Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Antisipasi 2 Pilar, Pemerintah Bakal Sederhanakan Administrasi Pajak

A+
A-
2
A+
A-
2
Antisipasi 2 Pilar, Pemerintah Bakal Sederhanakan Administrasi Pajak

Salah satu slide yang dipaparkan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah bakal menyiapkan administrasi pajak yang sederhana dalam menerapkan Solusi 2 Pilar (Two-Pillar Solution).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan penerapan 2 Pilar bisa menimbulkan kompleksitas dalam sistem pajak di dunia. Untuk itu, administrasi pajak perlu disederhanakan sehingga implementasi Solusi 2 Pilar tidak menambah beban pada wajib pajak.

"Tentu saja kami berusaha membuat administrasi semudah mungkin sehingga para wajib pajak tidak diberikan beban tambahan dalam penerapan pajak pada solusi Pilar 1 dan Pilar 2 ini," katanya dalam acara International Tax Conference 2024, Kamis (3/10/2024).

Baca Juga: Apa Itu Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi?

Yon menuturkan dunia saat ini sedang dihadapkan pada tantangan yang muncul akibat digitalisasi ekonomi. Seiring dengan perluasan bisnis dan teknologi digital yang mengaburkan batas-batas negara, sistem pajak tradisional menjadi makin ketinggalan zaman.

Perusahaan multinasional beroperasi di banyak negara tanpa kehadiran fisik sehingga memunculkan ketidakselarasan antara tempat laba dihasilkan dan tempat pajak dibayarkan.

Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan banyak negara, khususnya negara-negara berkembang, berada pada posisi yang kurang menguntungkan, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Ingat, 3 Simpulan Ini Bisa Buat SP2DK Naik ke Pemeriksaan

Ketidakseimbangan ini juga memperdalam kesenjangan ekonomi global sehingga kerangka kerja tradisional tak mampu mengakomodasi tantangan-tantangan yang muncul akibat digitalisasi ekonomi. Untuk itu, beberapa negara telah mengambil langkah seperti penerapan pajak layanan digital.

Di sisi lain, Yon menyebutkan bahwa tak sedikit negara dalam beberapa dekade terakhir ini saling bersaing menggunakan tarif pajak yang lebih rendah untuk menarik investasi. Sejak 1980, tarif pajak perusahaan rata-rata global telah turun dari 40,18% menjadi 28,45% pada 2023.

Tarif pajak yang lebih rendah memang dapat menarik investasi. Namun, hal ini juga bisa mengurangi penerimaan negara yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, pemberian bantuan sosial, dan pelayanan kesehatan, terutama pada negara berkembang.

Baca Juga: Masih Dibuka, Daftar Kelas Persiapan Ujian ADIT Transfer Pricing

Dalam menghadapi 2 persoalan tersebut, negara-negara OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS pun bekerja sama untuk memberikan solusi melalui Solusi 2 Pilar.

"Dengan memerangi penghindaran pajak, kami meyakini akan dapat menstabilkan dan meningkatkan penerimaan serta menyediakan basis keuangan yang lebih kuat untuk mendukung upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi," ujar Yon.

Dia menjelaskan Pilar 1 bertujuan mengalokasikan kembali porsi hak perpajakan ke yurisdiksi pasar dengan memastikan distribusi laba dan pendapatan pajak yang adil sesuai dengan aktivitas ekonomi perusahaan di setiap yurisdiksi.

Baca Juga: Pemda Beri Keringanan Pajak Daerah bagi Pensiunan dan Veteran

Pilar 1 terdiri atas Amount A dan Amount B. Amount A pada dasarnya mendistribusikan kembali sebagian dari laba residual ke yurisdiksi pasar melalui konvensi multilateral.

Sementara itu, Amount B berupaya untuk menyederhanakan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana diterapkan pada kegiatan pemasaran dan distribusi.

Pemerintah Indonesia berharap Pilar 1 dapat diimplementasikan pada 2025. Sembari pembahasan terus berlanjut, pemerintah juga sedang mempersiapkan semua peraturan domestik yang diperlukan untuk pengimplementasiannya.

Baca Juga: Aspek Perpajakan atas Jasa Sewa Kendaraan Bermotor

Di sisi lain, Pilar 2 juga berupaya mengatasi fenomena race to the bottom sehingga diusulkan pajak minimum global sebesar 15% untuk menyamakan kedudukan dan mencegah pengalihan laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah.

Pajak minimum global akan berlaku terhadap perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta per tahun.

"Sebenarnya kami berencana untuk menerapkan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT), income inclusion rule (IIR), dan juga undertaxed profit rule (UTPR) secara bersamaan. Namun, waktu penerapannya akan sangat bergantung pada pembahasan yang berlangsung," tutur Yon.

Baca Juga: Simak! Perbedaan Perlakuan PPh antara WP Dalam Negeri dan Luar Negeri

Yon menambahkan perubahan lanskap pajak tersebut memerlukan reformasi yang komprehensif dalam kebijakan pajak domestik agar selaras dengan standar global dan mempertahankan daya saing. Salah satu konsekuensi penerapan Pilar 2 ialah pemerintah harus mengevaluasi kebijakan insentif pajak yang berlaku saat ini.

Terdapat 3 skema insentif yang terkait dengan Pilar 2, meliputi insentif pajak Ibu Kota Nusantara, insentif pada kawasan ekonomi khusus (KEK), serta kebijakan tax holiday secara umum.

Menurut Yon, pemerintah akan terus mengamati perubahan kebijakan mengenai insentif pajak yang ada di negara lain dalam merespons Pilar 2.

Baca Juga: Bukan 01, Kode Faktur Pajak untuk Transaksi Dalam Negeri Kini Pakai 04

Selain itu, pemerintah juga mulai membicarakan skema-skema insentif yang dapat menjadi alternatif kepada para pemangku kepentingan, terutama wajib pajak.

Terlebih, apabila insentif pajak di Indonesia mengarah pada tarif pajak efektif di bawah 15% maka hal ini akan memungkinkan yurisdiksi lain mengeklaim hak pemajakan melalui top-up tax atas laba yang kurang dipajaki. (rig)

Baca Juga: Ada Opsen Pajak Kendaraan, Pemda Punya Ruang Danai Program Prioritas

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : staf ahli menkeu yon arsal, solusi 2 pilar, oecd, konsensus global, pajak internasional, pajak, internasional tax conference 2024, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 12 Mei 2025 | 08:30 WIB
PROVINSI JAWA TENGAH

Warga Keluhkan Layanan Pemutihan Pajak ke Ombudsman

Senin, 12 Mei 2025 | 07:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Tarif Efektif PPh Final Pasal 15

Senin, 12 Mei 2025 | 07:30 WIB
PMK 118/2024

Kena Sanksi karena Kendala Sistem, WP Bisa Ajukan Penghapusan

berita pilihan

Selasa, 13 Mei 2025 | 16:43 WIB
KEPPRES 45/P 2025

Prabowo Tunjuk Hadi Poernomo Jadi Penasihat Bidang Penerimaan Negara

Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM

Collaborative Discussion untuk Intern DDTC, Kini Soal Problem Solving

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi?

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, 3 Simpulan Ini Bisa Buat SP2DK Naik ke Pemeriksaan

Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE

Masih Dibuka, Daftar Kelas Persiapan Ujian ADIT Transfer Pricing

Selasa, 13 Mei 2025 | 13:30 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DPR Soroti PNBP setelah Pembentukan Danantara, Ini Penjelasan Kemenkeu

Selasa, 13 Mei 2025 | 13:00 WIB
KOTA CIMAHI

Pemda Beri Keringanan Pajak Daerah bagi Pensiunan dan Veteran

Selasa, 13 Mei 2025 | 12:00 WIB
PERDAGANGAN INTERNASIONAL

AS dan China Sepakat Pangkas Bea Masuk Selama 90 Hari

Selasa, 13 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Aspek Perpajakan atas Jasa Sewa Kendaraan Bermotor

Selasa, 13 Mei 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Perbedaan Perlakuan PPh antara WP Dalam Negeri dan Luar Negeri