Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Senin, 21 April 2025 | 11:38 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT Exam Preparation Course
Senin, 21 April 2025 | 10:01 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Selasa, 15 April 2025 | 11:25 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Senin, 14 April 2025 | 09:30 WIB
ASIA TAX FORUM 2025
Fokus
Reportase

Catat! Perubahan Batas Waktu Setor PPh Pasal 26 atas Penjualan Saham

A+
A-
2
A+
A-
2
Catat! Perubahan Batas Waktu Setor PPh Pasal 26 atas Penjualan Saham

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – PMK 81/2024 mengubah ketentuan batas waktu penyetoran PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan dari penjualan saham oleh wajib pajak luar negeri (WPLN) selain bentuk usaha tetap (BUT).

Berdasarkan Pasal 239 PMK 81/2024, pembeli menjadi pihak yang diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 26. Pembeli sebagai pemotong pajak wajib menyetorkan PPh Pasal 26 maksimal tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

“Pembeli sebagai pemotong pajak...wajib menyetorkan PPh Pasal 26 yang terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak melalui collecting agent,” bunyi Pasal 239 ayat (3) PMK 81/2024, dikutip pada Senin (21/4/2025).

Baca Juga: Lupa EFIN dan Butuh Bantuan Lapor SPT? WP Bisa Manfaatkan Pojok Pajak

Selain itu, pembeli juga wajib melaporkan PPh Pasal 26 tersebut maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir. Untuk diperhatikan, pelaporan PPh Pasal 26 tersebut dilakukan dengan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Apabila pembeli saham juga merupakan WPLN maka perseroan menjadi pihak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak. Untuk itu, perseroan sebagai pemungut pajak harus membuat bukti pemungutan dan menyampaikannya kepada pihak yang dipungut.

Selain itu, perseroan juga harus menyetorkan PPh Pasal 26 maksimal tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak serta melaporkannya melalui SPT PPh Masa Unifikasi maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Baca Juga: Diminta Kirim Data Pribadi, WP Laporkan Penipuan ke Kantor Pajak

Dalam ketentuan sebelumnya, PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan saham oleh WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan netto yang berlaku adalah 25% dari harga jual.

Dengan demikian, besarnya PPh Pasal 26 yang dipotong adalah 20% x 25% atau 5% dari harga jual. PPh Pasal 26 ini bersifat final.

Untuk WPLN yang berkedudukan di negara-negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia maka pemotongan pajak hanya dilakukan jika hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia sesuai dengan P3B yang berlaku.

Baca Juga: Perpanjang Lapor SPT Tahunan Badan? Perhatikan Waktu Pemberitahuannya

Sebelumnya, pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan saham yang diterima WPLN selain BUT diatur dalam KMK 434/KMK.04/1999. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) KMK 434/1999, PPh Pasal 26 tersebut disetorkan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.

Poin lain yang sedikit berbeda dari ketentuan sebelumnya adalah perseroan kini hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham dari penjualan saham jika WPLN telah membuktikan bahwa PPh Pasal 26 yang terutang telah dibayar lunas dengan menyerahkan salinan bukti pemotongan atau pemungutan PPh.

Selain itu, perseroan harus mencatat akta pemindahan hak atas saham jika WPLN menyerahkan fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26 dengan menunjukkan aslinya. Dengan demikian, WPLN kini tak perlu menunjukkan bukti pemungutan asli, tetapi cukup salinannya saja. (rig)

Baca Juga: Pernah Dengar Soal Pink Tax? Pajak Khusus untuk Produk Perempuan?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pmk 81/2024, pph pasal 26, pajak, pajak penghasilan, penjualan saham, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 21 April 2025 | 09:30 WIB
LAPORAN FOKUS

Apa Itu Pengadilan Pajak?

Senin, 21 April 2025 | 09:15 WIB
LAPORAN FOKUS

Mengamankan Penerimaan Pajak Itu Tugas Eksekutif, Bukan Yudikatif

Senin, 21 April 2025 | 09:00 WIB
LAPORAN FOKUS

Melihat Sistem Peradilan Pajak di Berbagai Negara

Senin, 21 April 2025 | 08:50 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

APBN Jadi Buffer Saat Perang Dagang, Kinerja Perpajakan Perlu Digenjot

berita pilihan

Senin, 21 April 2025 | 19:00 WIB
KPP PRATAMA PONDOK GEDE

Lupa EFIN dan Butuh Bantuan Lapor SPT? WP Bisa Manfaatkan Pojok Pajak

Senin, 21 April 2025 | 18:00 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

Perpanjang Lapor SPT Tahunan Badan? Perhatikan Waktu Pemberitahuannya

Senin, 21 April 2025 | 17:30 WIB
HARI KARTINI

Pernah Dengar Soal Pink Tax? Pajak Khusus untuk Produk Perempuan?

Senin, 21 April 2025 | 16:45 WIB
PROFESI KONSULTAN PAJAK

Pendaftaran USKP Periode I 2025 segera Dibuka! Simak Pengumuman KP3SKP

Senin, 21 April 2025 | 16:30 WIB
KONSULTAN PAJAK

Tak Beri Jasa Konsultasi, Cukup Lampirkan Surat Keterangan Bekerja

Senin, 21 April 2025 | 16:00 WIB
LITHUANIA

Belanja Pertahanan Ditambah, Negara Ini Bakal Naikkan Tarif Pajak

Senin, 21 April 2025 | 14:00 WIB
AFRIKA SELATAN

Negara Inclusive Framework Masih Lanjutkan Negosiasi Solusi 2 Pilar

Senin, 21 April 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Sederet Provinsi yang Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan pada Tahun Ini

Senin, 21 April 2025 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN PERPAJAKAN

Negosiasi Bea Masuk AS, RI Harap Kesepakatannya Dicapai dalam 60 Hari