Ketentuan Pajak atas Natura dan/atau Kenikmatan

UMUMNYA, suatu perusahaan akan memberikan imbalan berupa gaji dan tunjangan dalam bentuk uang (benefit in cash). Namun, ada kalanya perusahaan memberikan imbalan dalam bentuk lain seperti barang dan fasilitas tertentu (benefit in kind) atau biasa disebut sebagai fringe benefit.
Secara konsep, fringe benefit dapat diartikan sebagai segala bentuk kompensasi nontunai yang secara sukarela diberikan pemberi kerja kepada karyawannya (Turner, 1999). Dalam ketentuan domestik, fringe benefit dikenal dengan istilah imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Sebagai suatu bentuk imbalan, pemberian natura dan/atau kenikmatan tidak terlepas dari ketentuan pajak. Adapun ketentuan pajak atas pemberian natura dan/atau kenikmatan di Indonesia mengalami perubahan signifikan pascaberlakunya Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
UU HPP pada dasarnya mengatur bahwa imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dapat dibiayakan (deductible expense) oleh pemberi kerja dan merupakan objek pajak penghasilan (PPh) bagi penerima (taxable income).
Perubahan tersebut dilakukan di antaranya untuk memberikan keadilan perlakuan pajak antara penghasilan yang diterima secara tunai dan non-tunai oleh karyawan. Pemajakan atas natura dan/atau kenikmatan juga merupakan upaya pencegahan penghindaran pajak lantaran sebelumnya tidak dikenakan pajak.
Pemerintah pun telah menerbitkan 2 peraturan yang memerinci ketentuan pengenaan pajak atas imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023.
Natura dan/atau Kenikmatan yang Dikenakan Pajak
Pada dasarnya, UU PPh s.t.d.t.d UU HPP menganut pengertian penghasilan yang luas. Artinya, penghasilan diartikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Penghasilan yang dikenakan PPh juga mencakup semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan. Penghasilan itu seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya itu termasuk juga imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Hal ini berarti imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan pada hakikatnya merupakan penghasilan dan menjadi objek PPh, kecuali ditentukan lain oleh UU PPh.
Adapun yang dimaksud dengan natura adalah penggantian atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima. Misal, pemberian sepeda motor dari perusahaan untuk karyawan.
Sementara itu, kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Fasilitas dan/atau pelayanan tersebut dapat bersumber dari: (i) aktiva pemberi; dan/atau (ii) aktiva pihak ketiga yang disewa dan/atau dibiayai pemberi. Misal, fasilitas penggunaan sepeda motor dari perusahaan untuk karyawan.
Salah satu kata kunci yang dapat dijadikan patokan untuk membedakan antara natura dan kenikmatan adalah ada atau tidaknya peralihan hak kepemilikan. Apabila suatu barang berpindah hak kepemilikannya dari perusahaan ke karyawan maka akan termasuk ke dalam bentuk natura.
Sebaliknya, apabila barang tersebut tidak terjadi perpindahan hak kepemilikan dan karyawan hanya dapat memanfaatkannya saja maka termasuk dalam bentuk kenikmatan.
Merujuk Pasal 3 ayat (1) PMK 66/2023, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menjadi objek PPh adalah yang diberikan sehubungan dengan adanya pekerjaan atau jasa.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan berarti penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai. Sementara itu, penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa berarti penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antar-wajib pajak.
Oleh karenanya, pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh. Adapun pemotongan dilakukan bersamaan dan dalam satu kesatuan dengan pemotongan PPh atas imbalan dalam bentuk uang.
Dengan demikian, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan akan menjadi komponen penghasilan bruto yang akan dipotong PPh 21. Hal ini lantaran PPh Pasal 21 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Ringkasnya, pasca berlakunya UU HPP, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima oleh karyawan (sehubungan dengan pekerjaan) atau orang pribadi/bukan pegawai (sehubungan dengan pemberian jasa) akan dikenakan PPh Pasal 21.
Namun demikian, tidak semua imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh Pasal 21. Sebab, pemerintah telah mengatur jenis-jenis imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 21. Pembahasan tersebut akan diulas pada artikel kelas pajak berikutnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.