Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

A+
A-
0
A+
A-
0
OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong Indonesia segera menerapkan pajak karbon.

Melalui OECD Economic Survey of Indonesia 2024, OECD menulis bahwa Indonesia perlu terus mendorong dekarbonisasi untuk menurunkan risiko pemanasan global. OECD pun menawarkan sejumlah strategi mendorong dekarbonisasi, termasuk pengenaan pajak karbon.

"Penerapan pajak karbon yang tepat harus dipercepat," bunyi dokumen tersebut, dikutip pada Kamis (28/11/2024).

Baca Juga: Demi Daya Saing, Uni Eropa Sederhanakan Ketentuan CBAM

Indonesia menjadi negara yang rentan terhadap dampak pemanasan global. Oleh karena itu, Indonesia memiliki target untuk mencapai target net-zero emissions pada 2060.

Terdapat beberapa upaya yang dapat dilaksanakan untuk mendorong dekarbonisasi seperti mempercepat penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, memperluas pembangkitan energi terbarukan, menerapkan pajak karbon, memodernisasi jaringan listrik, serta berinvestasi pada transportasi umum.

Menurut OECD, transisi menuju pasar energi yang berbasis harga perlu dipercepat, termasuk implementasi pajak karbon. Saat ini, Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan karbon walaupun masih sangat terbatas.

Baca Juga: Soal Proses Aksesi RI ke OECD, DPR Dorong Perbaikan Sistem Pajak

"Lengkapi pajak karbon dengan intervensi kebijakan lainnya, termasuk feed-in tariff untuk energi terbarukan dan mekanisme pembiayaan untuk efisiensi energi," tulis OECD.

UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah mengatur pengenaan pajak karbon, yang semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tetapi belum terlaksana. Pajak karbon direncanakan dikenakan pertama kali pada PLTU batu bara.

Pajak karbon rencananya akan melengkapi skema perdagangan karbon yang telah diluncurkan pemerintah. Apabila pajak karbon sudah berlaku, pelaku usaha yang emisinya melampaui cap akan memiliki pilihan antara membeli kredit karbon di bursa atau membayar pajak karbon. (sap)

Baca Juga: DJP-Satgassus Polri Akan Kolaborasi Kejar Aktivitas Ekonomi Ilegal

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak karbon, perdagangan karbon, bursa karbon, dampak lingkungan, penerimaan negara, OECD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 03 Juni 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Initial Memorandum Rampung, Pemerintah Serahkan ke Sekjen OECD

Rabu, 28 Mei 2025 | 14:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jaga Penerimaan Negara, Sri Mulyani Minta Lifting Migas Ditingkatkan

Senin, 26 Mei 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Mangkrak, Pemerintah Segera Alihkan Hak Pengelolaan 10 Lapangan Migas

Minggu, 25 Mei 2025 | 09:00 WIB
KEM-PPKF 2026

Pemerintah Beberkan Arah Kebijakan PNBP 2026 dan Tantangannya

berita pilihan

Kamis, 19 Juni 2025 | 19:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Dukung Kesejahteraan Lansia, Penghasilan Panti Jompo Bebas Pajak?

Kamis, 19 Juni 2025 | 18:30 WIB
PP 28/2025

PP 28/2025 Tegaskan Peran OSS dalam Pengajuan Insentif Perpajakan

Kamis, 19 Juni 2025 | 18:00 WIB
UNI EROPA

Demi Daya Saing, Uni Eropa Sederhanakan Ketentuan CBAM

Kamis, 19 Juni 2025 | 17:15 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA

Putus Sengketa Pajak Tepat Waktu dan Independen, Ini Langkah Hoge Raad

Kamis, 19 Juni 2025 | 17:00 WIB
BELANJA PERPAJAKAN

Kemenkeu: Belanja Perpajakan Tahun Ini Diestimasi Tembus Rp515 Triliun

Kamis, 19 Juni 2025 | 16:00 WIB
KABUPATEN MALANG

Ada Pekan Olahraga, Pemkab Taksir Penerimaan Daerah Bertambah Rp3 M

Kamis, 19 Juni 2025 | 15:36 WIB
PENGADILAN PAJAK

Masih Disusun, PMK Baru Kuasa Hukum Pajak Tak Bakal Berlaku Seketika

Kamis, 19 Juni 2025 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Genjot Ekonomi, Pemerintah Dorong WP Manfaatkan Supertax Deduction