Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Reformasi Perpajakan Belum Usai, PR Besar Menanti Dirjen Pajak Baru

A+
A-
0
A+
A-
0
Reformasi Perpajakan Belum Usai, PR Besar Menanti Dirjen Pajak Baru

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto (kiri) menerima berkas memori laporan kinerja yang diserahkan oleh mantan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo (kanan) saat pelantikan pejabat eselon I Kementerian Keuangan di Aula Mezanine Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nym.

SEBUAH tongkat estafet berpindah tangan di Ditjen Pajak (DJP). Pada Jumat (23/5/2025), Bimo Wijayanto resmi dilantik sebagai dirjen pajak menggantikan Suryo Utomo. Ucapan selamat mengalir deras, disertai sorotan kamera dan harapan baru.

Namun, di balik seremoni pelantikan itu, ada pesan penting yang seharusnya tak terabaikan: reformasi perpajakan Indonesia masih jauh dari selesai.

Pundak dirjen pajak baru memang dibebani tugas yang berat. Namun, pengerjaannya bukan dimulai dari nol. Bimo 'hanya' perlu memastikan kesinambungan reformasi pajak yang telah digagas selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Tak Perlu ke DJP, Pembaruan Tanggungan WP Cukup Infokan Pemberi Kerja

Ada beberapa target perbaikan yang dipesankan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Bimo Wijayanto. Antara lain, kinerja tax ratio, pelayanan pajak, transparansi, kepastian aturan, hingga tata kelola pajak. Harapan ini juga tak berbeda jauh saat Suryo Utomo dilantik sebagai dirjen pajak pada 2019.

“Kemenkeu sebagai pengelola tugas penerimaan negara harus mampu menjawab [tantangan dalam] menaikkan tax ratio. Coretax juga perlu diperbaiki agar wajib pajak mendapatkan pelayanan dengan mudah,” tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Lantas, apa saja daftar pekerjaan rumah dirjen pajak baru?

Baca Juga: PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

Tantangan Coretax dan Data Pihak Ketiga

Salah satu warisan terbesar dari masa kepemimpinan Suryo Utomo ialah pengembangan coretax system. Sistem ini merupakan tulang punggung bagi pembaruan administrasi perpajakan yang lebih modern, efisien, dan berbasis data.

Melalui coretax system, DJP mengintegrasikan proses bisnis perpajakan ke dalam satu sistem. Sayang, dalam awal penerapannya, wajib pajak malah terkendala saat mengakses sistem baru tersebut. Simak Coretax dalam Transisi: Harapan dan Tantangan Penerimaan di Awal Tahun.

DJP tentu tak tinggal diam dan terus melakukan berbagai perbaikan. Dalam catatan terakhir Suryo Utomo, DJP tengah mengatasi bug pada 18 proses bisnis. Rencananya, bug tersebut akan diperbaiki selambat-lambatnya Juli 2025.

Baca Juga: DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Selain itu, DJP juga menjanjikan migrasi data dari sistem lama ke coretax system rampung pada Desember 2025. Tak ketinggalan, DJP juga akan merampungkan peningkatan infrastruktur coretax system pada Juli 2025.

Tantangan Bimo terhadap coretax system ialah memastikan proyek raksasa ini berjalan sesuai dengan jalur tanpa terjebak pada masalah teknis. Sri Mulyani bahkan memberikan 1 bulan untuk Bimo dalam meneliti persoalan coretax system.

Di luar sistem, reformasi juga menyangkut pemanfaatan data pihak ketiga. Dalam beberapa tahun terakhir, DJP juga telah menghimpun data sebanyak-banyaknya dari Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP).

Baca Juga: DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

Kerja sama antara DJP dan ILAP, seperti pemerintah daerah, asosiasi pengusaha, hingga perbankan, telah banyak dilakukan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemerintah juga telah mengumpulkan data dari program tax amnesty yang telah dilakukan beberapa kali.

Namun, data yang terkumpul tak serta-merta berarti kepatuhan meningkat. Tantangan yang menanti Bimo ialah bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk memperkuat pengawasan dan memperluas basis pajak sehingga mengerek kepatuhan dan penerimaan.

Terlebih, persoalan yang muncul selama ini muncul ialah kapasitas analitik internal DJP yang masih terbatas, baik dari sisi sistem maupun sumber daya manusia. Simak DJP Diimbau Manfaatkan Data Tax Amnesty untuk Petakan Kepatuhan WP.

Baca Juga: Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jual Beli Sepeda Motor

Tantangan Tax Ratio dan Kepastian Aturan Pajak

Sementara itu, upaya memperluas basis pajak atau ekstensifikasi juga masih menjadi pekerjaan rumah besar. Dalam 4 tahun terakhir, jumlah wajib pajak hasil ekstensifikasi cenderung menurun. Pada 2020, jumlah wajib pajak hasil ekstensifikasi sempat mencapai 112.519 wajib pajak.

Tahun berikutnya, jumlah tersebut merosot menjadi 30.927 wajib pajak. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, trennya meningkat menjadi 34.599 wajib pajak pada 2022, 73.631 wajib pajak pada 2023, dan sebanyak 72.640 wajib pajak pada 2024.

Dalam ekstensifikasi ini, DJP sesungguhnya telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya ialah pengembangan aplikasi SIDJP NINE Modul Ekstensifikasi dari tahun ke tahun dalam mendukung kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL).

Baca Juga: Hingga April 2025, Setoran Pajak dari Jawa Timur Tembus Rp32 Triliun

Di sini, Bimo harus memastikan tren positif tersebut tidak hanya berhenti sebagai angka, tetapi benar-benar terjaga secara berkelanjutan. Tidak cukup hanya menambah daftar wajib pajak baru, tetapi juga harus dipastikan mereka berkontribusi nyata terhadap penerimaan negara.

Tak kalah penting, reformasi perpajakan juga menyangkut soal kepercayaan publik. Sri Mulyani lagi-lagi mengingatkan pentingnya integritas di lingkungan Kementerian Keuangan. Dia bahkan menyebut integritas sebagai currency di Kementerian Keuangan.

Dengan kata lain, di Kementerian Keuangan, integritas merupakan modal utama. Integritas menjadi nilai yang menentukan apakah seseorang dipercaya atau tidak, apakah kebijakan bisa dijalankan dengan efektif atau tidak. Ini juga memengaruhi kerelaan masyarakat membayar pajak.

Baca Juga: Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP, Asosiasi Industri Ungkap Dampaknya

Salah satu upaya Kemenkeu dalam meningkatkan kepercayaan publik ialah dengan menggencarkan sosialisasi kepada wajib pajak perihal sarana pengaduan pelanggaran melalui wise.kemenkeu.go.id, ataupun email [email protected].

Bagi Bimo, menjaga reputasi DJP sebagai lembaga yang profesional, adil, dan melayani akan menjadi ujian besar. Penegakan hukum pajak harus dilakukan secara transparan, tidak diskriminatif, dan berbasis data. Tanpa itu, kepercayaan publik akan sulit dibangun.

Selanjutnya, hal yang paling diharapkan untuk segera melesat ialah tax ratio. Dalam 5 tahun terakhir, tren tax ratio relatif masih stagnan pada kisaran 10%. World Bank bahkan memperkirakan tax ratio Indonesia akan sulit beranjak dari level 10% hingga 2027 mendatang.

Baca Juga: Kontraksi 11,15%, Realisasi Pajak Kanwil Sulselbartra Rp3,84 Triliun

Selain itu, ada satu hal besar lagi yang perlu menjadi perhatian dirjen pajak baru, yaitu memberikan kepastian kepada wajib pajak. Kepastian di sini mencakup banyak aspek, mulai dari kepastian dalam pengembalian restitusi, kepastian untuk tidak diperiksa jika telah patuh, hingga kepastian lainnya dalam penerapan hak dan kewajiban perpajakan.

Tanpa kepastian, hubungan antara otoritas pajak dan wajib pajak akan terus diwarnai ketidakpercayaan, yang pada akhirnya melemahkan fondasi kepatuhan sukarela.

Contoh nyata lainnya adalah soal kepastian aturan pajak. Lihat saja penerapan pajak karbon yang tidak kunjung diberlakukan, padahal sudah tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga: Jaga Penerimaan Negara, Sri Mulyani Minta Lifting Migas Ditingkatkan

Ada lagi, peraturan perpanjangan tarif PPh final 0,5% untuk UMKM orang pribadi juga belum terbit, meski pemerintah menegaskan bahwa UMKM sudah bisa memanfaatkan skema tersebut hingga 2025.

Semua itu mencerminkan betapa pentingnya pemerintah menjaga konsistensi dalam penyusunan dan penerapan aturan, supaya wajib pajak punya pegangan yang jelas dan tidak dihadapkan pada ketidakpastian.

Jika ada satu hal yang harus dipegang oleh Bimo Wijayanto, itu adalah pentingnya konsistensi. Reformasi perpajakan adalah agenda jangka panjang yang tidak bisa ditentukan oleh 1-2 orang atau 1-2 tahun kepemimpinan.

Baca Juga: PKP Pedagang Eceran Tak Ditentukan Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha

Tantangan terbesar bukan membuat gebrakan baru, melainkan memastikan agar semua pilar yang sudah dibangun tetap tegak dan makin diperkuat.

Tongkat estafet sudah berpindah tangan. Kini, tugas berat menanti untuk memastikan agar pekerjaan rumah lama benar-benar bisa dituntaskan — demi sistem perpajakan yang lebih modern, adil, dan berkelanjutan. (rig)

Baca Juga: PKP Boleh Kreditkan Pajak Masukan Hingga 3 Masa Berikutnya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : laporan fokus, round up, dirjen pajak, reformasi perpajakan, bimo wijayanto, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 28 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

PER-11/PJ/2025 Terbit, Batas Upload e-Faktur Diundur Jadi Tanggal 20

Selasa, 27 Mei 2025 | 19:00 WIB
KPP PRATAMA DENPASAR BARAT

Lokasi Usaha WP Ditandain Petugas Pajak dan Asetnya Difoto, Buat Apa?

Selasa, 27 Mei 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

FP Bisa Dianggap Lengkap Meski Cetakan Tak Muat Semua Keterangan

Selasa, 27 Mei 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Awasi dan Periksa Influencer, Ini Kata Staf Ahli Menkeu

berita pilihan

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Perlu ke DJP, Pembaruan Tanggungan WP Cukup Infokan Pemberi Kerja

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:45 WIB
PERDAGANGAN BERJANGKA

225 Situs Perdagangan Berjangka Ilegal Diblokir sepanjang Januari-Mei

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:00 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:15 WIB
PER-11/PJ/2025

DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:00 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jual Beli Sepeda Motor

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:55 WIB
MINYAK MENTAH INDONESIA

Masih Terimbas Perang Tarif, ICP April Turun Jadi US$74,29 Per Barel

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Bertambah, DJBC Catat 179 Perusahaan Sudah Berpredikat AEO

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Hingga April 2025, Setoran Pajak dari Jawa Timur Tembus Rp32 Triliun