Aspek Perpajakan atas Jasa Sewa Kendaraan Bermotor

Selasa, 13 Mei 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Perbedaan Perlakuan PPh antara WP Dalam Negeri dan Luar Negeri

Selasa, 13 Mei 2025 | 09:30 WIB
PROVINSI BENGKULU

Ada Opsen Pajak Kendaraan, Pemda Punya Ruang Danai Program Prioritas

Selasa, 13 Mei 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Apindo Usul Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan

Selasa, 13 Mei 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Sebut de Minimis Barang Bawaan di Indonesia Termasuk Tertinggi

Selasa, 13 Mei 2025 | 08:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DPR Minta DJP Hitung Nilai Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Senin, 12 Mei 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ada Buku Panduan Coretax Portal Lembaga Keuangan, Unduh di Sini

Senin, 12 Mei 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Kriteria Subjek Pajak Luar Negeri untuk Orang Pribadi dan Badan