Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

A+
A-
0
A+
A-
0
OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong Indonesia segera menerapkan pajak karbon.

Melalui OECD Economic Survey of Indonesia 2024, OECD menulis bahwa Indonesia perlu terus mendorong dekarbonisasi untuk menurunkan risiko pemanasan global. OECD pun menawarkan sejumlah strategi mendorong dekarbonisasi, termasuk pengenaan pajak karbon.

"Penerapan pajak karbon yang tepat harus dipercepat," bunyi dokumen tersebut, dikutip pada Kamis (28/11/2024).

Baca Juga: Tak Sekadar Penerimaan, Pajak Karbon Sinyal RI Seriusi Transisi Energi

Indonesia menjadi negara yang rentan terhadap dampak pemanasan global. Oleh karena itu, Indonesia memiliki target untuk mencapai target net-zero emissions pada 2060.

Terdapat beberapa upaya yang dapat dilaksanakan untuk mendorong dekarbonisasi seperti mempercepat penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, memperluas pembangkitan energi terbarukan, menerapkan pajak karbon, memodernisasi jaringan listrik, serta berinvestasi pada transportasi umum.

Menurut OECD, transisi menuju pasar energi yang berbasis harga perlu dipercepat, termasuk implementasi pajak karbon. Saat ini, Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan karbon walaupun masih sangat terbatas.

Baca Juga: DJP Tingkatkan Peran Unit Vertikal dalam Pelaksanaan Joint Program

"Lengkapi pajak karbon dengan intervensi kebijakan lainnya, termasuk feed-in tariff untuk energi terbarukan dan mekanisme pembiayaan untuk efisiensi energi," tulis OECD.

UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah mengatur pengenaan pajak karbon, yang semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tetapi belum terlaksana. Pajak karbon direncanakan dikenakan pertama kali pada PLTU batu bara.

Pajak karbon rencananya akan melengkapi skema perdagangan karbon yang telah diluncurkan pemerintah. Apabila pajak karbon sudah berlaku, pelaku usaha yang emisinya melampaui cap akan memiliki pilihan antara membeli kredit karbon di bursa atau membayar pajak karbon. (sap)

Baca Juga: Percepat Layanan, DJBC Laksanakan Transformasi Core Customs pada 2024

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak karbon, perdagangan karbon, bursa karbon, dampak lingkungan, penerimaan negara, OECD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 05 Maret 2025 | 06:43 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kosmetik hingga Tas Impor Kena PPh 22 dengan Tarif 5% Mulai Hari Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 12:00 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

OECD Tetapkan Daftar Negara dengan Qualified IIR dan QDMTT

Selasa, 04 Maret 2025 | 09:30 WIB
KERJA SAMA INTERNASIONAL

Hendak Jadi Anggota OECD, Initial Memorandum Ditarget Rampung Juni

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok