Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Menyambut Tahun Baru dengan Kelas Menengah yang Masih Terhimpit

A+
A-
1
A+
A-
1
Menyambut Tahun Baru dengan Kelas Menengah yang Masih Terhimpit

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Daya beli yang masih tertekan dan kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya berpihak ke kelas menengah membuat kelompok ini berada di posisi yang penuh tantangan pada tahun depan. Topik mengenai terhimpitnya kelas menengah ini menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Senin (30/12/2024).

Harian Kompas menjadikannya sebagai salah satu headline, dengan judul Kelas Menengah yang Melemah. Selepas pandemi Covid-19, daya beli kelas menengah memang merosot signifikan. Bahkan ada fenomena kelas menengah mulai mengonsumsi tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam 5 tahun terakhir rata-rata pengeluaran per kapita kelas menengah melonjak 142%, dari Rp2,36 juta per kepala per bulan pada 2019 menjadi Rp3,35 juta per kepala per bulan pada 2024. Namun, kenaikan biaya hidup itu tidak diimbangi dengan perbaikan pendapatan.

Baca Juga: Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Industri manufaktur misalnya, rata-rata upah riil bulanan di sektor tersebut turun 13,7% dari Rp1,13 juta pada 2019 menjadi Rp977.655 per bulan pada 2024. Fenomena yang sama juga terjadi di sektor lainnya termasuk perdagangan, perhotelan, restoran, dan sektor padat karya lainnya.

Kebijakan Pemerintah Belum Mendukung

Pelemahan daya beli ini, sayangnya, belum didukung kebijakan pemerintah yang berpihak ke kelas menengah. Insentif ekonomi selama ini lebih banyak menyasar kepada pengusaha, sedangkan bantuan sosial (bansos) menargetkan kelompok miskin. Alhasil, kelompok menengah serba-salah.

Baca Juga: Pertama dalam 25 Tahun, RI Deflasi Tahunan 0,09% di Februari 2025

Namun, yang terbaru pemerintah telah menerbitkan paket stimulus ekonomi 2025 yang diharapkan bisa mem-boost daya beli. Paket ekonomi itu, termasuk insentif bagi pelaku UMKM, sekaligus mengompensasi kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Kendati begitu, efektivitas atas berbagai stimulus itu tetap dipertanyakan. Selain kenaikan PPN, masih ada sejumlah pungutan iuran lain yang dikenakan pada 2025. Tak cuma itu, stimulus ekonomi juga kebanyakan hanya berlaku pada awal 2025, tidak permanen. Hal ini dikhawatirkan belum cukup ampuh untuk mendongkrak daya beli.

Guru Besar FEB Universitas Padjadjaran sekaligus Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Arief Anshory Yusuf menjelaskan fenomena yang terjadi belakangan ini adalah pertumbuhan ekonomi yang menyengsarakan atau immiserizing growth. Fenomena ini terhadi ketika ekonomi tumbuh secara rata-rata tetapi masyarakat tidak makin sejahtera.

Baca Juga: SKP Bisa Batal Jika Pemeriksaan Pajak Dijalankan Tanpa SPHP atau PAHP

Menurutnya, perlu keperbihakan pemerintah terhadap kelas pekerja dan warga yang saat ini bergelut dengan biaya hidup.

Selain ulasan mengenai kelas menengah di atas, ada sejumlah bahasan lain yang juga menjadi headline media nasional pada hari ini. Di antaranya, laporan Ditjen Pajak (DJP) yang mencatatkan 491 laporan gratifikasi sepanjang 2023, respons Presiden Prabowo Subianto terhadap kritik kenaikan PPN, hingga hal-hal yang perlu disiapkan wajib pajak untuk menyongsong coretax system beberapa hari lagi.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Prabowo Maklumi Protes PPN

Presiden Prabowo Subianto menanggapi banyaknya kritik masyarakat atas kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Menurut Prabowo, kritik terhadap kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 adalah hal yang wajar.

Baca Juga: Ayo Manfaatkan! Pemutihan PBB Berlaku hingga 30 Juni 2025

"Biasalah, biasa," kata Prabowo kepada wartawan.

Prabowo mengatakan kabinetnya baru berjalan menjalankan pemerintahan selama 2 bulan 8 hari. Dalam kurun waktu tersebut, Prabowo mengatakan sudah banyak pihak yang membuat isu negatif terkait dengan pemerintahan.

"Saya lihat lumayan ada di sana sini yang goreng-goreng ini dan itu ya, sudahlah itu sudah biasa kita. Rakyat mengerti siapa yang benar dan siapa ngarang. Rakyat mengerti," ujar Prabowo. (DDTCNews)

Baca Juga: Bupati Ini Bakal Bebaskan Kelompok Warga Tertentu dari Pengenaan PBB

Bisnis e-Commerce Berpotensi Melambat

Imbas kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 2025, bisnis e-commerce diprediksi akan melambat. Direktir Celios Nailul Huda menyampaikan faktor yang mendorong nilai transaksi e-commerce pada 2025 memang sangat terbatas. Sebab, ada kemungkinan daya beli masyarakat masih akan tertekan imbas kenaikan PPN.

Menurutnya, masyarakat cenderung akan mengerem belanja ketika platform lokapasar tidak memberikan insentif berupa promo. Apalagi saat ini sudah ada beberapa lokapasar yang menaikkan biaya admin transaksi sehingga harga barang cenderung naik.

Sebenarnya, selama ini penyelenggara lokapasar memang rutin menaikkan biaya admin. Namun, dengan adanya kenaikan PPN menjadi 12% maka peluangnya makin besar. (Harian Kompas)

Baca Juga: DJP Jaksel II dan KPP PMA Enam Gelar Sosialisasi Coretax dan SPT

Tarik Utang untuk Danai Kebutuhan Awal 2025

Pada pengujung 2024, pemerintah cukup gencar menghimpun dana untuk membiayai kebutuhan 2025. Langkah itu dilakukan dengan menarik utang melalui penerbitan surat berharga negara (SBN), alias prefunding.

Prefunding dilakukan melalui penerbitan sukuk global senilai US$2,75 miliar pada November 2024. Kemudian, lelang SBN reguler senilai Rp8 triliun, SUN senilai Rp22 triliun, dan SBSN senilai Rp7,1 triliun pada Desember 2024. Terakhir, pemerintah kembali merilis SUN senilai Rp5 triliun melalui private placement pada 24 Desember 2024.

Dari seluruh penerbitan surat utang, pemerintah mengumpulkan dana Rp85,66 triliun sebagai modal pembiayaan tahun depan. (Kontan)

Baca Juga: Pemerintah Klaim Makan Bergizi Gratis Sudah Diterima 2 Juta Anak

491 Laporan Gratifikasi Sepanjang 2023

Ditjen Pajak (DJP) menyatakan telah menyampaikan 491 laporan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2023.

Laporan Tahunan DJP 2023 menyatakan taksiran nilai gratifikasi yang dilaporkan tersebut mencapai Rp691,88 miliar. DJP menyebut setiap penerimaan atau penolakan gratifikasi wajib dilaporkan ke unit pengendalian gratifikasi (UPG) atau KPK melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) KPK.

"Atas laporan gratifikasi yang disampaikan oleh pegawai selanjutnya akan dilakukan verifikasi oleh UPG dan/atau KPK dan menunggu penetapan status kepemilikan barang gratifikasi," bunyi Laporan Tahunan DJP 2023. (DDTCNews)

Baca Juga: Annual Tax Return Deadline Fixed: Note Coretax Penalty Nullification

Coretax Tinggal Hitung Hari, Ini yang Perlu Disiapkan

Implementasi coretax system tinggal menghitung hari. Ada beberapa hal yang perlu disiapkan wajib pajak.

Pertama, wajib pajak badan dan instansi pemerintah harus memastikan bahwa data profil wajib pajak termasuk penanggung jawab (person in charge/PIC) telah sesuai dan PIC bersangkutan dapat login ke aplikasi Coretax DJP.

Kedua, wajib pajak badan harus memastikan pegawai yang ditunjuk memiliki NPWP. Ketiga, wajib pajak badan harus memastikan, baik direktur maupun pegawai yang ditunjuk, sudah melakukan pemadanan NIK-NPWP.

Baca Juga: Batas Lapor SPT Tahunan Tak Geser, Cermati Penghapusan Sanksi Coretax

Keempat, wajib pajak harus memastikan nomor handphone dan alamat email, baik di DJP Online akun badan maupun pribadi sudah aktif dan valid. Hal ini dikarenakan penggunaan aplikasi Coretax DJP akan mengarahkan wajib pajak untuk melakukan reset password terlebih dahulu. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, paket ekonomi, stimulus, insentif, PPN 12%, gratifikasi, coretax system, Prabowo Subianto, daya beli, prefunding

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Februari 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bappenas: Tarik Investasi, Insentif Pajak Bukan Fokus Utama

Kamis, 27 Februari 2025 | 14:11 WIB
KONSULTASI CORETAX

Gagal Input Dokumen Bea Cukai di Coretax, Bagaimana Solusinya?

Kamis, 27 Februari 2025 | 09:13 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Adik Prabowo ini Usulkan Tarif PPh Badan Dipangkas Jadi 18 Persen

Kamis, 27 Februari 2025 | 07:45 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

MFA Buat Login Jadi Panjang, Hindari Lapor SPT Tahunan Jelang Deadline

berita pilihan

Senin, 03 Maret 2025 | 17:05 WIB
BATU BARA DAN MINERAL

Harga Batu Bara Acuan Ditetapkan US$128,24 untuk Periode I Maret 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Bahlil Minta Kepala Daerah Tak Persulit Perizinan Migas

Senin, 03 Maret 2025 | 16:37 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan PPN Ditanggung Pemerintah atas Tiket Mudik, Download di Sini!

Senin, 03 Maret 2025 | 16:30 WIB
KANWIL DJP ACEH

Terbitkan Faktur Pajak Fiktif Rp3 Miliar, Tersangka Ditahan Kejaksaan

Senin, 03 Maret 2025 | 16:07 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu BAPA dalam Audit Kepabeanan?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Tarif Jalan Tol Didiskon 20 Persen selama Mudik Lebaran, Ini Kata AHY

Senin, 03 Maret 2025 | 14:15 WIB
MINYAK KELAPA SAWIT

Harga Referensi Turun, Tarif Bea Keluar CPO US$124/MT di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:01 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertama dalam 25 Tahun, RI Deflasi Tahunan 0,09% di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Bisa Tambah Jam Layanan Khusus untuk Terima SPT Tahunan