Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Mengidentifikasi 5 Sumber Kebocoran Pajak, Apa Saja?

A+
A-
13
A+
A-
13
Mengidentifikasi 5 Sumber Kebocoran Pajak, Apa Saja?

Ilustrasi.

NARASI mengenai upaya penutupan kebocoran penerimaan negara, termasuk pajak, sering digaungkan sejak awal Prabowo Subianto mulai menjabat sebagai presiden. Kini, diskusi publik terkait dengan upaya tersebut kembali mengemuka.

Terlebih, hari ini, Senin (6/1/2025), Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa realisasi penerimaan pajak tahun lalu meleset dari target APBN 2024. Nilainya Rp1.932,4 triliun atau 97,2% dari target Rp1.988,9 triliun. Pertumbuhannya hanya 3,5%.

Dengan demikian, target penerimaan pajak pada 2025 senilai Rp2.189,3 triliun sama artinya naik sekitar 13,3% dari realisasi pada tahun ini. Selain itu, potensi penerimaan sekitar Rp75 triliun dari PPN 12% tidak bisa diambil sepenuhnya karena skema DPP nilai lain 11/12 dalam PMK 131/2024.

Baca Juga: Tanah WP Disita, Kantor Pajak Tetap Cek Dulu Legalitasnya ke ATR/BPN

Alhasil, urgensi untuk mencari sumber baru penerimaan pajak – termasuk upaya menutup kebocoran – mendesak. Hal ini penting untuk dikaji sejak sekarang karena lebih berkelanjutan, terlepas dari munculnya wacana penerapan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty.

Founder DDTC Darussalam (2019) juga telah mengimbau perlunya pendalaman sumber kebocoran yang menggerus penerimaan negara dari sektor pajak. Sejalan dengan Cobham (2005), Darussalam memaparkan setidaknya ada 5 sumber kebocoran pajak di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pertama, shadow economy. Adapun shadow economy merupakan kegiatan ekonomi yang tidak tercatat secara resmi oleh pemerintah, baik yang dilakukan secara illegal maupun legal. Shadow economy menjadi kebocoran yang menyasar produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga: Diskusikan Pajak Minimum Global, WP Multinasional Ungkap Kerumitannya

Schneider, Buehn, dan Montenegro (2010) menyatakan rata-rata shadow economy di Indonesia selama periode 1999-2007 sebesar 18,9% dari PDB. Disebut sektor yang sulit dipajaki (hard to tax sector) karena informasi mengenai profil dan perilaku kepatuhannya sulit diketahui.

Ditambah lagi, OECD (2012) menyatakan digitalisasi ekonomi menjadi new shadow economy. Alhasil, perkembangan ini menambah porsi shadow economy. Medina dan Schneider (2018) menyatakan rata-rata shadow economy di Indonesia selama periode 1991-2015 sebesar 24,11% dari PDB.

Kedua, dampak kompetisi pajak. Adanya keinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing investasi, sistem pajak kerap digunakan. Bagian dari sebuah kebijakan inilah yang pada akhirnya berdampak pada pengurangan penghasilan kena pajak (taxable income).

Baca Juga: Cara Daftarkan Objek PBB-P5L Via Coretax DJP

Misal, menurunkan tarif pajak, memberikan insentif, membuat rezim pajak khusus, mendirikan offshore financial center, menjalin P3B yang kurang menguntungkan (adanya penurunan tarif withholding tax), hingga mengubah sistem pemajakan (worldwide versus territorial).

Kebijakan itu pada akhirnya mengerek potensi penerimaan pajak yang hilang (revenue forgone) atau belanja perpajakan. Belanja perpajakan di Indonesia terus naik. Estimasi pada 2023 senilai Rp362,5 triliun. Nilainya diproyeksi meningkat pada 2024 (Rp399,9 triliun) dan 2025 (Rp445,5 triliun).

Ketiga, pengelakan pajak ke negara dengan tarif rendah, bahkan tidak ada pajak (offshore tax evasion). Menurut Gabriel Zuchman (2015), sekitar US$7,6 triliun dana global disimpan di negara-negara tax haven. Hanya sekitar 20% yang diketahui otoritas pajak negara nasabah tersebut.

Baca Juga: Ingat! Ganti Email Terdaftar Tak Lagi Bisa Dilakukan di DJP Online

Dana tersebut mayoritas diletakkan di Swiss. Untuk Asia, tempat favorit untuk memarkir dana tersebut ada di Singapura dan Hong Kong. Menariknya, porsi penempatan dana di Asia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Hal ini juga terkonfirmasi dari deklarasi atau repatriasi harta luar negeri pada program amnesti pajak pada 2016-2017 serta program pengungkapan sukarela (PPS) pada 2022. Harta luar negeri paling banyak dari Singapura. Kemudian, ada harta dari Virgin Island dan Hong Kong.

Keempat, praktik base erosion and profit shifting (BEPS). Imbas dari globalisasi ini juga berpengaruh pada penghasilan yang dikenai pajak. Ada beragam skema BEPS, yakni mulai dari menahan penyerahan dividen kepada parent entity, transfer pricing, biaya bunga pinjaman berlebih, treaty shopping, dan sebagainya.

Baca Juga: Apa Hak dan Kewajiban WP dalam Pemeriksaan Pajak Pasca-PMK 15/2025?

Menurut estimasi OECD, sekitar US$10 miliar hingga US$240 miliar potensi PPh badan hilang secara global. Dengan demikian, sekitar 4%-10% dari potensi PPh badan hilang tiap tahun akibat praktik pengalihan laba (BEPS) tersebut.

Misalnya, diasumsikan potensi yang hilang di Indonesia sekitar 7%. Dengan kinerja penerimaan PPh badan pada 2023 dan 2024 senilai senilai Rp409,8 triliun dan Rp335,8 triliun, potensi yang hilang sekitar Rp23,5 triliun hingga Rp28,6 triliun.

Kelima, praktik tidak dilaporkan dan tidak dibayarkannya beban pajak terutang (unreported and unpaid tax). Kebocoran pajak ini terjadi karena ada beban pajak terutang yang seharusnya dibayar, tetapi tidak dipenuhi.

Baca Juga: Mau Hapus NPWP? WP Badan Tak Boleh Tersangkut 13 Kegiatan Ini

Kebocoran ini disebabkan berbagai hal, seperti ketidakpatuhan wajib pajak yang disengaja, praktik korupsi, ketidakmampuan administratif, serta kurangnya penegakan hukum. Alhasil, kebocoran langsung berkaitan langsung dengan penerimaan pajak itu sendiri.

Identifikasi atas kelima sumber kebocoran penerimaan negara dari sektor pajak itu perlu didalami oleh pemangku kebijakan. Tidak dimungkiri, upaya untuk menutup celah kebocoran diperlukan karena berdampak pada aspek fundamental penerimaan negara dari sektor pajak.

Belum optimalnya penerimaan negara tidak dapat dilepaskan dari permasalahan fundamental Indonesia selama ini, yakni masih relatif rendahnya kinerja tax ratio. Mengapa demikian? Karena kurang lebih 80% penerimaan negara berasal dari penerimaan perpajakan.

Baca Juga: Ditolak AS, Prospek Tercapainya Konsensus Pilar 1 Suram

Relatif rendahnya tax ratio ini juga disebabkan masih lemahnya tax buoyancy di Indonesia. Adapun tax buoyancy merupakan indikator seberapa responsif penerimaan pajak terhadap aktivitas ekonomi nasional. Simak pula ‘Perbaiki Tax Ratio, Pemerintahan Prabowo Perlu Redesain Sistem Pajak’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : penerimaan pajak, pajak, kebocoran pajak, penerimaan negara, tax ratio, DDTC

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Vanya Arsyanti

Selasa, 07 Januari 2025 | 09:54 WIB
Apresiasi sebesar-besarnya kepada DDTC. Dengan pendekatan yang komprehensif, DDTC berhasil mengidentifikasi dan menjelaskan dengan jelas berbagai faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini, serta memberikan pemahaman yang lebih baik bagi pembaca mengenai pentingnya reformasi dan peningkatan sist ... Baca lebih lanjut

Audreyda Farahbella Anandivi

Senin, 06 Januari 2025 | 22:57 WIB
Adanya informasi terkait sumber kebocoran penerimaan pajak negara yang meliputi shadow economy, dampak kompetisi pajak, pengelakan pajak ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah/tidak ada pajak, praktik BEPS, serta adanya beban pajak terutang yang tidak dilaporkan dan tidak dibayarkan, perlu m ... Baca lebih lanjut

Felix Bahari

Senin, 06 Januari 2025 | 21:59 WIB
Saya mengapresiasi DDTC News atas laporan informatif mengenai diskusi sumber kebocoran pajak ini . Artikel ini menyajikan data dan analisis mendalam tentang lima sumber kebocoran pajak, yang membantu pembaca memahami konteks ekonomi dan fiskal yang dihadapi negara. Penjelasan yang jelas mengenai set ... Baca lebih lanjut

Daniel CS

Senin, 06 Januari 2025 | 21:58 WIB
Artikel ini memberikan wawasan yang sangat berharga mengenai lima sumber kebocoran pajak yang perlu mendapat perhatian serius dari otoritas pajak. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor ini, diharapkan kebijakan pengawasan dan penegakan pajak dapat diperkuat secara lebih efektif. Kol ... Baca lebih lanjut

Muhammad Khoirul Anwar

Senin, 06 Januari 2025 | 21:54 WIB
Informasi dalam artikel ini sangat informatif. Penyampaian yang disampaikan Bapak Darussalam sangat detail dan komprehensif berdasarkan data yang sebenarnya. Bapak Darussalam mengidentifikasi lima sumber utama kebocoran pajak yang menyebabkan rendahnya tax ratio di Indonesia. Hal ini perlu dibenahi ... Baca lebih lanjut

Tazkia Putri Aisyah

Senin, 06 Januari 2025 | 21:50 WIB
Artikel ini sangat insightful karena membahas tuntas tantangan dalam memaksimalkan pemanfaatan pajak. Adanya artikel ini membahas secara komprehensif dan edukatif untuk memberi solusi strategi antar lembaga, terima kasih tim DDTC hebat atas kontribusi dalam mendukung sistem perpajakan yang berkelanj ... Baca lebih lanjut

Geysa Pratama

Senin, 06 Januari 2025 | 21:41 WIB
Identifikasi lima sumber kebocoran pajak memberikan pandanagan yang jelas tentang tantangan yang dihadapi oleh sistem perpajakan di Indonesia. Saya sepakat bahwa untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret dalam memperbaiki regulasi dan penegakan hukum, se ... Baca lebih lanjut

Qoirunnisaa Mauliya Wardani

Senin, 06 Januari 2025 | 21:34 WIB
Terima kasih DDTC Hebat atas informasinya! Artikel ini sangat menarik karena memberikan insight yang relevan tentang tantangan besar yang dihadapi dalam memaksimalkan penerimaan pajak. Penerapan teknologi dan pemanfaatan pertukaran informasi internasional dapat menjadi solusi penting untuk mengatasi ... Baca lebih lanjut

Adela Alandia

Senin, 06 Januari 2025 | 21:34 WIB
Artikel ini memberikan insight yang sangat penting terkait lima sumber kebocoran pajak yang dapat menjadi perhatian utama otoritas pajak. Dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor ini, diharapkan kebijakan pengawasan dan penegakan pajak dapat ditingkatkan secara efektif. Sinergi an ... Baca lebih lanjut

Sabda Alya Fitriani

Senin, 06 Januari 2025 | 21:30 WIB
Artikel ini sangat relevan dan memberikan wawasan penting mengenai kebocoran pajak. Lima sumber kebocoran yang disebutkan, seperti transfer pricing dan faktur pajak fiktif, memang perlu perhatian serius. Untuk mengatasinya, pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas sangat dibutuhkan ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA

Kanwil DJP Sulselbartra dan UMB Resmikan Tax Center

Kamis, 22 Mei 2025 | 10:00 WIB
KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Pengusaha Ogah Pakai Tapping Box, Pemkab Ancam Cabut Izin Usaha

Kamis, 22 Mei 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

DPR Usul Regulasi Fasilitas Kepabeanan Disederhanakan

Kamis, 22 Mei 2025 | 09:00 WIB
KPP PRATAMA DENPASAR BARAT

Gali Potensi Pajak, Fiskus Kunjungi Kedai Legend di Denpasar

berita pilihan

Kamis, 22 Mei 2025 | 19:31 WIB
KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Tanah WP Disita, Kantor Pajak Tetap Cek Dulu Legalitasnya ke ATR/BPN

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:45 WIB
STRATEGIC DIALOGUES - DDTC FRA

Diskusikan Pajak Minimum Global, WP Multinasional Ungkap Kerumitannya

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:30 WIB
TIPS PAJAK

Cara Daftarkan Objek PBB-P5L Via Coretax DJP

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat! Ganti Email Terdaftar Tak Lagi Bisa Dilakukan di DJP Online

Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Apa Hak dan Kewajiban WP dalam Pemeriksaan Pajak Pasca-PMK 15/2025?

Kamis, 22 Mei 2025 | 17:30 WIB
PMK 81/2024

Mau Hapus NPWP? WP Badan Tak Boleh Tersangkut 13 Kegiatan Ini

Kamis, 22 Mei 2025 | 17:25 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

Ditolak AS, Prospek Tercapainya Konsensus Pilar 1 Suram

Kamis, 22 Mei 2025 | 16:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Gaikindo Minta Perluasan Insentif Pajak Sektor Otomotif, Termasuk LCGC

Kamis, 22 Mei 2025 | 15:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kajian dan Mitigasi Penghindaran Pajak Orang Kaya Perlu Ditingkatkan